Maksiat itu terjadi pada seseorang setidaknya melalui empat pintu. Barang siapa yang bisa menjaga empat pintu tesebut maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya. Adapun empat pintu yang dimaksud adalah
Pertama. Al-Lahazhat (Pandangan pertama)
Al-Lahazhat ini bisa dikatakan sebagai "provokator" syahwat atau utusan syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam menjaga kemaluan, maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Di dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan dari Rasulullah : "Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai hari kiamat".
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melairkan syahwat. dan dari syahwat itu akan timbullah keinginan. Kemudian keinginan itu menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: "Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya".
Pandangan yang dilepaskan begitu saja dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Padahal, satu pandangan yang dilarang itu dapat melukai hati dan dengan pandangan yang baru berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama. Namu ternyata derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak bisa mencegahnya untuk kembali terus-menerus melakukannya.
Kedua. Al-Khatharat (Pikiran yang melintas di benak)
Adapun "Al-Khatharat" (pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Maka, barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan menyeretnya pada kebinasaan. Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hatinya, sehingga akhirnya akan menjadi angan-angan tanpa makna (palsu).
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkan sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan itu ke dalam hatinya, dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.
Padahal pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari hal-hal yang paling mulia dan paling bermanfaat, dan orientasinya hanya untuk Allah SWT dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.
Ketiga. Al-Lafazhat (Kata-kata atau Ucapan)
Adapun tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin bebicara, hendaklah seseorang melihat dulu apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.
Sahabat Mu'adz bin Jabar pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam Jannah dan menjauhkannya dari api Neraka. Lalu Nabi SAW memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda : "Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu?" Dia berkata: "Ya, Wahai Rasulullah". Lalu Nabi SAW memegang lidah beliau sendiri dan berkata: "Jagalah olehmu yang satu ini". Maka Mu'adz berkata: "Adakah kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?" Beliau menjawab : "Ibumu kehilangan engkau ya Mu'adz, tidaklah yang dapat menyungkurkan banyak manusia diatas wajah mereka (ke Neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?" At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan shahih".
Sungguh mengherankan, banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum-minuman keras serta melihat pada apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kesuhudan dan ibadahnya pun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang mengundang kemurkaan Allah SWT tanpa dia sadari, seperti berdusta, memfitnah, dan lain-lain.
Para ulama salaf sebagian mereka ada yang memperhitungkan dirinya, walau hanya sekedar mengucapkan: "Hari ini panas dan hari ini dingin". seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya: "Tolong ambilkan kain untuk kita bermain-main". Lalu dia berkata. "Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya, kata-kata yang tadi aku katakan keluar dari lidahku
tanpa kendali dan tanpa kekang...."Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah memegang lidahnya dan berkata: "Inilah yang memasukkan aku ke dalam berbagai masalah".
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, dan dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri.... Seharusnya kita selalu memperhatikan sebuah hadits Nabi dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir bila dia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja".
Keempat. Al-Khathawat (Langkah Nyata Untuk sebuah Perbuatan)
Adapun tentang Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan), hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala-Nya, bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yamg dilakukannya dengan cara meniatkannya untuk Allah SWT, dengan demikian maka Insya Allah seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.
Rabu, 13 Februari 2013
Bersilaturahim Karena Allah
Bersilaturahim Karena Allah
Suatu saat, selepas melaksanakan shalat di Masjid Nabawi, Madinah, Rasulullah SAW berbagi sapa dan berbincang-bincang dengan para sahabat tentang pelbagai hal. Dalam pertemuan tersebut, beliau berupaya memberikan dorongan kepada kaum muslim untuk saling mencintai karena Allah dan demi meraih ridha-Nya.
Beliau pun menceritakan sebuah kisah. “Wahai sahabat-sahabatku,” tutur beliau, ”suatu ketika ada seorang pria berkunjung kepada saudaranya di jalan Allah. Kemudian, Allah Swt mengirimkan malaikat untuk bertanya kepadanya.
Ketika bertemu dengan orang itu, malaikat itu pun bertanya,”Wahai saudaraku ! Engkau hendak kemana?’
“Aku hendak mengunjungi saudaraku si Fulan!” jawab orang itu.
“Apakah keperluanmu kepadanya?” tanya sang malaikat penuh selidik.
“ Tidak ada !” jawab orang itu.
“Apakah dia mempunyai hubungan kekeluargaan denganmu?” tanya sang malaikat lebih jauh lagi.
“Tidak!” jawab orang itu.
“Apakah karena dia pernah memberimu sesuatu?” tanya sang malaikat sekali lagi.
“Tidak !”, jawab orang itu.
“Kalau begitu, apa sebabnya engkau berkunjung kepadanya?” tanya sang
malaikat.
“Aku mencintainya di jalan Allah!” jawab orang itu.
“Wahai saudaraku,” ucap sang malaikat memberi tahu orang itu, “sesungguhnya Allah Swt.mengutusku kepadamu untuk menerangkan bahwa Dia mencintaimu karena cintamu kepadanya, dan Dia mengharapkan surga untukmu!”
Sumber : buku “Mutiara Akhlak Rasulullah SAW”
Suatu saat, selepas melaksanakan shalat di Masjid Nabawi, Madinah, Rasulullah SAW berbagi sapa dan berbincang-bincang dengan para sahabat tentang pelbagai hal. Dalam pertemuan tersebut, beliau berupaya memberikan dorongan kepada kaum muslim untuk saling mencintai karena Allah dan demi meraih ridha-Nya.
Beliau pun menceritakan sebuah kisah. “Wahai sahabat-sahabatku,” tutur beliau, ”suatu ketika ada seorang pria berkunjung kepada saudaranya di jalan Allah. Kemudian, Allah Swt mengirimkan malaikat untuk bertanya kepadanya.
Ketika bertemu dengan orang itu, malaikat itu pun bertanya,”Wahai saudaraku ! Engkau hendak kemana?’
“Aku hendak mengunjungi saudaraku si Fulan!” jawab orang itu.
“Apakah keperluanmu kepadanya?” tanya sang malaikat penuh selidik.
“ Tidak ada !” jawab orang itu.
“Apakah dia mempunyai hubungan kekeluargaan denganmu?” tanya sang malaikat lebih jauh lagi.
“Tidak!” jawab orang itu.
“Apakah karena dia pernah memberimu sesuatu?” tanya sang malaikat sekali lagi.
“Tidak !”, jawab orang itu.
“Kalau begitu, apa sebabnya engkau berkunjung kepadanya?” tanya sang
malaikat.
“Aku mencintainya di jalan Allah!” jawab orang itu.
“Wahai saudaraku,” ucap sang malaikat memberi tahu orang itu, “sesungguhnya Allah Swt.mengutusku kepadamu untuk menerangkan bahwa Dia mencintaimu karena cintamu kepadanya, dan Dia mengharapkan surga untukmu!”
Sumber : buku “Mutiara Akhlak Rasulullah SAW”
Selasa, 12 Februari 2013
Sisindiran Anaking Jimat Awaking
Mangga regepkeun Sisindiran Anaking Jimat Awaking di handap ieu:
...................................
Jampe-jampe harupat
Geura gede geura lumpat
Sing jauh tina maksiat anaking
Ngarah salamet akherat
...................................
Jampe-jampe harupat
Geura gede geura lumpat
Susah senang omat sholat anaking
Beunghar kade poho zakat
...................................
Jampe-jampe harupat
Pek dudunya satakerna
Lir ibarat hidep di dunya
Rek hirup saumur dunya
...................................
Jampe-jampe harupat
Prak ibadah satakerna
Lir ibarat hidep di dunya
Rek cacap engke sareupna
...................................
Dodoja datang tong kalut
Sanghareupan make imut
Ulah rek aral subaha anaking
Sing percaya ka nu kawasa
...................................
Maha welas maha asih
Moal aya pilih kasih
Sagala nu karandapan kuhidep
Tangtuna bongan sorangan
...................................
Ti bapa ieu pepeling
Ngarah hidep hirup salawasna eling
Heunteu berang heunteu peuting
Hidep kudu soleh satungtung nyaring
...................................
Jampe-jampe harupat
Geura gede geura lumpat
Sing jauh tina maksiat anaking
Ngarah salamet akherat
...................................
Jampe-jampe harupat
Geura gede geura lumpat
Susah senang omat sholat anaking
Beunghar kade poho zakat
...................................
Jampe-jampe harupat
Pek dudunya satakerna
Lir ibarat hidep di dunya
Rek hirup saumur dunya
...................................
Jampe-jampe harupat
Prak ibadah satakerna
Lir ibarat hidep di dunya
Rek cacap engke sareupna
...................................
Dodoja datang tong kalut
Sanghareupan make imut
Ulah rek aral subaha anaking
Sing percaya ka nu kawasa
...................................
Maha welas maha asih
Moal aya pilih kasih
Sagala nu karandapan kuhidep
Tangtuna bongan sorangan
...................................
Ti bapa ieu pepeling
Ngarah hidep hirup salawasna eling
Heunteu berang heunteu peuting
Hidep kudu soleh satungtung nyaring
Anaking Jimat Awaking
Anaking … jimat awaking ...
Heunteu gampang nalika nyorang jalan kahirupan, moal salawasna cicing dinu datar, tinangtu bakal pinanggih wanci mudun jeung tanjakan, kudu sabar hidep nalika kurang tur omat ulah nepak dada benghar, adigung adiguna, asa aing uyah kidul, agul kupayung butut!! ” Omat hidep bisi kupur, kudu eling kanu Maha-Gafur, nyembah kanu maha kawasa, turut kana papagon agama nyumponan parentahna ngajauhan larangan nana, Tah iyeu anaking pepeling keur diri papatah keur awak, badan sakujur inggis laku lampah nincak salah.
Pepeling keur Anaking budak kuring
Anaking jimat Awaking ...
Hidep kudu reueus hirup huripna ngajadi diri anjeun sorangan.
Raksa pariksa amarah hidep nu ngabalukarkeun kaduhung teu manggih tungtung. Jalanan hirup ku handap asor ka papada manusa, jaga jeung riksa sarupaning anu dipiboga ku hidep. Soca tina tinggalieun, ceuli tina dedengeun, Letah tina ucapkeuneun, leungeun tina cabakeuneun. Suku tina lampahkeuneun. Jaga riksa lengkah paripolah tinu hal anu matak raheut kana manah batur. Ngarah hidep hirup loba dulur, akur jeung salembur.
Ulah poho, jaga, riksa kaluhungan alam dunya. Da Gusti Anu Maha Suci nyiptakeun alam dunya teh pikeun diropea estuning keur hirup huripna hidep jeung papada umat-Na.
Anaking jimat AwakingHidep sing sadar, ngajalanan hirup hurip di alam dunya teh heunteu gampang. Hidep moal salawasna ngajalanan datarna hirup. Bakal nincak kana tanjakan jeung pudunan. Omat hidep ulah kupur. Salawasna eling kanu Maha Agung, Nyembah kanu Maha Kawasa. Turutkeun papagon ageman, jalankeun pituduh karuhun urang. Tah ieu anaking, pepeling keur diri papatah keur awak, badan sakujur ingis laku lampah nincak salah.
Anaking jimat Awaking
Dina unggal renghapan nu jadi indung bapa kaluar dunga anu mustajab pikeun anak-anakna ngarah hirup pinangih jeung kabagjaan, kajembaran pikeun pibekeleun dina engoning ngajalanan sagara kahirupan di alam dunya. Omat anaking hideup kudu silih asah,silih asih, silih asuh, silih talingakeun nya diri, silih simbeuh nya kukadeudeuh. Deheuskeun duduluran, rakeutkeun babarayaan, ulah rek pakia-kia ulah rek pasalia paham hamo nepi ka papaseaan.
Anaking jimat Awaking
Omat, ieu peupeujeuh keur hirup huripna hidep salawasna. Bral anaking… jalanan hirup huripna hidep. Sugan jeung sugan hidep bisa ngajadikeun diri hidep jadi Manusa Unggul.
Hidep kudu reueus hirup huripna ngajadi diri anjeun sorangan.
Raksa pariksa amarah hidep nu ngabalukarkeun kaduhung teu manggih tungtung. Jalanan hirup ku handap asor ka papada manusa, jaga jeung riksa sarupaning anu dipiboga ku hidep. Soca tina tinggalieun, ceuli tina dedengeun, Letah tina ucapkeuneun, leungeun tina cabakeuneun. Suku tina lampahkeuneun. Jaga riksa lengkah paripolah tinu hal anu matak raheut kana manah batur. Ngarah hidep hirup loba dulur, akur jeung salembur.
Ulah poho, jaga, riksa kaluhungan alam dunya. Da Gusti Anu Maha Suci nyiptakeun alam dunya teh pikeun diropea estuning keur hirup huripna hidep jeung papada umat-Na.
Anaking jimat AwakingHidep sing sadar, ngajalanan hirup hurip di alam dunya teh heunteu gampang. Hidep moal salawasna ngajalanan datarna hirup. Bakal nincak kana tanjakan jeung pudunan. Omat hidep ulah kupur. Salawasna eling kanu Maha Agung, Nyembah kanu Maha Kawasa. Turutkeun papagon ageman, jalankeun pituduh karuhun urang. Tah ieu anaking, pepeling keur diri papatah keur awak, badan sakujur ingis laku lampah nincak salah.
Anaking jimat Awaking
Dina unggal renghapan nu jadi indung bapa kaluar dunga anu mustajab pikeun anak-anakna ngarah hirup pinangih jeung kabagjaan, kajembaran pikeun pibekeleun dina engoning ngajalanan sagara kahirupan di alam dunya. Omat anaking hideup kudu silih asah,silih asih, silih asuh, silih talingakeun nya diri, silih simbeuh nya kukadeudeuh. Deheuskeun duduluran, rakeutkeun babarayaan, ulah rek pakia-kia ulah rek pasalia paham hamo nepi ka papaseaan.
Anaking jimat Awaking
Omat, ieu peupeujeuh keur hirup huripna hidep salawasna. Bral anaking… jalanan hirup huripna hidep. Sugan jeung sugan hidep bisa ngajadikeun diri hidep jadi Manusa Unggul.
Pentingnya Pelurusan Akidah
Akidah secara etimologi adalah sebagai berikut. Akidah berasal dari kata ’aqd yang berarti pengikatan. A'taqattu kadza artinya “saya beritikad begini”. Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “Dia mempunyai akidah yang benar” berarti akidahnya bebas dari keraguan.
Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Adapun makna akidah secara syara adalah sebagai berikut. Yaitu, iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada hari akhir, serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syariat terbagi menjadi dua: itiqadiyah dan amaliyah. I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal, seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, juga beritikad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqadiyah.
Maka, akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Hal itu sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya), "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi: 110).
"Dan, sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’." (Az-Zumar: 65).
"Maka, sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2--3).
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah, perhatian Nabi saw. yang pertama kali adalah pelurusan akidah. Dan, hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia. Allah SWT berfirman, "Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu,’ …." (An-Nahl: 36).
Dan, pada awal dakwahnya setiap rasul selalu mengucapkan, "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya." (Al-A’raf: 59, 65, 73, 85).
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Saleh, Syuaib, dan seluruh rasul a.s. Selama 13 tahun di Mekah--sesudah bi’tsah--Nabi saw. mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga, mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah. Setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.
7 Indikator Kebahagiaan Dunia | Pesan Ibnu Abbas RA.
Ada ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, seperti yang dikutip dari salah seorang Sahabat Nabi. Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :
Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!
Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.
Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.
Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.
Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.
Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.
Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).
Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!
Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.
Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.
Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.
Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.
Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.
Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).
Langganan:
Postingan (Atom)