Antara Manusia dan Pendidikan Manusia sebagai Pendidik. Lahirnya seorang anak diperlukan bantuan atau usaha untuk menyongsong suatu dunia yang tebuka yang serba mungkin, dalam hal ini orang tua/orang dewasa berperan dan mempunyai kewajiban mengulurkan tangan untuk mendidiknya ke arah kemampuan melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri dan bertanggung jawab. Bakat pembawaan bersama kelahirannya yang disebut “fitrah” dalam kehidupan manusia dengan bimbingan dan arahan melaui pendidikan.
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang belum berspesialisasi dan belum terspesialisasi. Ia dilahirkan dalam keadaan belum dapat menolong dirinya sendiri, juga dalam hal–hal yang sangat vital bagi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pada masa itu dan masa setelah itu isi hidupnya masih perlu dibantu. Dengan kata lain, pada saat manusia berada dalam keadaan tersebut perlu bantuan, dan bantuan harus datang dari pihak lain. Tanpa bantuan dari pihak lain manusia tidak mungkin dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan terebut tidak saja untuk kehidupan fisikya, akan tetapi juga kehidupan sosialnya. Dalam hal ini orang tua dan para pendidik sangat bertanggung jawab untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang antara kedua pihak, yang selanjutnya memungkinkan lahirnya saling identifikasi antara keduanya.
Pada dasarnya anak yang lahir belum tersepesialisasi itu, ia harus mempersiapkan diri dan mendapatkan suatu cara dalam melaksanakan kehidupan dan tugas hidupnya kelak. Dengan kata lain, ia harus menentukan keperibadiannya, ia harus menentukan eksistensinya. Ia harus menentukan arah hidupnya. Ketika ia sudah berada di tengah- tengah kehidupan, ia harus belajar hidup. Dengan demikian berarti manusia mempunyai kesempatan untuk berlatih lebih lama, untuk melaksanakan hidupnya. Inisiatif dan kereasi manusia merupakan manifestasi dari hakekat manusia sebagai mahluk yang bebas. Dan modal kebebasannya itu, manusia mengarungi kehidupannya, menghadapi dan menghidupi dunianya. Inisiatif merupakan penggerak bagi eksplorasinya di dalam dunianya daya kereasi merupakan penggugah manusia untuk bereksperimen dengan imajinasinya.
Inisiatif dan daya kereasi ini hanya dapat terlaksana melalui bimbingan dan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan hidup manusia. Inisiatif dan daya kereasi, penemuan dan penciptaan alat yang serasi dutujukan ke arah kemampuan penanggulangan yang dihadapi dan dihidupi dalam istilah “ menghidupi “ dan “ menghadapi “ lingkungan, tersirat bahwa manusia itu bersikap ganda terhadapnya. Pada suatu pihak manusia menyatu dengannya, ia tidak dapat lepas dari padanya, ia ada di dalamnya. Ini suatu realitas. Maka, dalam segala tingkah laku perbuatannya ia harus menghitung dan memperhatikan lingkungannya.
Menurut Soelaeman bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya, tersirat pula dalam konsep “ posisi eksentris “ manusia terhadap lingkungannya. Artinya, manusia tidak selesai dalam dirinya sendiri. Ia tidak berpusat pada dirinya sendiri. Pusat manusia ada diluar dirinya. Ia menggerak ke dunia luar dirinya, Tuhan dan lingkungannya, termasuk pertautannya dengan lingkungan budaya dan sosial, sebagaimana telah diuraikan pada bahasan sebelumnya.
Manusia sebagai mahluk yang dapat didik sebagaimana yang durumuskan oleh Langevel merumuskan manusia sebagai “animal cducandum“ sebagai “hewan” yang perlu didik, agar ia dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Secara implisit, rumusan ini mencakup pula pandangan bahwa manusia itu adalah “animal educable“, bahwa manusia itu adalah “ hewan ‘ yang dapat didik sekiranya tidak dilandasi anggapan, bahwa manusia dapat didik.
Manusia sebagai hewan yang perlu didik, yang berasumsikan pada suatu pandangan bahwa manusia sebagai mahluk yang dapat didik. Akan tetapi sebaliknya, pandangan bahwa manusia dapat dididik tidak dengan sendirinya, mengimplikasikan bahwa manusia perlu didikan. Jadi kita ini dihadapkan kepada pertanyaan, apakah manusia itu memang perlu mendapatkan pendidikan? Untuk memungkinkan seorang bayi kelak hidup sebagai manusia dan melaksanakan tugas hidup kemanusiaan, ia perlu didikan dan dibesarkan oleh manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Dengan perkataan lain, ia harus “dimanusiakan“. Oleh karena itu, pendidikan ada kalanya pula disebut sebagai “pemanusiaan manusia “.
Jelaslah, bahwa kemanusiaan berjalan tegak di atas kedua kakinya, kemampuan bicara manusia dan perbuatan-perbuatan lain yang dianggap lazim dilakukan manusia, merupakan hasil belajar dari lingkungannya, di bawah bimbingan orang lain. Adapun lebih jelasnya Sanusi mengungkapkan bahwa pendidikan disini sebagai peroses mendidik atau membelajarkan peserta didik yang diasumsikan sebagai mahluk yang mempunyai beberapa fungsi seperti membantu, menumbuhkan dan mentransfortasikan nilai-nilai positif sambil memperdayakan serta mengembangkan potensi-potensi peserta didik.
Dengan demikian, suatu keharusan bahwa manusia itu ialah makhluk yang perlu dididik, selanjutnya pendidikan dapat dikelompokan menjadi dua aspek yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama Islam sebagai mana tertera dibawah ini.
Pendidikan Umum
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa asal kata “ pendidikan “ adalah “ didik “. Apabila ditambah awalnya “ me “, menjadi “ mendidik “ artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan, diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan akhlak dan kecerdasan pikiran. Jadi, pengertian pendidikan ialah peroses pengubahan sifat dan tingkah seorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
Persoalan batas pendidikan diartikan ada sebuah anggapan bahwa pendidikan ada batasnya. Sejauhmana pendidikan dapat mendidik anak didiknya? Pertanyaan ini dapat dijawab dari tiga sudut pandang, dari sudut pandangan waktu pelaksanaannya, dari sudut pandang tujuan dan dari sudut pandang pribadi yang bersangkutan.
Bila mengkaji masalah pendidikan secara luas, merupakan dasar kepribadian, kemajuan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kemajuan sosial pada umumnya. Kemajuan ilmu telah mengubah cara berfikir manusia saat ini. Ilmu telah menjadi dasar perkembangan teknologi. Sedangkan teknologi telah menjadi tulang punggung pembangunan dan kehidupan modern dalam meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia.
Pendidikan bertujuan untuk membina dan membekali setiap anak didik untuk memperoleh kemampuan dalam nilai, sikap, keterampilan pengetahuan, kecerdasan berkomunikasi, yang dapat berguna terutama bagi dirinya, bagi keluarganya, masyarakat, agama, bangsa dan negara.
Sependapat dengan Hamijoyo bahwa perkembangan negara yang sudah membangun yang ditandai oleh kemajuan dalam berbagai hal, seperti kemajuan ilmu dan teknologi, industri, mental dan spiritual, maka pendidikan harus dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti yang iuas.
Pendidikan harus dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti yang luas, yaitu menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi, dan bersama dengan itu mendidik manusia, masyarakat Indonesia modern dan berpandangan hidup Pancasila.
Pendidikan sebagai peroses meningkatkan nilai individu atau masyarakat dari keberadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan peroses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menurut Muhtar Buchari berarti: a) segenap kegiatan yang dilakukan seorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa; atau b) Keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program, kegiatan, maupun pandangan pendidikannya berdasarkan ke islaman.
Langgulung memperjelas bahwa pendidikan bukanlah sekedar pengajaran pengetahuan dan keterampilan-keterampilan pemikiran serta pengetahuan tehnik, seperti halnya pandagang ekonomi yang sempit. Pendidikan adalah proses pengembangan sosial, pengembangan jasmani, pemikiran, intelektual, emosi, dan akhlak yang berfungsi menyiapkan individu agar memberi sumbangan efektif dalam kehidupan sosial, yakni menyiapkan manusia aktif dan kreatif dalam segala bidang. Dengan demikian, manusia sebagai makhluk berpendidikan ia dituntut untuk mencari ilmu sesuai dengan hadits Nabi SAW., yang artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat “. Selanjutnya ilmu itu harus diamalkan sepanjang hayat ditengah masyarakat. .
Secara luas program pendidikan Islam bertujuan menciptakan kebudayaan Islam dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan kepada nilai-nilai dan norma-norma Islam yang berorientasi kepada Tuhan pencipta alam semesta dan menjadi dasar pengembangan sikap, dedikasi dan moralitas hidup dan kehidupan atau berhubungan dengan sesama manusia sebagai dasar pengembangan hidup sosial dan budaya serta berorientasi ke arah hubungan alam sekitarnya sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang belum berspesialisasi dan belum terspesialisasi. Ia dilahirkan dalam keadaan belum dapat menolong dirinya sendiri, juga dalam hal–hal yang sangat vital bagi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pada masa itu dan masa setelah itu isi hidupnya masih perlu dibantu. Dengan kata lain, pada saat manusia berada dalam keadaan tersebut perlu bantuan, dan bantuan harus datang dari pihak lain. Tanpa bantuan dari pihak lain manusia tidak mungkin dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan terebut tidak saja untuk kehidupan fisikya, akan tetapi juga kehidupan sosialnya. Dalam hal ini orang tua dan para pendidik sangat bertanggung jawab untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang antara kedua pihak, yang selanjutnya memungkinkan lahirnya saling identifikasi antara keduanya.
Pada dasarnya anak yang lahir belum tersepesialisasi itu, ia harus mempersiapkan diri dan mendapatkan suatu cara dalam melaksanakan kehidupan dan tugas hidupnya kelak. Dengan kata lain, ia harus menentukan keperibadiannya, ia harus menentukan eksistensinya. Ia harus menentukan arah hidupnya. Ketika ia sudah berada di tengah- tengah kehidupan, ia harus belajar hidup. Dengan demikian berarti manusia mempunyai kesempatan untuk berlatih lebih lama, untuk melaksanakan hidupnya. Inisiatif dan kereasi manusia merupakan manifestasi dari hakekat manusia sebagai mahluk yang bebas. Dan modal kebebasannya itu, manusia mengarungi kehidupannya, menghadapi dan menghidupi dunianya. Inisiatif merupakan penggerak bagi eksplorasinya di dalam dunianya daya kereasi merupakan penggugah manusia untuk bereksperimen dengan imajinasinya.
Inisiatif dan daya kereasi ini hanya dapat terlaksana melalui bimbingan dan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan hidup manusia. Inisiatif dan daya kereasi, penemuan dan penciptaan alat yang serasi dutujukan ke arah kemampuan penanggulangan yang dihadapi dan dihidupi dalam istilah “ menghidupi “ dan “ menghadapi “ lingkungan, tersirat bahwa manusia itu bersikap ganda terhadapnya. Pada suatu pihak manusia menyatu dengannya, ia tidak dapat lepas dari padanya, ia ada di dalamnya. Ini suatu realitas. Maka, dalam segala tingkah laku perbuatannya ia harus menghitung dan memperhatikan lingkungannya.
Menurut Soelaeman bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya, tersirat pula dalam konsep “ posisi eksentris “ manusia terhadap lingkungannya. Artinya, manusia tidak selesai dalam dirinya sendiri. Ia tidak berpusat pada dirinya sendiri. Pusat manusia ada diluar dirinya. Ia menggerak ke dunia luar dirinya, Tuhan dan lingkungannya, termasuk pertautannya dengan lingkungan budaya dan sosial, sebagaimana telah diuraikan pada bahasan sebelumnya.
Manusia sebagai mahluk yang dapat didik sebagaimana yang durumuskan oleh Langevel merumuskan manusia sebagai “animal cducandum“ sebagai “hewan” yang perlu didik, agar ia dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Secara implisit, rumusan ini mencakup pula pandangan bahwa manusia itu adalah “animal educable“, bahwa manusia itu adalah “ hewan ‘ yang dapat didik sekiranya tidak dilandasi anggapan, bahwa manusia dapat didik.
Manusia sebagai hewan yang perlu didik, yang berasumsikan pada suatu pandangan bahwa manusia sebagai mahluk yang dapat didik. Akan tetapi sebaliknya, pandangan bahwa manusia dapat dididik tidak dengan sendirinya, mengimplikasikan bahwa manusia perlu didikan. Jadi kita ini dihadapkan kepada pertanyaan, apakah manusia itu memang perlu mendapatkan pendidikan? Untuk memungkinkan seorang bayi kelak hidup sebagai manusia dan melaksanakan tugas hidup kemanusiaan, ia perlu didikan dan dibesarkan oleh manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Dengan perkataan lain, ia harus “dimanusiakan“. Oleh karena itu, pendidikan ada kalanya pula disebut sebagai “pemanusiaan manusia “.
Jelaslah, bahwa kemanusiaan berjalan tegak di atas kedua kakinya, kemampuan bicara manusia dan perbuatan-perbuatan lain yang dianggap lazim dilakukan manusia, merupakan hasil belajar dari lingkungannya, di bawah bimbingan orang lain. Adapun lebih jelasnya Sanusi mengungkapkan bahwa pendidikan disini sebagai peroses mendidik atau membelajarkan peserta didik yang diasumsikan sebagai mahluk yang mempunyai beberapa fungsi seperti membantu, menumbuhkan dan mentransfortasikan nilai-nilai positif sambil memperdayakan serta mengembangkan potensi-potensi peserta didik.
Dengan demikian, suatu keharusan bahwa manusia itu ialah makhluk yang perlu dididik, selanjutnya pendidikan dapat dikelompokan menjadi dua aspek yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama Islam sebagai mana tertera dibawah ini.
Pendidikan Umum
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa asal kata “ pendidikan “ adalah “ didik “. Apabila ditambah awalnya “ me “, menjadi “ mendidik “ artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan, diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan akhlak dan kecerdasan pikiran. Jadi, pengertian pendidikan ialah peroses pengubahan sifat dan tingkah seorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.
Persoalan batas pendidikan diartikan ada sebuah anggapan bahwa pendidikan ada batasnya. Sejauhmana pendidikan dapat mendidik anak didiknya? Pertanyaan ini dapat dijawab dari tiga sudut pandang, dari sudut pandangan waktu pelaksanaannya, dari sudut pandang tujuan dan dari sudut pandang pribadi yang bersangkutan.
Bila mengkaji masalah pendidikan secara luas, merupakan dasar kepribadian, kemajuan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kemajuan sosial pada umumnya. Kemajuan ilmu telah mengubah cara berfikir manusia saat ini. Ilmu telah menjadi dasar perkembangan teknologi. Sedangkan teknologi telah menjadi tulang punggung pembangunan dan kehidupan modern dalam meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia.
Pendidikan bertujuan untuk membina dan membekali setiap anak didik untuk memperoleh kemampuan dalam nilai, sikap, keterampilan pengetahuan, kecerdasan berkomunikasi, yang dapat berguna terutama bagi dirinya, bagi keluarganya, masyarakat, agama, bangsa dan negara.
Sependapat dengan Hamijoyo bahwa perkembangan negara yang sudah membangun yang ditandai oleh kemajuan dalam berbagai hal, seperti kemajuan ilmu dan teknologi, industri, mental dan spiritual, maka pendidikan harus dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti yang iuas.
Pendidikan harus dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti yang luas, yaitu menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi, dan bersama dengan itu mendidik manusia, masyarakat Indonesia modern dan berpandangan hidup Pancasila.
Pendidikan sebagai peroses meningkatkan nilai individu atau masyarakat dari keberadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan peroses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menurut Muhtar Buchari berarti: a) segenap kegiatan yang dilakukan seorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa; atau b) Keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program, kegiatan, maupun pandangan pendidikannya berdasarkan ke islaman.
Langgulung memperjelas bahwa pendidikan bukanlah sekedar pengajaran pengetahuan dan keterampilan-keterampilan pemikiran serta pengetahuan tehnik, seperti halnya pandagang ekonomi yang sempit. Pendidikan adalah proses pengembangan sosial, pengembangan jasmani, pemikiran, intelektual, emosi, dan akhlak yang berfungsi menyiapkan individu agar memberi sumbangan efektif dalam kehidupan sosial, yakni menyiapkan manusia aktif dan kreatif dalam segala bidang. Dengan demikian, manusia sebagai makhluk berpendidikan ia dituntut untuk mencari ilmu sesuai dengan hadits Nabi SAW., yang artinya : “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat “. Selanjutnya ilmu itu harus diamalkan sepanjang hayat ditengah masyarakat. .
Secara luas program pendidikan Islam bertujuan menciptakan kebudayaan Islam dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan kepada nilai-nilai dan norma-norma Islam yang berorientasi kepada Tuhan pencipta alam semesta dan menjadi dasar pengembangan sikap, dedikasi dan moralitas hidup dan kehidupan atau berhubungan dengan sesama manusia sebagai dasar pengembangan hidup sosial dan budaya serta berorientasi ke arah hubungan alam sekitarnya sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
Manusia sejak lahir selalu berinteraksi dengan manusia lain, seperti bayi yang disuapi jika ingin makan dan begitipun manusia dewasa, jika ia tidak mampu mengerjakan sesuatu ia meminta bantuan orang lain. Selanjutnya, bahwa manusia hanya akan menjadi manusia kerena pendidikan. Mendidik “memanusiakan manusia “ untuk menjadikan manusia yang beriman diperlukan pendidikan . Yang pasti pendidikan disandarkan pada ajaran-ajaran al-Quran dan hadits.
Sebagaimana Langgulung mengatakan bahwa perkembangan fitrah manusia adalah aspek tertinggi dari tujuan pendidikan. Menurut Ia “ fitrah “ itu adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan kepada manusia sebelum lahir dan pengembangan sifat-sifat itu adalah dengan beribadah kepada Allah sesuai dengan firman Allah QS al-. Dzariat: 56, artinya : “ Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka menyembah (Ibadah) kepada-Ku”.
Selanjutnya Arifin menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia melalui pelatihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indera.
Menilik pada uraian diatas bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian muslim yang paripurna dalam mengembangkan dunia akhirat yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt (Mahpuddin Noor, 1989 ; 15). Dengan kata lain, pendidikan Islam selalu menempatkan pada pembentukan hati nurani, menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat Illahinya yang jelas dan pasti, baik dalam hubungan manusia dengan Yang Maha Perncipta, dengan sesamanya, maupun dengan alam sekitar.
Lebih jelasnya menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya, bahwa pendidikan Islam sebagai sebuah usaha sistematis, memerlukan teori atau ilmu untuk melaksanakannya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa, pendidikan Islam adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam. Dengan demikian, teori yang dibutuhkan untuk memandu atau sebagai pedoman dalam melaksanakan pendidikan Islam tersebut, seharusnya merujuk pada ajaran Islam.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk pendidikan, ia selalu bersosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat, baik didalam keluarga maupun diluar lingkungan keluarga. Manusia sangat membutuhkan hidup dan kelangsungan hidupnya, ia memerlukan bimbingan, arahan, bantuan dan pendidikan merupakan dasar untuk mencapai kehidupan yang bermanfaat dalam meningkatkan kepribadian manusia yang terdidik. Sebagai pendidik, sebagai manusia yang berpendidikan baik jasmani maupun rohani ke arah kemampuan manusia yang sermpurna.
Adalah amat dinamis makna firman Allah dalam kitab suci al-Quran yang menyatakan, bahwa “ Allah tidak akan merubah nasib sesuatu bangsa (umat) sehingga mereka berusaha keras untuk merubah nasibnya sendiri “ (QS.Ar-ra’du: 11).
Sebagaimana Langgulung mengatakan bahwa perkembangan fitrah manusia adalah aspek tertinggi dari tujuan pendidikan. Menurut Ia “ fitrah “ itu adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan kepada manusia sebelum lahir dan pengembangan sifat-sifat itu adalah dengan beribadah kepada Allah sesuai dengan firman Allah QS al-. Dzariat: 56, artinya : “ Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka menyembah (Ibadah) kepada-Ku”.
Selanjutnya Arifin menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia melalui pelatihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indera.
Menilik pada uraian diatas bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian muslim yang paripurna dalam mengembangkan dunia akhirat yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt (Mahpuddin Noor, 1989 ; 15). Dengan kata lain, pendidikan Islam selalu menempatkan pada pembentukan hati nurani, menanamkan dan mengembangkan sifat-sifat Illahinya yang jelas dan pasti, baik dalam hubungan manusia dengan Yang Maha Perncipta, dengan sesamanya, maupun dengan alam sekitar.
Lebih jelasnya menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya, bahwa pendidikan Islam sebagai sebuah usaha sistematis, memerlukan teori atau ilmu untuk melaksanakannya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa, pendidikan Islam adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam. Dengan demikian, teori yang dibutuhkan untuk memandu atau sebagai pedoman dalam melaksanakan pendidikan Islam tersebut, seharusnya merujuk pada ajaran Islam.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk pendidikan, ia selalu bersosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat, baik didalam keluarga maupun diluar lingkungan keluarga. Manusia sangat membutuhkan hidup dan kelangsungan hidupnya, ia memerlukan bimbingan, arahan, bantuan dan pendidikan merupakan dasar untuk mencapai kehidupan yang bermanfaat dalam meningkatkan kepribadian manusia yang terdidik. Sebagai pendidik, sebagai manusia yang berpendidikan baik jasmani maupun rohani ke arah kemampuan manusia yang sermpurna.
Adalah amat dinamis makna firman Allah dalam kitab suci al-Quran yang menyatakan, bahwa “ Allah tidak akan merubah nasib sesuatu bangsa (umat) sehingga mereka berusaha keras untuk merubah nasibnya sendiri “ (QS.Ar-ra’du: 11).
Semoga artikel sederhana ini bermanfaat..
Baca juga artikel menarik tentang Pendidikan Diskriminasi Ilmu Umum dan Ilmu Agama.
Baca juga artikel menarik tentang Pendidikan Diskriminasi Ilmu Umum dan Ilmu Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar