Kamis, 13 Desember 2012

Pendidikan dan Peranan Keluarga Bagi Pendidikan Anak| Makalah

Manusia mengalami proses kehidupan awal, yakni: mengalami proses pembelajaran tahap pertama (Pendidikan anak prasekolah); “ta’dib, ta’lim dan tarbiyah”. Ketiga term ini satu sama lain meperkaya Khazanah konsep, bahkan praksis pendidikan yang sejak awal telah dilakukan dalam masyarakat muslim.

Hakekat pendidikan adalah alamiyah dialami setiap manusia, yang bermula dari sejak embiro, lahir-hidup hingga maut. Dalam proses perjalanan kehidupannya, manusia akan selalu berada dan ditandai oleh interaksi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi itulah yang mampu menjadikan manusia sebagai dirinya (it self). Oleh karenanya, bisa dikatakan kodrat manusia adalah dibentuk oleh lingkungan, terutama lingkungan sosialnya, sebagai ciri dasar bahwa manusia hidup karena ada manusia lainnya.

Lingkungan hidup sosial manusia, terdiri dari lingkungan keluarga dan di luar keluarga. Keluarga sebagai pintu pertama dan utama yang dilalui individu manusia merupakan sarana awal dan pokok dalam membentuk kepribadian individu, sebab dari keluargalah seseorang itu melangkah keluar. Di dalam keluarga seseorang dapat hidup bersama dengan sekelompok orang secara akrab. Dan salah satu fungsi keluarga adalah merawat dan melatih anak atau menjaga dan mendidik anak-anak. Jadi, peranan keluarga sebagai lingkungan sosial pertama, memiliki signifikansi dengan kepribadian anak. Oleh karena itu, Jhon Locke menyebut bahwa setiap individu memiliki temperamen yang khas, namun ini akan ditentukan atau dipengaruhi oleh lingkungan. Maka dengan demikian, anak harus belajar sejak dini (invancy), karena hanya dengan melalui pendidikan dini, anak menjadi arif dan lebih bijak. Dalam konteks itu, bagaimana peranan keluarga dalam pembentukan kepribadian anak, menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini.

Keluarga DAN PENDIDIKAN KELUARGA
Bagai hampir semua masyarakat, keluarga adalah pusat yang paling penting dalam kehidupan seorang individu. Dari keluargalah seseorang itu melangkah keluar dan kepada keluarga pula seseorang itu akan kembali (Roucek dan Warren, 1994:126). Di dalam keluargalah seseorang hidup bersama dengan sekelompok orang secara akrab. Keluarga merupakan community primer yang paling penting, yang mencerminkan sifat komunikasi tatap muka, keakraban, dan kekekalan (Mansur, 1992:19). Sehubungan dengan hal itu ada baiknya diketengahkan beberapa definisi keluarga.

Definisi keluarga
Definisi Keluarga telah banyak diketengahkan para ahli, diantaranya: Keluarga secara etimologi terdiri dari perkataan”kawula” dan “warga”. Yang berarti kawula adalah abadi dan warga adalah anggota (Ki Hadjar Dewantara). Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya. Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama ekonomi, dan reproduksi (Murdock, 1994:197). Keluarga adalah sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan, perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik (Rertrand, 1993:127).
Keluarga adalah kelompok inti yang paling penting dan dengannya seseorang itu berhubungan (Roucek dan Warren, 1994:127).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan melalui perkawinan atau ikatan darah yang biasanya secara bersama menempati tempat tinggal yang sama (Nye dan Bernado, 1993:16).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pengertian keluarga adalah :
  1. hubungan keluarga dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan pertalian kekeluargaan;
  2. hubungan keluarga berada dalam batas-batas persetujuan masyarakat;
  3. anggota keluarga dipersatukan oleh pertalian perkawinan, darah, dan adopsi sesuai dengan adat istiadat yang berlaku;
  4. anggota keluarga secara khas hidup secara bersama pada suatu tempat tinggal yang sama;
  5. interaksi dan koperasi dalam keluarga berpola pada norma-norma, peranan-peranan dan posisi-posisi status yang ditetapkan oleh masarakat;
  6. Identifikasi peranan dan status dari anggota keluarga dilakukan melalui suatu sistem tatanan yang dikaitkan dengan caraberfikir kekeluargaan; dan
  7. dalam keluarga terjadi reproduksi.
Dari simpulan arti tersebut dapat dirumuskan, bahwa :
  • secara literal keluarga adalah merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari orang yang berada dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya terdiri dari suami-istri dan anak;
  • secara normatif, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu hubungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan dan ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut (Ali, 1980:406).Lebih lanjut pendefinisian atas pengertian keluarga tersebut dapat dilihat dari dua dimensi hubungan (Shohib, 1999:1721), yakni: hubungan darah dan hubungan sosial. Dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dan lainnya. 
Berdasarkan hubungan ini keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi yang paling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun bisa saja diantara mereka tidak terdapat hubungan darah.Atas dasar dimensi hubungan sosial ini terdapat keluarga psikologis dan keluarga pedagogis. Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing saling merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerah diri. Dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri. Di dalam al-Qur’an kata keluarga dipresentasikan melalui kata ahl. Informasi yang diberikan oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqy6 tentang kata keluarga di dalam al-Qur’an, menurut kata keluarga diulang sebanyak 128 kali dan sesuai dengan konteksnya, kata-kata dimaksud tidak selaanya menunjukan pada arti keluarga sebagaimana dimaksudkan diatas, melainkan punya arti yang bermacam-macam. Pada surat al-Baqarah ayat 126, misalnya kata keluarga diartikan sebagai penduduk suatu negri. Selain surat an-Nisa ayat 58 mengartikan keluarga sebagai orang yang berhak menerima sesuatu. Selebihnya kata “ahl” Pada beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan pengertian keluarga adalah: Q.S. Hud: 46, (Hai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu); Q.S. an-Nisa: 4 ( … maka kirimkanlah orang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan). Mengacu kepada uraian sebelumnya, dimana keluarga sekurang-kurangnya terdiri dari suami-istri, anak, maka kajian tentang keluarga ini dapat dilakukan dalam konstelasi ayat-ayat Qur’an, terutama yang berkaitan dengan tujuan terciptanya keluarga/ peran dan tugas suami-istri (orang tua), hak dan kewajibannya, manajemen keluarga, yang ini semua mengacu kepada terciptanya keluarga yang berkualitas yang dapat menopang tugasnya dalam membina putra-putri dalam keluarga diamksud.Dalam melihat bagaimana peranan keluarga dalam membina masa depan putra-putrinya secara berkualitas dan berdayaguna dapat dilihat Q.S. al-anfal:28 (bahwa harta dan putra-putri yang tumbuh dalam keluarga dipandang sebagai fitrah atau ujian dari Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan). Q.S. al-Kahfi: 46 (Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan). Ayat-ayat itu memberi petunjuk tentang peran kependidikan yang harus dilakukan keluarga. Dan bahkan dalam Hadits dinytakan bahwa “setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan nurani), sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama yahudi, Nasrani, dan Majusi (H.R. Abu Ya’la, Thabrani dan Baihaqi). Kemudian didiklah anakmu sekalian dengan dua perkara: mencintai keluarga dan membaca al-Qur’an (H.R. Abu Daud) (Nata, 1997:115).

Dari gambaran tentang konsep keluarga dan pentingnya keluarga dalam totalitas kehidupan insaniah, dalam mencapai tujuan-tujuan mulia, seperti saling membina kasih sayang, tolong menolong, mendidik anak, berkreasi, berinivasi. Maka dengan begitu, keluarga amat berfungsi dalam mendukung terciptanya kehidupan yang beradab. Juga, sekaligus sebagai landasan bagi terwujudnya masyarakat beradab.

Konsep Pendidikan: Pengertian pendidikan, secara umum dan universal term pendidikan memiliki beragam definisi, beberapa universalitas definisi itu antara lain digambarkan sebagai berikut:
  1. Pendidikan adalah pengaruh yang dilaksanakan oleh orang dewasa atas generasi yang belum matang untuk kehidupan sosial (Emile Durkheim dalam Muhamad Said, 1995:73); 
  2. Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk prilaku lainnya di dalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup (Dictionary of Education dalam PPIPT, 1992: 17); 
  3. Pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman, dan alam semesta (Bruacher, 1992:37); 
  4. Pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada ke generasi muda sebagai usaha penyiapannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik baik jasmaniah maupun rokhaniyah (Soegarda Poerbakawatja dan Harapan, 1992:257); 
  5. Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dimasyarakat dan kebudayaan (Tim Dosen IKIP Malang, 1991:2); 
  6. Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, fikiran, dan tubuh anak, dalam pengertian tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakin kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan alamnya dan masyarakat (Ki Hajar Dewantara). 
Keragaman definisi pendidikan tersebut di atas, menggambarkan keperbedaan dimensi penekanan terhadap pendidikan, namun demikian satu sama lain bersifat saling melengkapi, sehingga memberikan makna yang luas terhadap konsep pendidikan. Dari definisi itu diperoleh kesamaan esensi yakni mengandung unsur-unsur;
  1. Pendidikan itu bertujuan; 
  2. Pendidikan merupakan upaya yang sengaja atau tidak disengaja; 
  3. Pendidikan dapat diberikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dilihat dari perspektif kebudayaan, pendidikan itu mencerminkan gejala, peristiwa kebudayaan, sehingga Fuad Hasan (1986) menegaskan bahwa pendidikan tanpa orientasi budaya akan menjadi gersang dari nilai-nilai luhur. Karena itu upaya pendidikan diarahkan kepada keseluruhan aspek kebudayaan dan kepribadiaan, dan harus mengacu pada pembinaan cita-cita hidup yang luhur, sehingga pendidikan itu, sebagaimana dikatakan oleh tagore menjadi:,”self-education”.
Konsep pendidikan umat Islam didefinisikan sebagai konsep “tarbiyah”, istilah inilah yang cenderung digunakan al Nabawi, 1996:20), walaupun kata pendidikan bisa juga berasal dari kata yang memiliki arti ta’dib, ta’lim.
Menurut pakar pendidikan islam, kata tarbiyah sangat lazim digunakan. Kata tarbiyah berakar tiga kata, yakni
  1. rabaa-yarbuu yang berarti ‘bertambah’ dan ‘berkembang’; 
  2. rabiya-yarbaa yang dibandingkan dengan khafiya-yakhfa berarti ‘tumbuh’ dan ‘berkembang’; 
  3. rabba-yarubbu yang dibandingkan dengan madda-yamuddu dan berarti ‘memperbaiki’, ‘mengurusi kepentingan’, ‘megatur’, ‘menjaga’, dan memperhatikan’. 
Bahkan menurut Hery Noer Aly2 tidak hanya menguasai, memimpin, tetapi menjaga dan memelihara. Oleh karenanya kata al-Rabb juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau memuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur.Dalam buku pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat (Abdurrahman An Nahlawi, 1996:20-21) berturut-turut diuraikan:
  1. Imam al-Baidhawi (meninggal tahun 685H) mengatakan bahwa pada dasarnya ar-Arb itu bermakna tarbiyah yang makna lengkapnya adalah menumbuhkan perilku secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan;
  2. Ar-Raghib al-Ashfahani (meninggal tahun 685 H) mengatakan bahwa ar-Rab berarti, tarbiyah yang makna lengkapnya adalah ‘menumbuhkan perilaku secara bertahap hingga mencapai batasan kesempurnaan’
  3. Abdurrahman al-Bani (1397) mengambil konsep pendidikannya dari akar kata-kata tersebut, bahkan lebih lanjut ia mengatakan tiga unsur penting, yakni: menjaga dan memelihara anak; serta mengarahkan potensi dan bakat agar mencapai kesempurnaan, yang kesemuanya dikerjakan secara bertahap.
Lebih lanjut Abdurrahman an Nahlawi (1996;21-22) menyimpulkan bahwa :
  1. pendidikan merupakan kegiatan yang memiliki tujuan, sasaran, target;
  2. pendidikan yang sejati dan mutlak adalah Allah, karena ia pencipta fitrah, pemberi bakat, pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan dan interkasi fitrah;
  3. pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang dalam membawa anak dari suatu perkambangan-perkembangan lain;
  4. peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya, pendidik harus mampu mengikuti syariat agama Allah.
Jadi konsep pendidikan (pendidikan Islam adalah membawa pemahaman terhadap konsep syari’at agama, sebab agama harus menjadi akar pendidikan dalam arti keseluruhan tabiat manusia harus mencerminkan tabiat beragama. 
Oleh karena itu pendidikan dalam kontek konsep ‘tarbiyah’ berarti :
  1. memilihara fitrah anak;
  2. menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapan;
  3. mengarahkan fitrah dan seluruh bakat agar menjadi baik dan sempurna, serta
  4. bertahap dalam prosesnya.Pendidikan dalam perspektif konsep ta’lim dan ‘ta’dib’ yang mengandung makna (Aly, 1999:7-9). 
Serupa dengan kata ‘tarbiyah’ dapat di uraikan berikut ini. Istilah ‘ta'lim’ memiliki makna:
  1. proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati. Pengertian ini merujuk pada Q.S. al-Nahl:78 yang artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”;
  2. proses ‘ta’lim’ tidak berheni pada pencapaian pengetahuan dalam ranah (domain) kognisi semata, tetapi terus menjangkau ranah psikomotorik dan afeksi. Ini merujuk pada Q.S. al-Baqarah:151 yang artinya … sebagaimana kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkanmu al-Kitab dan al-Hikmah. Serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Atas dasar ini, maka pendidikan tilawah al-Qur’an tidak terbatas pada pada kemampuan membaca secara hariaf, tetapi membaca dalam arti perenungan (kontemplasi) yang dalam, yang akan melahirkan tanggung jawab moral terhadap ilmu. Oleh karena itu (Jalal, T.T.:29-34) menyebutkan justru melalui cara demikian seseorang akan dapat mencapai tingkat ‘tazkiyah (proses penyucian diri), yang membuat mampu berada dalam kondisi siap ke tingkat ‘al-hikmah’ yang berati integrasi antara ilmu, perkataan dan prilaku seseorang dalam bentuk kepribadian.Sedang istilah ‘a’dib menurut al-Attas, berasal dari kata ‘adab’ yang berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakekat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkissesuai dengan tingkat dan derajatnya berdasar kapsitas dan potensi jasmania, intelektual, dan derajatnya berdasarkan kapasitas dan potensi jasmania, intelektual, dan rohaninya. Maka atas dasar konsep ini, ia mendefinisikan pendidikan sebagai” pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan demikian rupa, sehingga hal ini membimbing manusia kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian”.
Atas dasar uraian tersebut, maka term-term itu dapat disimpulkan bahwa :
  1. ta’lim adalah mengesankan proses pemberian bekal pengetahuan;
  2. tarbiyah’ mengesankan proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan kepribadian, serta
  3. ta’dib’ mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan yang lebih mengacu pada peningkatan martabat manusia.
Diakui bahwa manusia adalah Mahluk Educable, karena secara kodrati (fitrah) manusia dibekali kemampuan untuk belajar dan dapat mengetahui fenomena, fenomena bahkan hal-hal yang transenden. Ini dapat ditelusuri dari Firman-firman Allah, antara lain: 
  1. Q.S.al-‘Alaq:3 dan 5, yang artinya; Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di ketahuinya; 
  2. Q.S.al-Baqarah 31-32, yang artinya “dan Dialah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudiaan mengemukakannya kepada para malaikat lalu beriman:’ sebutlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang yang benar’. Mereka menjawab: ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui dari apa yang telah Engkau jarkan kepada kami…”.Disamping itu secara kasat kita tahu, bahwa manusia dianugrahi segala sarana untuk belajar, yakni penglihatan, pendengaran, dan hati (qalbu). Yakni: Waja’ala lakumussama wal-bashoro wal-afidah, la’allakumtasykurun (Q.S.an-Nur:78). 

Dalam kontek ini, maka seorang tokoh Islam al-Maududi (an Nahlawi, 1996:43). memberikan penegasan bahwa “pendengaran” merupakan pengembangan pengetahuan dengan hasil observasi dan penilitian, “hati” merupakan sarana membersihkan ilmu pengetahuan dari kotoran dan noda sehingga lahir ilmu pengetahuan yang murni. Dan jika manusia tidak memanfaatkan sarana pendidikan ini, ia dapat digolongkan sebagai mahluk yang penuh dengan kehinaan. Hal ini dapat merujuk pada Q.S.al-A’raf:179 [ Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai]. Bahkan jika hal itu dikaitkan dengan Q.S.al-Balad: 8-9 [bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan bibir], dan Q.S. ar-Rahman:1-4 [Tuhan yang maha pemurah. Yang telah mengajarkan al-Qur’an. Dia menciptakan manusia, mengajarkannya pandai berbicara.Konsep Pendidikan Keluarga:Keluarga sebagai sebuah lembaga atau masyarakat pendidikan yang pertama, senantiasa berusaha menyediakan kebutuhan biologik dan bagi anak dan serta merta merawat dan mendidiknya. Keluarga mengharapkan agar tindakkannya itu dapat mendorong perkembangan anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang dapat hidup dalam masyarakatnya, dan sekaligus yang dapat menerima, mengolah, menggunakan dan mewariskan kebudayaan. Karena itu Colly (Poucek dan warren, 1994:127) menyebut keluarga itu sebagai kelompok inti, sebab masyarakat pendidikan pertama bersifat alamiah. Anak dipersiapkan oleh lingkungan keluarganya untuk menjalani tingkatan-tingkatan perkembangannya sebagai bekal untuk memasuki dunia orang dewasa. Bahasa, adat istiadat dan seluruh isi kebudayaan keluarga dan masyarakatnya dipertahankan oleh keluarga kepada anak.Pengertian Pendidikan Keluarga Poggler (Hufad, 1997:18-20), menyatakan keluarga bukanlah pendidikan yang diorganisisasikan, tetapi pendidikan yang “organik” yang didasarkan pada “spontanitas”, institusi, pembiasaan dan impropisasi. Ini berarti bahwa pendidikan keluarga adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua dan pembiasaan dan inpropisasi untuk membantu perkembangan pribadi anak. Perilaku para pendidik dalam pendidikan keluarga umumnya timbul secara spontan sesuai dengan munculnya keadaan. Anak manusia yang baru lahir diterima oleh orang tuanya, kakanya dan keluarga lain sebagai orang ‘terdekatnya’. Bayi (anak) akan dimasukannya dalam lingkup penghidupan dan adat istiadat keluarganya. Nilai-nilai kebudayaan keluarga lebih banyak dikenal dan dialami anak menurut cara yang ‘masuk hati’, artinya lebih banyak pengalaman yang bersifat irasional dari pada rasional. Dalam rangka anak sampai pada saat perkembangan memasuki berbagai susunan dan peraturan hidup manusia, maka pembiasaan sangat diutamakan dalam pendidikan keluarga. Perilaku anak yang menyimpang dari norma-norma keluarga dan masyarakatnya diatasi melalui tindakan dan akibatnya. Walaupun anak memasuki lembaga pendidikan lain (sekolah dan masyarakat), tidak berarti pendidikan keluarga harus berkurang apalagi berhenti. Oleh karena itu menurut Immanual Kant bahwa “manusia menjadi manusia karena pendidikan’, dan intisari pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda (Driyarkara, 1992:78), yang pada dasarnya bersumber dari pendidikan keluarga.

Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga pada dasarnya akan terkait dengan sejumlah fungsi dasar yang melekat dalam keluarga. Fungsi-fungsi itu adalah :
  1. mengekalkan kelompok;
  2. mengatur dan melatih anak;
  3. memberikan status inisial pada anak;
  4. mengatur dan mengontrol anak;
  5. menyediakan suatu lingkungan yang intim untuk kasih sayang dan persahabatan;
  6. menetapkan suatu dasar warisan kekayaan pribadi; dan
  7. mensosialisasikan anggota baru.
Menilik kepada esensi pentingnya peranan yang harus dimainkan keluarga dalam mendidik anak, maka Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang adalah alam pendidikan permulaan. Disitu untuk pertama kalinya orang tua yang berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai pengajar dan sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Juga, didalam alam keluarga setiap anak berkesempatan mendidik diri sendiri, melalui macam-macam kejadian yang sering memaksa sehingga dengan sendirinya menimbulkan pendidikan diri sendiri (Syalibi, 1987:57).

Pada alam keluarga, Kepala keluarga dengan bantuan anggotanya mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sebuah keluarga, dimana bimbingan, ajakan, pemberian contoh, kadang sangsi yang khas dalam sebuah keluarga. Baik dalam wujud pekerjaan kerumah tanggaan, keagamaan maupun kemasyarakatan lainnya, yang dipikul atas seluruh anggota komunitasan keluarga, atau secara individual, merupakan cara-cara yang biasa terjadi pada interaksi pendidikan dalam keluarga. Dalam kontek ini ajaran al-Qur’an berbicara mengenai peranan tempat tinggal atau rumah dimana keluarga berada. Seperti tercermin dalam kata bait (al-mal, buyut dsb).Term rumah (al-Bait) terkadang dikaitkan dengan pemilik rumah, dikaitkan dengan fungsinya sebagai tempat tinggal manusia dengan beragai latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya yang berbeda. (lihat: Q.S. An Nur: 61; al-Ahzab: 34,53;dsb). meniliki kepada esensi ayat al-Qur’an tentang rumah dengan segala aspeknya, maka dengan cara keseluruhan rumah adalah memperhatikan macam-macam fungsi, seperti tempat ibadah yang dimuliakan Tuhan, tempat tinggal anggota keluarga, tempat menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian secara normatif keluarga dan rumah sebagai tempat tinggalnya merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, dan disinilah fungsi rumah sebagai tempat belajar bagi keluarga yang bersangkutan, setelah masjid dan lingkungan pendidikan lainnya.

FILOSOFI: SOSIO-PSIKO FUNGSI KELUARGA
Fungsi Keluarga Dalam Pendidikan Anak:Mengacu pada makna keluarga dalam kontek sosio kultural Indonesia pada khususnya, diketahui bahwa keluarga memiliki fungsi-fungsi:
  1. sebagai persekutuan primer, yaitu hubungan antara anggota keluarga bersifat mendasar dan aksklusif karena faktor ikatan biologis, ikatan hukum dan karena adanya kebersamaan dalam mempertahankan kehidupan;
  2. sebagai pemberi afeksi (kasih sayang) atas dasar ikatan biologis atau ikatan hukum yang didorong oleh rasa kewajiban dan tanggung jawab;
  3. sebagai lembaga pembentukan yang disebabkan aktor anutan, keyakinan, agama, nilai budaya, nilai moral, baik bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar;
  4. sebagai lembaga pemenuhan kebutuhan, baik yang bersifat material maupun mental spiritual;
  5. sebagai lembaga partisipasi dari kelompok masyarakatnya, yaitu berinteraksi dalam berbagai aktivitas, baik dengan keluarga lain, masyarakat banyak maupun dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dari sejumlah fungsi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga menanggung jawab dalam pembentukan sumber daya insan kamil, karena memang disitulah untuk pembentukan sumber daya insan kamil, karena memang disitulah untuk pertama kali seseorang mengawali kehidupan. Seseorang lahir, menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan selanjutnya melepaskan diri dari keluarga guna mementuk keluarga baru. Karena itu, maka kepribadian seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya.Dalam keluarga terjadi interaksi antara anggota keluarga. Interaksi antara suami-istri, suami (ayah) dengan anak, istri (ibu) dengan anak. Bahkan antara keluarga dengan keluarga lain. Dalam interaksi itu akan terjadi proses belajar, pembinaan, bimbingan, atau proses pendidikan.Proses pendidikan anak dalam keluarga akan terjadi timbal balik, yaitu orang tua mendidik anaknya sebaliknya orang tua ikut turut dikembangkan pribadinya dengan adanya anak. Begitu pula proses belajar berkeluarga antara suami dan istri menjadi timbal balik. Pada kalangan manapun, lembaga keluarga banyak memberikan kontribusi pendidikan kepada anak-anak, terutama dalam pembentukan kepribadiannya. Lembaga keluarga menjadi agen sosialisasi dan agen pembentukan ketaqwaan kepada Tuhan yang maha Esa. Pada mulanya dalam keluargalah terjadi pembelajaran tentang norma, kaidah atau tata nilai dan keyakinan agama. Orang tua akan menjadi “model” atau panutan pertama yang akan ditiru oleh anak. Karena itu peranan lembaga menjadi dominan dalam proses pendidikan kepribadian dan watak bagi anak.Atas dasar itu pendidikan dalam keluarga merupakan fungsi dari lembaga keluarga. Kegiatan pendidikan dalam keluarga meliputi:keyakinan, agama, nilai norma, nilai budaya, dan aspek kehidupan kerumahtanggaan. Proses pendidikannya akan berlangsung dengan pantauan, pengajaran, pembinaan atau pembimbingan yang sesuai dengan kondisi masing-masing keluarga.

Sudah berulang kali di kemukakan bahwa keluarga sebagai masyarakat pendidikan yang pertama dan utama menjadi faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak. Sudah tentu dalam lingkungan keluarga orang tua merupakan pendidikan keluarga pada dua tahun pertama merupakan tahun-tahun yang menentukan perkembangan kepribadian anak pada masa depannya (Ali Syaifullah, 1994:109) menegaskan bahwa dasar-dasar dari lapisan watak dan kepribadiaan terbentuk dalam perkembangan awal dari umur satu sampai empat tahun dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga (Muhammad Said, 1995:125). Liklikuwata mengutarakan bahwa kenakalan seorang anak akibat dari latar belakang yang serba semrawut dan sebaiknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar harmonis (Isye Soetoro dalam Sarinah, 1984:30).

Ilustrasi di atas memberikan indikasi bahwa betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian anak. Dasar kepribadian ini terbentuk melalui hubungan yang mendasar dalam bidang emosi yang dilandasi ikatan cinta yang kuat. Di atas dasar kepribadiaan inilah “mengendaplapisan-lapisan” baru dari watak dan kepribadiaan sebagai hasil sosialisasi anak dan remaja di dalam / di luar lingkungan keluarga, dalam lingkungan kerja serta lingkungan kehidupan orang dewasa. Namun, perlu ditegaskan bahwa dalam proses sosialisasi yang manapun juga, tidak ada yang begitu dalam pengaruhnya ketimbang pengalamannya di dalam lingkungan keluarga dari masa kecilnya. Dalam hal ini kartini kartono (1996:3) menjelaskan bahwa sekalipun kita berusaha sekuat tenaga untuk melupakan unsur”anak-anak” pada usia dewasa dan usia tua, namun dunai kanak-kanak atu tetap memberikan stempel yang jelas pada kepribadian kita sekarang. Nilai kebermaknaan pendidikan keluarga itu telah menyatakan oleh banyak ahli pendidikan dari jaman yang silam (ngalim purwanto, 1995,; 85 87) cominius (1592 –1670) telah menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan anak –anak dilakukan dalam keluarga yang di sebut sebagi ‘sciatmaterna’(sekolah ibu)..Di dalam bukunya “unformation” dia mengutarakan bagaimana caranya orang tua harus mendidik anaknya dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk keselamatan jiwa anak-anaknya. Rousseau ( 1712-1778) telah menegaskan bahwa alam anak-anaknya yang belum rusak harus dijadikan dasar pendidikan dan anak itu bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil. Karena itu anak-anak ati harus dididik sesuai dengan alamnya. Salzmaan (1744-1811) memberikan penegasan bahwa segala kesalahan anak-anak itu akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua .Orang tua dalam pandangannya adalah sebabai penindas yang menyyiksa anaknya dengan pukulan yang merugikan kesehattannya dan menyakiti perasan-perasan kehormatannya..Pestalozzi(1746-1827) telah memandang bahwa pendidikan keluarga itu merupakan unur pertama dalam kehidupan masyarakat. Dia juga mengutarakan tentang bagaimana cara memberikan perajaran dan pendidikan agama kepada anak-anak. Fungsi apa yang harus di lakukan oleh para pendidikan dalam pendidikan dilingkungan keluarga? Simandjuntak (1978) mengutarakan bahwa fungsi orang tua dalam lapangan pendidikan keluarga adalah :
  1. pembiasaan;
  2. pendidikan intelektual, moral, dan emosional;
  3. pendidikan kewarganegaraan; dan
  4. pengembangan moralitas, terutama moralitas agama. 
Ali Syarifullah (1994:110- 111) menjelaskan bahwa fungsi pendidikan keluarga, yaitu :
  1. pendidikan budi pekerti;
  2. pendidikan sosial;
  3. pendidikan kewarganegaraan;
  4. pembentukan kebiasaan; dan
  5. pendidikan intelek.
Mollenhaur (1975) menegaskan bahwa pendidikan keluarga harus memenuhi tiga fungsi, yaitu :
  1. fungsi kuantitatif, yaitu menyediakan bagi pembentukan perilaku dasar;
  2. fungsi selektif untuk menyaring pengalaman anak dan ketidaksamaan posisi kemasyarakatan karena lingkungan belajar; dan
  3. fungsi pedagogik integratif untuk mewariskan nilai yang dominan ( Muhammad Said, 1995:152 ). 
Semua pungsi yang di utarakan oleh para ahli tersebut pada dasarnya mengandung makna yang senada, yaitu segala kegiatan utama yangf harus dilakukan oleh para pendidik dalam lingkungan keluarga adalah untuk menolong perkembangan dan pembentukan kepribadian anak. Agar semua fungsi itu tertentu , diantaranya adalah ‘ kurikuluim keluarga “ pemahaman tentang hakekat dan tahap –tahap perkembangan anak, dan kemampuan melakukan pekerjaaan pendidikan

Kurikulum keluarga para pendidikan dalam lingkungan keluarga tidak dapat melaksanakan fungsi pendidikan sebagaimana mestinya, jika tidak di tunjang dengan kelangkapan materi “ kurikilum keluarga” yang akan menunjang semua fungsi tersebut. Apa yang seharusnya menjadi materi “ kurokilum keluarga” hendaknya berisi sekitar :
(1) bahasa;
(2) peranan dasar;
(3) harapan –harapan ;
(4) cara beraksi;
(5) strukturhubungan;
(6) jarak terhadap harapan;
(7) identitas pribadi;
(8) identitas sosial ;
(9) pola cara menanggapi dunia
(10) analisis pengalaman anak;
(11) analisis materi dan cara belajar anak;
(12) fleksibelitas kesempatan
(13) penemuan setatus ;
(14) gambar kurir pendidikan ;
(15) norma-norma termasuk norma nasionalisme , patriotisme, dan perikemanusiaan ; dan
(16) nilai-nilai. Wawasan Hakekat Anak

Walau pun “ kurikulum keluarga “ sudah lengkap misalnya , namun fungsi pendidikan keluarga tidak berjalan sebagai mana mestinya seandainya para pendidik dalam lingkungan keluarga itu tidak mempunyai wawasan tentang hakekat anak siapakah anak itu?

Setiap anak pada hakekatnya memiliki “ tenaga dalam “ yang menggerakan hidupnya untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya. Di dalam diri anak akan ada fungsi bersifat rasional yang bertangguna jawab atas perilaku intelektual dan perilaku sosialnya. Anak mempunyai dorongan untuk mengarahkan dirimya ketujuan positif, akan mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan akan mampu pula menentukan nasibnya sendiri, namun ia senantiasa akan berada dalam proses”menjadi” yang terus berkembang dan tidak akan pernah selesai. Dalam hidupnya ia akan melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewudkan dirinya, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditepati. Anak merupakan suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan, namun potensinya itu terbatas. Anak adalah mahluk Tuhan yang mengandung kemungkinan untuk menjadi orang baik. Anak merupakan mahluk yang relatif yang perilakunya di kontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Lingkungan adalah penentu perilakunya dan sekaligus menjadi sunbernya, namun perilakunya itu sendiri merpakan hasil perkembangannya, kemampuan yang dipelajarinya (Roni Artasasmita, 1992:28-29). Karena itu Prof.Pranyoto Setjoatmodjo menegaskan bahwa anak didik itu adalah individu-individu yang”multi talented” (YP21LPM, 1994:131). Namun, anak-anak itu bukan manusia, laksana giliran telur-telur yang masih perlu dierami dan ditetesi oleh hangatnya pendidikan (Daldjoen, 1995:37).Berdasarkan pada asumsi bahwa jika anak yang baru dilahirkan itu suci, maka anak itu dapat didik dan memang membutuhkan pendidikan, sesuai sabda Nabi Muhammad saw bahwa” anak yang baru lahir adalah suci bersih, ibu bapaknya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, Majusi. Rousseau menyatakan pula, bahwa semua benda adalah baik sebagai ciptaan dari penciptanya, tetapi menjadi kotor ditangan manisia ( Ilich, 1959:22 ). Namun, para pendidik dilingkungan keluarga perlu mempunyai wawasan yang jembar tentang tahapan-tahapan perkembangan anak. Driyarkara menegaskan bahwa tindakan-tindakan mendidik itu harus disesuaikan dengan usia anak dan diatur menurut perkembangannya.Menurut Jhon Locke bahwa tiap individu itu mempunyai temperamen yang khusus, namun temperamen tersebut ditentukan / dipengaruhi oleh lingkungan. Olehnya itu anak harus belajar sejak masa invacy, karena melalui pendidikan, anak harus belajar sejak masa invasy, karena melalui pendidikan, anak akan menjadi lingkungan tersebut antara lain:
  1. Association, yaitu proses mengasosiasikan pikiran dan perasaan dengan kejadian-kejadian yang dialami disekitar anak.
  2. Repetion, yaitu mengulang-ulangi apa yang telah kita lakukan sehingga pada akhirnya dapat kita kerjakan dengan sempurna.
  3. Imitation, yaitu proses mengembangkan dairi dengan jalan melalui peniruan-peniruan terhadap apa yang dilihat anak disekitarnya.
  4. Reward dan punishment, yaitu proses perkembangan diri anak diakibatkan adanya perolehan hadiah dan hukuman.
Dari keempat proses tersebut lock meyakini bahwa dalam proses perkembangan diri anak, keempat hal tersebut sering terjadi secara bersamaan.Dalam kontek perkembangan anak, Rousseau’s dalam theory of Development nya mengemukakan bahwa anak mempunyai tempat yang khas didalam kehidupannya, ketika kita melihat secara sederhana kita akan mengetahui bahwa anak itu sangat berbeda dengan kita ( orang dewasa ). Anak memiliki cara melihat, cara berfikir, dan cara merasa. Hal ini sejalan dengan yang berpandangan bahwa anak berbeda kapasitas dan tingkatannya. Jika kita ingin agar bahwa itu proses dengan baik, maka kita harus mempelajari dan memahami dengan baik mengenai tahapan atau tingkatan perkembangan, yang mana rousseau mambagi empat (4) tahap atau tingkatan perkembangan antara lain:

1. Infacy (dari lahir sampai usia 2 tahun). 
Pengalaman anak dimulai secara langsung melalui sense (perasaannya), mereka mengetahui sesuatu mengenai ide atau reasoning. Pengalaman sederhana mereka itu melalui rasa senang dan rasa reasoning. Pengalaman sederhana mereka itu melalui rasa senang dan rasa sakit. Meskipun anak aktif dan mempunyai rasa ingin tahu dan belajar dengan kuat, mereka secara konstan mencoba un tuk merasakan sesuatu yang mereka dapatkan dengan melakukannya itu dia telah belajar mengenai; panas, dingin, kasar, halus, dan lain –lain mengenai kualitas objek .pada fase ini anak juga mulai belajar bahasa yang mana mereka melakukannya sendiri. Didalam sense (perasaan) mereka mengembangkan tata bahasanya secara terus-menerus dan berupaya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukannya.

2. Childhoad ( usia 2 tahun sampai 12 tahun ). 
Pada tingkatan ini anak mulai mandiri, dia sudah dapat berjalan, berbicara, dan dapat berlari tanpa bantuan orang lain, merka malai mengembangkan kemampuannya meskipun masih bersifat realistis, belum mampu terhadap hal-hal yang bersifat abstrak.

3. Late childhood ( umur 12 tahun sampai 15 tahun ). 
Pada tingkatan ini terjadi transisi antara masa anak dan masa dewasa. Selama periode ini anak secara fisik anak sudah berkuasa, umumnya terjadi transisi antara masa anak dan masa dewasa. Selama periode ini anak secara fisik anak sudah dewasa, umumnya sifat sgresif, suka menentang, secara kognitif sudah mampu berpikir secara abstrak, sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan yang rumit.

4. Adolescene
Pada fase ini anak mengalami kelahiran yang kedua, yaitu dengan ditandai perubahan badan, keinginan yang besar untuk bekerja, terjadi perubahan temperamen. Pada masa ini juga berkembang kognitif dia dapat memikirkan konsep-konsep abstrak dan lebih tertarik kepada masalah-masalah teoritis. Pada fase ini merupakan mulainya terbentuk kehidupan sosial yang benar.Tindakan Mendidik Anak:

Kelengkapan “kurikulum keluarga“ dan pemahaman yang jembar akan hakekat dan perkembangan anak, belum menjamin pendidikan keluarga dapat melaksanakan fungsinya sebagai mana mestinya, jika para pendidik dilingkungan keluarga tidak berkemampuan untuk melakukan pekerjaan mendidik, lebih-lebih jika melakukan tindakan-tindakan yang menghambat atau merugikan perkembangan pribadi anak. Tindakan-tndakan apa yang harus dilakukan adalah mendidik anak dilingkungan keluarga?Menurut hemat penulis tindakan-tindakan yang paling memadai dalam mendidik anak dilingkungan keluarga adalah segala tindakan yang mencerminkan peranan, sebagaimana disodorkan oleh Ki Hajar Dewantara (PPIPT, 1992:113), sebagai “pamong” dengan asa “ing ngarso sing tulodo”, “ing madya mangun karsa “, dan “tut wuri handayani”. Ganjaran dan hukuman, bantuan, pengarahan, penanaman faham “bebas merdeka”, dan disiplin, sebagaimana dirinci Ki Hajar Dewantara menjadi sepuluh faham (Tukimin Taruna, 1995:27), pada dasarnya bersumber kepada tiga asas itu.Tindakan mendidik anak yang mencerminkan fungsi pendidikan dalam keluarga harus disertai dengan alat pendidikan, yaitu pembiasaan dan pengawasan, perintah dan larangan, dan ganjaran dan hukuman (ngalim Purwanto, 1995:224). Namun dalam menggunakan alat-alat pendidikan ini para pendidik dalam lingkungan keluarga hendaknya berperan sebagai “among”dan berpijak kepada tiga asas yang diutarakan diatas. Tindakan pendidikan yang menyimpang dari tiga asas tersebut, dapat menimbulkan terjadinya proses disosialisasi yang menuju kearah pembentukan dan perkembangan kepribadian anak yang “berantakan”. Proses pendidikan dan proses sosialisasi ini sangat berkaitan, bahkan saling tumpang tindih, sehingga Nasution (1993:142) menyatakan bahwa sosialisasi itu dapat dianggap sama dengan pendidikan. Falsafah Pengasuhan Anak:Gesell percaya bahwa hukum-hukum kematangan harus mendasari pola pengasuhan anak (child rearing). Bayi lahir kedunia membawa “inborn schedule” yang merupakan hasil proses evalusi. Orang tua tidak bisa memaksakan anak-anaknya sesuai pola-pola tertentu, tetapi harus melihat isyarat-isyarat yang muncul dari diri si anak. Misalnya, dalam pemberian makan. Gasell menyarankan “demand feeding”, yaitu pemberian makan pada saat anak menunjukan kesediaan untuk makan, sebagai ganti memberi makan sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Gasell mengungkapkan adanya dua jenis waktu:*Waktu organik (organik time) yang didasarkan pada kebiasaan tubuh, dan*Waktu jam (clock time) yang didasarkan pada astronomi dan konvensi budaya.
Self demand schedule berasal dari organic time. Bayi diberi makan bila merasa lapar, dibiarkan tidur bila mengantuk, diberikan permainan sosial apabila dia menginginkannya. Bayi tidak diatur oleh jam yang terletak di dinding, tetapi lebih diatur oleh “internal clock” yang menggambarkan fluktuasi kebutuhan-kebutuhannya.Jika orang tua dapat menahan keinginannya tentang apa yang seharusnya dilakukan sibayi/ anak dan mengikuti sinyal-sinyal dan isyarat-isyarat yang dikeluarkan bayi, berarti orang tua mulai menghargai keinginan bayi dalam menumbuhkan self-regulatory. Menurut Gesell, tahun pertama merupakan saat yang baik untuk belajar menghargai individualias anak. Orang tua yang peka dan responsif terhadap kebutuhan anaknya semasa bayi, biasanya akan peka terhadap kekhasan minat anaknya di kemudian hari. Mereka tidak terlalu memaksakan harapan-harapan dan ambisi terhadap anak. Hal seperti ini disebut “intuitive sensitivity”.Selain “intuitive sensitivity” orang tua juga perlu mengetahui trend dan sequence dari perkembangan. Orang tua harus menyadari bahwa perkembangan berubah dari periode stabil ke tidak staibil. Pengetahuan seperti ini akan membuat orang tua lebih bersabar dan dapat memahami anaknya.Falsafah Gesell tampak sangat permisif dan terlalu memanjakan anak. Akan muncul pertanyaan-pertanyaan: apakah sikap seperti ini tidak akan merusak? apakah anak menjadi “bossy” ?Menurut Gesell, seorang anak harus belajar mengontrol inpulimpulnya, menyesuaikan dengan tuntutan budaya. Anak justru mempelajarinya dengan baik apabila kita memberikan perhatian terhadap kematangan. Misalnya dalam masalah makan, pada awalnya bayi jangan dibiarkan menunggu terlalu lama. Hasrat utama seorang bayi adalah makan dan tidur. Keinginan ini bersifat individual dan organis, tidak bisa ditrasformasikan dan diabaikan. Tidak lama kemudian, kira-kira umur 4 bulan, saluran gastrointestinal tidak lagi mendominasi kehidupannya, frekwensi menangis berkurang. Ini merupakan tanda bagi orang tua bahwa anak dapat menunggu waktu makan.Beberapa lama kemudian, dengan meningkatnya perkembangan bahasa dan perspektif waktu, anak mulai dapat menunda pemuasan kebutuhan yang segera. Lingkungan dapat membantu meringankan anak mencapai kematangan untuk mentelolir kontrol.Gesell yakin bahwa para pengasuh yang peka dapat menyimbangkan kekuatan kematangan dengan kekuatan kulturasi dari lingkungan. Enkulturasi memang perlu, tetapi tujuan utama bukanlah mencocokan individu kedalam bentuk-bentuk sosial. Situasi semacam itu, merupakan tujuan dari rejim otoriter. Dalam iklim demokratis diharapkan munculnya otonomi dan individualistas. Enkulturasi yang terjadi diluar keluarga/ rumah (sekolah dsb) harus sejalan yang terjadi dirumah. Sekolah-sekolah mengajarkan keterampilan dan kebiasaan yang diperlukan untuk menjadi anggota masyarakat. Guru-guru, seperti halnya orang tua, jangan terlalu berfikir eksklusif dalam mencapai tujuan lingkungan ini sehingga mengabaikan bagaimana seorang anak berkembang.Dalam kaitan itu, Lock Education philosofhy, ini pada dasarnya menyangkut empat isi antara lain:
  1. Self-Control merupakan tujuan utama dari pendidikan, bagaimana anak dapat mengontrol dirinya setelah memperoleh pendidikan. Dalam hal ini anak perlu dilatih mendisiplinkan diri, perlu dilatih dalam berbagai hal.
  2. Best reward and punishment, bagaimana memberikan hadiah dan hukuman kepada anak. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa hadiah yang terbaik adalah yang berarti dari anak dan hukuman yang terbaik adalah hukuman yang setimpal dengan kesalahan yang diperbuat oleh anak.
  3. Rules, yakni kita perlu mengajarkan anak tentang aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dimana anak itu berada. Dalam hal ini anak diupayakan untuk meniru hal-hal fositif, olehnya itu ketika kita mengajar anak hendaknya dengan model yang baik karena anak akan meniru model tingkah laku yang kita perlihatkan pada anak tersebut.
  4. Children’s special characteristic, yakni perlu memperhatikan kekhususan karakter anak. Setiap anak mempunyai kapasitas intelektual yang berbeda, oleh nya itu pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kemampuan/ kekhususan anak.
Dalam kaitan ini dengan uraian Lock, Rossuo dan Gesell, penulis ingin menggunakan pemikiran Juhaya S. Praja sebagai rujukan, dalam mengawasi keterkaitan fitroh manusia dalam konteks pendidikan anak (manusia) secara lebih mendasar dan komprehensif.Lebih lanjut Juhaya S. Praja mengklasifikasikan bahwa ‘fitrah manusia’ (yang terdiri dari al-‘aql, intellectual faculty; al-syahwat, nafsu; al-Ghadlab) terkait dengan ‘fungsi dasariahnya” dibanding dengan mahluk lain ciptaan Tuhan YME, bagaimana menata analisis aktualisasi potensi bawaan dalam setting kehidupan, serta proses aktualisasi dengan harapan ideal, adalah harus menjadi pondasi dalam pengembangan konsep dan praksis pendidikan anak (manusia).

Aktualisasi potensi fitriyah selalu dibarengi dengan transformasi pengetahuan, sikap dan perilaku standar normatif dengan: 
(1) proses pengindraan, empirik (al-Tarjribah al-hissiyyah), terdiri dari al-sam’, al-udzun, al-bashar, al-‘uyun dan al-fu’ad; 
(2) proses penalaran dengan akal (al-qulub); 
(3) Otoritatif atau al-naqliyyah dan melalui proses transmisi data atau al-mutawatirat.

Andai model aktualisasi itu secara luas dijadikan paradigma dasar mewarisi kognisi, sikap dan perilaku kependidikan anak (manusia) dalam arti luas, yakni diawali pada lingkungan keluarga, masyarakat dsb, diyakini dapat memberikan sumbangan yang amat besar dalam setiap program pengembangan sumber daya manusia, menuju kepada insan kamil.

KESIMPULAN
Pertama, keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan faktor determinan pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak, sehingga akan menentukan nilai kebermaknaannya dalam konteks kehidupan masyarakat.
Kedua, pendidikan keluarga memberikan pengaruh kuat terhadap pembentukan potensi watak dan kepribadian anak, terutama dalam masa-masa anak berumur dibawah lima tahun, sehingga diatas fondasi itulah mengendap sifat-sifat kepribadian anak yang diperoleh melalui proses inkulturasi dan sosialisasi dilingkungan rumah dan luar rumah.
Ketiga, tindakan pendidikan keluarga dipengaruhi oleh sikap-sikap para pendidik terhadap ‘kurikulum keluarga’, terhadap hakekat dan perkembangan anak, dan terhadap konsep pendidikan keluarga.
Keempat, suasana fisik dan psikologik dalam keluarga mempengaruhi secara kuat terhadap proses inkulturasi, internalisasi anak, yang pada gilirannya akan menentukan pula terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian anak.Keempat, perkembangan kepribadian anak akan dipengaruhi oleh faktor pendidikan dalam keluarga, lingkungan sosial, lingkungan kultural, disamping oleh lingkungan geografik dan warisan biologik.Kelima, pendidikan keluarga merupakan faktor determinan pertama dan utama dalam mengefektifkan pelaksanaan tugas-tugas perkembangan yang harus dipelajari anak (sifat Fitriyah, fungsi desariah dan proses aktualisasinya).Keenam, keluarga sebagai lembaga pendidikan dan wahana sosial anak, sepatutnya ia menjadi alat pembentukan ketaqwaan kepada Tuhan Allah SWT, dan alat sosialisasi. Oleh karenanya, secara subtansif isi pendidikannya harus meliputi: keyakinan agama, nilai moral, nilai budaya, keterampilan kerumah tanggaan.

--00o00—

DAFTAR PUSTAKA
Antony D. Smith, The Concept of social Change: a crtique of fundamentalist theory of social change:London, 
Routledge & Kegan paul..1973.
An Nahlawi Abdurrahman. Pendidikan Islam: dirumah, sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. 1996.
Ahmad, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta. 1991.Anshari, Endang Syaefuddin. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Budaya Ilmu. 1987..
Aly, Hery Noer. Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.
Adiwikarta, Sudarja. Sosiologi pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat, Jakarta: Ditjen Dikti. 1994.
Abdullah, Syamsuddin. Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosilogi Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Defartemen Agama Republik Indonesia. Jakarta: 1992.
Bakhtiar, Amsal ..Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997.
B.P.G., Ilmu Pendidikan sosial), Bandung: BPG No. 42.1963.
Daud, Mohammad. Croos-Culturai Psychology and Human Behafior in Global Pres pevtive, (Makalah) Bandung: PPS UNPAD.1997.
Djamari. Agama D Alam Perspektif Sosiologis. Bandung: Alfabeta 1973.
Faisal, Sanafiah. Sosiologi Pendidikan, Surabaya
Promo: harga jasko jas koko murah | jas koko

Senin, 13 Agustus 2012

WARTA PIKABUNGAHEUN (:2/25)


  • Aya warta matak bungah, keur jalma anu sumerah,
    nu resep amal ibadah, nu ngomean lampah salah.

  • Ka jalma nu laku hade, rek lalaki rek awewe,
    Alloh moal hare-hare, bakal diganjar nu hade.

  • Matuhna ge di sawarga, sawarga endah kacida,
    langgeng matuhna di dinya, nampi kurnia Mantenna.

  • Linggih di Janatunna’im, patempatan anu mu’min,
    sawargana kanimatan, di dunya taya bandingan.

  • MATAK WAAS


  • Ya Alloh Nu Maha Akbar, estu waas matak kelar,
    ningal daratan nu ngampar, alam dunya nu ngagelar.

  • Ret neuteup ka awang-awang, megana pating kalayang,
    langit teu aya tungtungna, endah temen kasawangna.

  • Ti siang ngempray caraang, titingalan awas lenglang,
    ti wengi bentang baranang, cahaya bulan gumiwang.

  • Teu lami hujan miripis, ti langit hujan girimis,
    hujan rohmat ti Pangeran, Mantenna Nu Maha Heman.

  • Tutuwuhan breng jaradi, renung dina latar bumi,
    sadaya eta rejeki, paparin Ilahi Robbi.

  • Mekar sakur kekembangan, leubeut sugri bungbuahan,
    kukupu gegelebaran, bangbara sareng nyiruan.

  • Mung ka Alloh nya sumembah, kade ulah salah nyembah,
    ulah rek nyembah berhala, sabab eta teh doraka.

  • CAHAYA KILAT SAJORELAT


  • Pareng leumpang tengah peuting, poek mongkleng sepi jempling,
    ngadadak baranyay kilat, serab kilat sajorelat.

  • Jelebet sorana tarik, dunya eundeur rek tibalik,
    tinggorowok tingkoceak, asa kiamat ngadadak.

  • Gelap dor-dar tingjelegur, dunya asa arek lebur,
    nu munapek tingjarerit, sieun maot jadi mayit.

  • Careurik aluk-alukan, anak bojo dicalukan,
    tapi taya nu nembalan, hayang salamet sorangan.

  • Kitu misil nu munapek, leumpang ngatog di nu poek,
    uyup-ayap rungah-ringeuh, hatena tagiwur riweuh.

  • Nu munapek lolong hate, teu apal goreng jeung hade,
    cilaka estu cilaka, nu munapek ka naraka.

  • Alloh Nu Maha Ngamurba, ngamurba ka sadayana,
    sadaya mahluk Mantenna, Alloh Nu Maha Kawasa.

  • Ulah Waswas Tong Hariwang |Puisi Sunda

    Anu hatena ngolembar, waswas hamham tara sabar,
    caang pikir sagebrayan, gancang leumpang rurusuhan.

    Reup deui poek meredong, utag-atog rarang-rorong,
    jen ngajentul mandeg mayong, paningalna jadi lolong.

    Lolong teh lolong batinna, torek teh torek rasana,
    musna rasa manusana, nu kitu kapir ngaranna.

    Nu matak ulah rek hamham, sabab matak ipis iman,
    ulah waswas ragu-ragu, mandeg mayong mundur maju

    JALAN PITUDUH



    Dina Al – Qur’an nu mulya, seueur simbul jeung siloka, silib sindir jeung sasmita, anu mu’min mah percaya.

    Perlambang teh tuduh jalan, nu mu’min percanten pisan, tapi ceuk jelema kapir, matak sasab silib sindir.

    Siloka sareng sasmita, eta pituduh Mantenna, tuduh jalan ka umat-Na, sangkan teu sasab hirupna.

    Pikeun ngahartikeun lambang, urang sing asak jeujeuhan, maca tapsir tarjamahan, engke aya katerangan.

    Saeusina jagata raya, eta ge ayat Mantenna, upami ditapakuran, seueur rasiah Pangeran.

    Ta pi keur jalma nu musrik, silib sindir teu dilirik, ayat-ayat ti Pangeran, diantep teu dilenyepan.

    Dasar jelema nu fasik, hirupna teh estu musrik, gawe nyieun karuksakan, rugi lain meumeueusan.

    Minggu, 22 April 2012

    Kompromi dengan perasaan WANITA

    Sudah lama nih tidak posting... langsung aja tanpa basa-basi. : trik memahami dan berkompromi dengan pasangan

    1. Perempuan suka didengarkan. Jadi kalau dia sedang marah,
      dengarkan saja. Kalau diladeni, tujuh hari tujuh malam, dia tahan
      bertengkar!
    2. Perempuan suka dilembuti. Jangan pernah sekali-kali kasar pada
      perempuan karena perempuan bisa menjadi lebih kasar.
    3. Perempuan suka diberi kejutan-kejutan kecil. Tidak harus memberi
      emas berlian pada sang istri, cukup kecupan mesra di kening tapi
      penuh cinta nan lembut.
    4. Sentuhlah perempuan dengan kasih yang sesungguhnya. Kasih ini
      akan membuat perempuan memberikan cinta yang lebih.
    5. Berikan perhatian setiap saat. Ketika tidur pun sebenarnya
      perempuan ingin diperhatikan. Ketersipuannya menandakan rasa
      senangnya diperhatikan.
    6. Kirim selalu kata-kata mesra nan menggoda. Walau kata-kata
      cinta terasa biasa, tidak bagi perempuan. Kata-kata "Aku kangen
      kamu sayang
      ", atau "Sehari tanpa mendengar suaramu, aku bisa gila",
      atau "Hanya kamu yang membuatku tergila-gila", sudah cukup membuat
      hati perempuan melambung ke langit tuju. Menggetarkan relung-relung
      hati dan jiwanya.

    Kamis, 12 April 2012

    Kajian Ustad Abdul Aziz (Mantan Pendeta Hindu)

    Mungkin sudah biasa kita mendengar atau menyimak pembicaraan tentang orang-orang di luar agama Islam yang kemudian menjadi seorang muslim lalu memberikan kesaksian di mana-mana. Hanya saja yang satu ini agak beda karena kesaksiannya bisa membuat orang kaget, tersinggung dan mungkin ada yang marah. Seorang mantan Pendeta Hindu yang bernama asli Ida Bagus  Erit Budi Finarno, SAG yang lahir di Tabanan Bali sebagai kasta tertinggi orang Hindu yaitu kasta Brahmana, sejak tahun 1995 mengganti namanya dengan Abdul Aziz setelah beliau mendapat hidayah memeluk agama Islam.
    Alumni PGA dengan gelas SAG namun bukan SAG Muslim tetapi SAG Kaaafir yang saat ini telah dijuluki sebagai seorang ustdaz membeberkan tentang ajaran agama hindu yang dulu telah dianutnya secara gambalang karena disertai dengan dalil-dalil dari kitab Weda. Dari paparan yang beliau sampaikan mungkin ada sebagian umat Islam ini yang kaget, tersinggung atau bahkan marah karena beliau sampaikan bahwa ritual-ritual yang selama ini banyak dikerjakan umat Islam ternyata telah dulu dikerjakan oleh umat Hindu yang memang disebutkan dalam Kitab suci agama mereka. Namun demikian bagi umat Islam yang mau mengkaji agama ini dengan benar berdasarkan Al-qur’an da sunnah tentu tidak usah bingung dan tidak usah kaget, namun seharusnya semakin yakin untuk meninggalkan segala macam ritual yang selama ini dikerjakan namun tidak pernah diperintahkan di dalam Al-qur’an maupun As-Sunnah tetapi malah diperintahkan di dalam kitab Weda yang bukan kitab sucinya umat Islam.
    Seperti apa paparan ustadz yang satu ini silahkan simak dalam rekaman berikut.

    Ceramah Mantan Pendeta Hindu (Mualaf) Part 9.wmv

    Manakala Hidupmu Tampak Susah Untuk Dijalani...

    Manakala Hidupmu Tampak Susah Untuk Dijalani...
     
    Seorang professor berdiri di depan
    kelas filsafat dan mempunyai
    beberapa barang di depan mejanya.

    Saat kelas dimulai, tanpa
    mengucapkan sepatah kata, dia
    mengambil sebuah toples mayones
    kosong yang besar dan mulai mengisi
    dengan bola-bola golf.

    Kemudian dia berkata pada para
    muridnya, apakah toples itu sudah
    penuh? Mahasiswa menyetujuinya.

    Kemudian professor mengambil sekotak
    batu koral dan menuangkannya ke
    dalam toples. Dia mengguncang dengan
    ringan. Batu-batu koral masuk,
    mengisi tempat yang kosong di antara
    bola-bola golf.

    Kemudian dia bertanya pada para
    muridnya, Apakah toples itu sudah
    penuh? Mereka setuju bahwa toples
    itu sudah penuh.

    Selanjutnya profesor mengambil
    sekotak pasir dan menebarkan ke
    dalam toples...

    Tentu saja pasir itu menutup segala
    sesuatunya. Profesor sekali lagi
    bertanya apakah toples sudah penuh?

    Para murid dengan suara bulat
    berkata, "Yaa!"

    Profesor kemudian menyeduh dua
    cangkir kopi dari bawah meja dan
    menuangkan isinya ke dalam toples,
    dan secara efektif mengisi ruangan
    kosong di antara pasir.

    Para murid tertawa...

    "Sekarang," kata profesor ketika
    suara tawa mereda, "Saya ingin
    kalian memahami bahwa toples ini
    mewakili kehidupanmu.
    "

    "Bola-bola golf adalah hal-hal yang
    penting - Tuhan, keluarga, anak-anak,
    kesehatan, teman dan para
    sahabat. Jika segala sesuatu hilang
    dan hanya tinggal mereka, maka
    hidupmu masih tetap penuh.
    "

    "Batu-batu koral adalah segala hal
    lain, seperti pekerjaanmu, rumah
    dan mobil.
    "

    "Pasir adalah hal-hal yang lainnya
    - hal-hal yg sepele.
    "

    "Jika kalian pertama kali memasukkan
    pasir ke dalam toples,
    "  lanjut
    profesor, "Maka tidak akan tersisa
    ruangan untuk batu koral ataupun
    untuk bola-bola golf. Hal yang sama
    akan terjadi dalam hidupmu
    ."

    "Jika kalian menghabiskan energi
    untuk hal-hal sepele, kalian tidak
    akan mempunyai ruang untuk hal-hal
    yang penting buat kalian
    "

    "Jadi..."

    "Berilah perhatian untuk hal-hal
    yang kritis untuk kebahagiaanmu.
    Bermainlah dengan anak-anakmu.
    Luangkan waktu untuk check up
    kesehatan.


    Ajak pasanganmu untuk keluar makan
    malam. Akan selalu ada waktu untuk
    membersihkan rumah, dan memperbaiki
    mobil atau perabotan.
    "

    "Berikan perhatian terlebih dahulu
    kepada bola-bola golf - Hal-hal
    yang benar-benar penting. Atur
    prioritasmu. Baru yang terakhir,
    urus pasir-nya
    ."

    Salah satu murid mengangkat tangan
    dan bertanya, "Kalau Kopi yg
    dituangkan tadi mewakili apa?"

    Profesor tersenyum, "Saya senang
    kamu bertanya. Itu untuk menunjukkan
    kepada kalian, sekalipun hidupmu
    tampak sudah begitu penuh, tetap
    selalu tersedia tempat untuk
    secangkir kopi bersama sahabat"
    :-)
     
    ---------------------
    Tulisan di atas disari dari "google bottle".
    Anda bisa memberikan 
komentar di halaman ini:
    http://www.anneahira.com/manakala-hidupmu-tampak-susah-untuk-dijalani.htm
    ---------------------

    Minggu, 01 April 2012

    Pertanyaan-pertanyaan Al-Ghazali tentang Kehidupan


    Pada suatu hari Imam Al Ghozali berkumpul dengan para muridnya, lantas Imam Al Ghozali mengajukan beberapa pertanyaan:
    Pertanyaan pertama : "Apa yang PALING DEKAT dengan diri kita di dunia ini?".
    Murid-muridnya itu menjawab berbeda-beda; orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Lalu Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
    "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (QS. Ali Imron:185)
    Pertanyaan kedua : "Apa yang PALING JAUH dari diri kita di dunia ini?".
    Diantara murid-muridnya itu ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar, tapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
    Pertanyaan ketiga : "Apa yang PALING BESAR di dunia ini?".
    Murid-muridnya tersebut ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Kata Imam Ghazali semua jawaban itu benar, tetapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU".
    "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai". (QS. Al A'raf:179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
    Pertanyaan keempat: "Apa yang PALING BERAT di dunia ini?".
    Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" .
    "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh," (QS. Al Ahzab:72). Tumbuh-tumbuhan, binatang,gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.
    Pertanyaan kelima : "Apa yang PALING RINGAN di dunia ini?".
    Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan solat.
    Pertanyaan keenam : "Apakah yang PALING TAJAM di dunia ini?".
    Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA", sebab melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

    Selasa, 27 Maret 2012

    Kumpulan Kata-Kata Motivasi Mario Teguh

    Berikut adalah kumpulan kata-kata Motivasi Golden Way Mario Teguh
    Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
    bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
    Karena keseimbangan sikap adalah penentu
    ketepatan perjalanan kesuksesan anda

        Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita

        adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
        itulah kita menemukan dan belajar membangun
        kesempatan untuk berhasil

    Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
    sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
    yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
    Anda akan mengenal sudut pandang yang baru

        Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
        pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
        belajar, akan menjadi pemilik masa depan

    Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
    pencapaian kecemerlangan hidup yang di
    idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
    kesenangan adalah cara gembira menuju
    kegagalan

        Jangan menolak perubahan hanya karena anda
        takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
        dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
        anda capai melalui perubahan itu

    Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
    anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
    lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
    cara-cara anda baru

        Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
        Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
        anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
        bila sikap anda salah

    Orang lanjut usia yang berorientasi pada
    kesempatan adalah orang muda yang tidak
    pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
    pada keamanan, telah menua sejak muda

        Hanya orang takut yang bisa berani, karena
        keberanian adalah melakukan sesuatu yang
        ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
        punya kesempatan untuk bersikap berani

    Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
    stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
    tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
    anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.

        Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
        mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
        tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
        yang kemudian anda dapat

    Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
    kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
    seperti orang yang terus memeras jerami untuk
    mendapatkan santan

        Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
        dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
        anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
        yang berbakat

    Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
    daripada orang kaya yang penakut. Karena
    sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
    depan yang akan mereka capai

        Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
        ketahui, kapankah kita akan mendapat
        pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
        kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

    Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
    Dengan mencoba sesuatu yang tidak
    mungkin,anda akan bisa mencapai yang terbaik
    dari yang mungkin anda capai.

        Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
        adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
        menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
        mendahulukan istirahat sebelum lelah.

    Bila anda mencari uang, anda akan dipaksa
    mengupayakan pelayanan yang terbaik.
    Tetapi jika anda mengutamakan pelayanan yang
    baik, maka andalah yang akan dicari uang

        Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
        mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
        tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
        mengubah diri kita sendiri

    Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
    melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
    orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
    seharusnya dilakukan saat muda.

        Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
        berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
        kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
        adalah sumber dari semua kekayaan

    Orang-orang yang minta gaji lebih biasanya tidak dapat lebih, tapi yang melakukan lebih dan berkualitas akan mendapat lebih. Jangan takar tenaga yang Anda keluarkan berdasarkan gaji yang Anda dapatkan tetapi berdasarkan hasil yang dapat Anda kontribusikan bagi kelangsungan dan keuntungan perusahaan Anda.

    Senin, 26 Maret 2012

    Kalimat Motivasi dari Nabi dan Sahabat

    Berikut adalah kalimat motivasi dari Rasul dan para sahabat :
    Kata motivasi Islam dari Rasulullah. Pertama, pahlawan sejati bukanlah seseorang yang berani menghunuskan pedangnya ke leher lawan namun ia adalah seseorang yang mampu mengendalikan dirinya ketika ia sedang dikuasai amarah. Kata motivasi islam Kedua, sesungguhnya senyumanmu terhadap saudaramu merupakan sedekah. Ketiga, jauhilah dengki karena dengki akan menghapuskan seluruh amal kebajikan laksana api yang menghanguskan kayu bakar. Keempat, ada tiga sifat yang akan merusak diri manusia yakni menuruti hawa nafsu, sifat kikir, dan mengagumi diri sendiri secara berlebihan.
    Kata motivasi Islam dari Khalifah Umar bin Khattab. Pertama, orang yang paling dicintai Khalifah Umar adalah seseorang yang mampu menunjukkan kesalahan beliau. Kedua, gapailah ilmu dan belajarlah tenang serta bersabar untuk meraihnya. Ketiga, barang siapa gemar menghinakan orang lain maka ia pun akan dihinakan. Keempat, seseorang yang mencintai akhirat maka dunia ini akan melayaninya. Kelima, seseorang yang mampu menjaga kehormatan orang lain maka kehormatan dirinya pun akan terjaga. Keenam, tidak ada pakaian yang lebih baik kecuali pakaian ketakwaan. Ketujuh, tidak ada amal baik melainkan nasihat tentang kebajikan. Kedelapan, rizki yang lebih baik berupa kesabaran.
    Kata motivasi Islam dari Ibnu Mas’ud. Manusia di dunia ini laksana tamu dan harta yang dimilikinya merupakan pinjaman. Cepat ataupun lambat, tamu tersebut akan pergi. Begitu pula dengan pinjamannya, juga harus dikembalikan.
    Kumpulan Kata motivasi Islam lainnya. Pertama, sesungguhnya orang-orang yang teraniaya doanya akan didengar hingga ke langit. Kedua, ada tiga perkara yang akan merusak kehidupan. Yakni penguasa yang dzalim, perempuan yang tidak mampu menjaga kehormatannya, dan tetangga yang berperangai buruk. Ketiga, ada tiga perkara yang akan membuat dunia ini menjadi damai. Yakni keadilan, keamanan, dan kemakmuran. Keempat, manusia yang paling baik adalah mereka yang senantiasa bersyukur dan berderma di saat lapang serta bersabar dalam kesempitan dan selalu mendahulukan orang lain.

    9 Kalimat-kalimat Motivasi Mario Teguh

    Motivasi dapat mendorong untuk berbuat lebih dalam hidup. Demikian pula dalam meraih sukses, terkadang pun butuh suntikan motivasi. Motivasi bisa datang dari siapa saja. Mulai dari seorang tokoh motivator, orang-orang sukses, guru, teman, saudara, orang tua bahkan dari kehidupan. Motivasi juga bisa didapat dengan merenungkan kalimat motivasi yang tertulis maupun yang diucapkan lisan. Berikut sejumlah kalimat motivasi dari tokoh motivator ternama Indonesia saat ini, Mario Teguh.

    Kalimat motivasi pertama. “Dasar sebuah ketepatan adalah ketepatan dalam mengambil sikap. Jika Anda mengambil sikap dengan tepat maka tidak ada penghalang bagi keberhasilan. Namun bila Anda salah dalam mengambil sikap maka tidak ada seorang pun yang bisa menolong”.

    Kalimat motivasi kedua. “Tinggalkanlah segala kesenangan hidup yang akan menghalangi kesuksesan hidup yang Anda cita-citakan. Berhati-hatilah sebab ada beberapa kesenangan hidup yang justru akan mengantarkan Anda menuju kegagalan.”

    Kalimat motivasi ketiga. “Waktu tidak memiliki harga namun sangatlah berharga. Oleh karena itu waktu yang Anda miliki tidak akan membuat Anda kaya namun bila Anda menggunakannya dengan baik maka itulah sumber dari segala kekayaan.”

    Kalimat motivasi keempat. “Hentikan kebiasaan membandingkan kekurangan Anda dengan kelebihan yang dimiliki orang lain.”

    Kalimat motivasi kelima. “Jangan pernah menyalahkan apa pun demi menutupi kelemahan pada diri Anda. Kelemahan sebenarnya merupakan kekuatan yang belum diketahui manfaatnya.”

    Kalimat motivasi keenam. “Seseorang yang selalu gelisah pada siang hari dan sulit memejamkan mata pada malam hari adalah orang yang tidak berpihak pada kebaikan yang dimilikinya.”

    Kalimat motivasi ketujuh. “Ketegasan merupakan kualitas hati yang telah dirindukan sejak lama oleh seseorang yang telah membiarkan dirinya terlantar di antara ketakutan dan keraguan.”

    Kalimat motivasi kedelapan. “Negara kita tidak akan mampu mencapai kemakmuran, kemandirian, dan kekuatan yang sejati bila sebagian besar rakyatnya menjadi pegawai.”

    Kalimat motivasi kesembilan. “Jika uang yang Anda cari maka Anda akan dipaksa mengusahakan pelayanan yang terbaik. Namun bila Anda mengusahakan yang terbaik maka uanglah yang akan mencari Anda.”

    Memabahas Makna Syukur| Artikel Makalah

    Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (l) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
    Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.
    Dalam Al-Quran kata "syukur" dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Farts dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu,
    1. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dart tumbuhan barwaqah) . Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur , walau dengan awan mendung tanpa hujan.
    2. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
    3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit) .
    4. Pernikahan, atau alat kelamin.
    Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang menggambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak.
    Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata "syukur" mengisyaratkan: "Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur ."
    Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata "syukur" mengandung arti "gambaran dalam benak tentang nikrnat dan menampakkannya ke permukaan". Kata ini-tulis Ar-Raghib-menurut sementara ulama berasal dari kata "syakara" yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup-(salah satu artinya adalah) melupakan nikrnat dan menutup-nutupinya.
    Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur, antara lain dalam QS Ibrahim (l4):7

    وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
    Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.
    Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Quran:


    قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

    Ini adalah sebagian anugerah Tuhan-Ku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur (QS An-Naml [27]: 40).

    Hakikat syukur adalah "menampakkan nikmat", dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menarnpakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:


    وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

    Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya (QS Adh-Dhuha [93]: 11).
    Nabi Muhammad Saw. pun bersabda,
    Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At- Tirmidzi).
    Sementara ulama ketika menafsirkan flrnlan Allah, "Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat}-Ku" (QS Al-Baqarah [2]: 152), menjelaskan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk mengingat Tuhan tanpa melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur yang demikian .lahir dari keikhlasan kepada- Nya, dan karena itu, ketika setan menyatakan bahwa, "Demi kemuliaan- Mu, Aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya" (QS Shad [38]: 82), dilanjutkan dengan pemyataan pengecualian, yaitu, "kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlash di antara mereka" (QS Shad [38]: 83). Dalam QS Al-A'raf (7): l7 Iblis menyatakan, "Dan Engkau tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka (manusia) bersyukur." Kalimat "tidak akan menemukan" di sini serupa maknanya dengan pengecualian di atas, sehingga itu berarti bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang- orang yang mukhlish (tulus hatinya).
    Dengan demikian syukur mencakup tiga sisi:
    1. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah.
    2. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya.
    3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
    Uraian Al-Quran tentang syukur mencakup sekian banyak aspek. Berikut akan dikemukakan sebagian di antaranya

    Siapa yang harus Disyukuri?
    Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur. sedang Allah Swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.


     ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
    Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan} dirinya sendiri, dan barangsiapa yang -kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40).
    Karena itu pula. manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya. dan mencapai peringkat terpuji. adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih.
    Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri Rasulullah Saw.) memberikan makanan yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa.


    إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
    Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
    Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah. namun karena kemurahan -Nya. Dia menyatakan diri -Nya sebagai Syakirun Alim (QS Al-Baqarah [2]: l58). dan Syakiran Alima (QS An-Nisa. [4]: 147), yang keduanya berarti. Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas

    Manfaat Syukur bukan untuk Tuhan
    Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur. sedang Allah Swt. sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.


     ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
    Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan} dirinya sendiri, dan barangsiapa yang -kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40).
    Karena itu pula. manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya. dan mencapai peringkat terpuji. adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih.
    Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri Rasulullah Saw.) memberikan makanan yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa.


    إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
    Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
    Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah. namun karena kemurahan -Nya. Dia menyatakan diri -Nya sebagai Syakirun Alim (QS Al-Baqarah [2]: l58). dan Syakiran Alima (QS An-Nisa. [4]: 147), yang keduanya berarti. Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas

    Bagaimana Cara Bersyukur
    Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga sisi dari syukur. yaitu dengan hati. lidah. dan anggota tubuh lainnya. Berikut akan dirinci penjelasan tentang masing-masing sisi tersebut.
    a. Syukur dengan hati
    Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76- 82).
    Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur-seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip di atas- diartikan oleh orang yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).
    Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukumya kepada Allah.
    Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu) .
    Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki-seperti melakukan sujud dalam shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud ini bukan bagian dari shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu .
    b. Syukur dengan lidah
    Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al-Quran. seperti telah dikemukakan di atas. mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "al-hamdulillah".
    Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji. walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.
    Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa disebut allil-istighraq. yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah me- ngandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah Swt. bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
    Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah. maka itu berartipada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya. maka pujian tersebut pada akhirnya harus di- kembalikan kepada Allah Swt. .sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada lahimya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai "kurang baik" .maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil. syukur dengan lidah adalah "al-hamdulillah" (segala puji bagi Allah).
    c. Syukur dengan perbuatan
    Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan,
    Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS Saba' [34]: 13).
    Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
    Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:


    وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

    Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).
    Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-Nya".
    Dalam konteks inilah terutama realisasi dari janji Allah,
    Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) (QS Ibrahim [l4]: 7)
    Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dari langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
    Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi. di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih. "
    Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran diperhadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14]:7). Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [l4]:7).
    Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas dan takut.


    وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
    Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [l6]: 112).

    Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba -satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pemah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis. Surat Saba (34): l5-l9 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah aimya. Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Quran dengan baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhimya mereka berserak-serakkan, tanahnya berobah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja. Demikian uraian Al-Quran. Dalam konteks keadaan mereka. Allah berfirman,

    Demikianlah kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (kengganan bersyukur) mereka. kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur (QS Saba [34]: l7).
    Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer:

    Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesusngguhnya siksa-Ku amat pedih (QS lbrahim [14]: 7

    Kemampuan Manusia Bersyukur
    Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah secara sempurna; baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat dalam Al-Quran yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya sekalipun. tetap bermohon agar dibimbing. diilhami dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.

    Dia berdoa, "Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai" (QS An-Naml [27]: l9).

    Ia berdoa, " Wahai Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai" (QS Al-Ahqaf [46] : 15).

    Nabi Saw. juga berdoa dan mengajarkan doa itu untuk dipanjatkan oleh umatnya,

    Wahai Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur untuk-Mu, dan beribadah dengan baik bagi-Mu.
    Permohonan tersebut sangat diperlukan, paling tidak disebabkan oleh dua hal: Pertama, manusia tidak mampu mengetahui bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk memuji Allah, dan karena itu pula Allah mewahyukan kepada manusia pilihan-Nya kalimat yang sewajarnya mereka ucapkan. Tidak kurang dari lima kali ditemukan dalam Al-Quran perintah Allah yang berbunyi. Wa qul, "Alhamdulillah" (Katakanlah, "Alhamdulillah").
    Mengapa manusia tidak mampu untuk memuji-Nya? Ini disebabkan karena pujian yang benar menuntut pengetahuan yang benar pula tentang siapa yang dipuji. Tetapi karena pengetahuan manusia tidak mungkin menjangkau hakikat Allah Swt. , maka tidak mungkin pula ia akan mampu memuja dan memuji-Nya dengan benar sesuai dengan kebesaran dan ke-Agunganya.

    Mahasuci engkau, kami tidak mampu melukiskan pujian untuk-Mu, karena itu (pujian) kami sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu.
    Atas dasar ini. maka seringkali pujian yang dipersembahkan kepada Allah. didahului oleh kata "Subhana" atau yang seakar dengan kata itu. Perhatikanlah firman-Nya dalam surat Asy-syura

    Para malaikat bertasbih sambil memuji Tuhan mereka.
    Atau dalam surat Ar-Ra'd (13): 13:

    Guntur bertasbih sambil memuji-Nya.
    Bahkan manusia pun di dalam shalatnya mendahulukan tasbih (pensucian tuhan dari segala kekurangan ) atas "hamd" (pujian), karena khawatir jangan sampai pujian yang di ucapkan itu tidak sesuai dengan keagunga-Nya "Subhana Rabbiyal Azhim wa bi hamdihi" ketika ruku dan "Subhana Rabbiyal 'Ala wa bi hamdihi".
    Alasan kedua mengapa kita memohon petunjuk- Nya untuk bersyukur adalah karena setan selalu menggoda manusia yang targetnya antara lain adalah mengalihkan mereka dari bersyukur kepada Allah. Surat Al-A'raf ayat l7 menguraikan sumpah setan di hadapan Allah untuk menggoda dan merayu manusia dari arah depan, belakang, kiri, dan kanan mereka sehingga akhimya seperti ucap setan yang diabadikan Al-Quran "Engkau-(Wahai Allah)-tidak menemukan kebanyakan mereka bersyukur".
    Sedikitnya makhluk Allah yang pandai bersyukur ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, secara langsung oleh Allah sendiri seperti firman -Nya:

    Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Al-Baqarah [2]) : 243).
    Dalam ayat lain disebutkan:

    Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (QS Saba' [34]: 13).
    Hakikat yang sama diakui pula oleh hamba- hamba pilihan- Nya seperti yang diabadikan Al-Quran dari ucapan Nabi Yusuf a.s.,

    Kebanyakan Manusia tidak bersyukur (QS Yusuf [12]: 38).
    Hakikat di atas tercermin juga dari penggunaan kata syukur sebagai sifat dari hamba Allah. Hanya dua orang dari mereka yang disebut oleh Al-Quran sebagai hamba Allah yang telah membudaya dalam dirinya sifat syukur, yaitu Nabi Nuh a.s. yang dinyatakan-Nya sebagai "Innahu kana 'abdan syakura" (Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur) (QS Al-Isra' [17]: 3), dan Nabi Ibrahim a.s. dengan firman-Nya, "Syakiran li an 'umihi (yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah) (QS An-Nahl [16]: 121).
    Al-Quran menggarisbawahi bahwa biasanya kebanyakan manusia hanya berjanji untuk bersyukur saat mereka menghadapi kesulitan. Al-Quran menjelaskan sikap sementara orang-orang menghadapi gelombang yang dahsyat di laut:

    Maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bencana ini, maka pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur" (QS Yunus [10]: 22).
    Demikian juga dalam surat Al-An'am (6): 63.

    Katakanlah, "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): Sesungguhnya, jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi bagian orang-orang yang bersyukur" (QS Al-An'am [6]: 63).

    Apa yang Harus Disyukuri
    Pada dasarnya segala nikrnat yang diperoleh manusia harus disyukurinya. Nikrnat diartikan oleh sementara ulama sebagai "segala sesuatu yang berlebih dari modal Anda". Adakah manusia memiliki sesuatu sebagai modal? Jawabannya, "Tidak". Bukankah hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

    Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (QS Al-Insan [76]:1).
    Nikmat Allah demikian berlimpah ruah, sehingga Al-Quran menyatakan,

    Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya (QS Ibrahim [14]: 34).
    Al-Biqa'i dalam tafsirnya terhadap surat Al-Fatihah mengemukakan bahwa "al-hamdulillah" dalamsurat Al-Fatihah menggambarkan segala anugerah Tuhan yang dapat dinikmati oleh makhluk, khususnya manusia. Itulah sebabnya-tulisnya lebih jauh-empat surat lain yangjuga dimulai dengan al-hamdulillah masing-masing menggambarkan kelompok nikmat Tuhan, sekaligus merupakan perincian dari kandungan nikmat yang di- cakup oleh kalimat al-hamdulillah dalam surat Al-Fatihah itu. Karena Al-Fatihah adalah induk Al-Quran dan kandungan ayat- ayatnya dirinci oleh ayat-ayat lain.
    Keempat surat yang dimaksud adalah :
    1. Al-An'am (surat ke-6) yang dimulai dengan,
    Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang.
    Ayat ini mengisyaratkan nikmat wujud di dunia ini pengan segala potensi yang dianugerahkan Allah baik di darat, laut, maupun udara, serta gelap dan terang.
    1. Al-Kahf (surat ke-l8), yang dimulai dengan,
    Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada ham ba-Nya Al-Kitab (Al-Quran), dan tidak membuat kebengkokan (kekurangan) di dalamnya.

    Di sini diisyaratkan nikmat- nikmat pemeliharaan Tuhan yang dianugerahkannya secara aktual di dunia ini. Disebut pula nikmat-Nya yang terbesar yaitu kehadiran Al-Quran di tengah- tengah umat manusia, untuk "mewakili" nikmat- nikmat pemeliharaan lainnya.
    1. Saba' (surat ke-34), yang dimulai dengan.
    Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
    Ayat ini mengisyaratkan nikmat Tuhan di akhirat kelak, yakni kehidupan baru setelah mengalami kematian di dunia, di mana dengan kehadirannya di sana manusia dapat memperoleh kenikmatan abadi.
    1. Fathir (surat ke-35) , yang dimulai dengan.
    Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengutus berbagai macam urusan (di dunia dan di akhirat), yang mempunyai sayap masing-masinq (ada yang) dua, tiga, dan empat.
    Ayat ini adalah isyarat tentang nikmat-nikmat abadi yang akan dianugerahkan Allah kelak setelah mengalami hidup baru di akhirat.
    Setiap rincian yang terdapat dalam keempat kelompok nikmat yang dicakup oleh keempat surat di atas. menuntut syukur harnba-Nya baik dalam bentuk ucapan al-hamdulillah. maupun pengakuan secara tulus dari lubuk hati. serta mengamalkan perbuatan yang diridhai-Nya.
    Di atas dikemukakan secara global nikmat-nikmat -Nya yang mengharuskan adanya syukur. Dalam beberapa ayat lainnya disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit. antara lain:
    1. Kehidupan dan kematian
    Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmatnya) Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu di hidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu di hidupkan kembali (QS Al-Baqarah [2] : 28)
    1. Hidayat Allah
     Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al- Baqarah [2]: 185).
    1. Pengampunan-Nya. antara lain dalam firman-Nya.
    Kemudian setelah itu Kami maajkan kesalahanmu agar kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52).
    1. Pancaindera dan akal.
    Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78).
    1. Rezeki
      Dan di berinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur ( QS Al-Anfal [8] :26).
    2. Sarana dan prasarana antara lain :
    Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).
    1. Kemerdekaan

      Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabidi antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun) (QS Al-Maidah [5]: 20).
    Masih banyak lagi nikmat-nikmat lain yang secara eksplisit disebut oleh Al-Quran.
    Dalam surat Ar-Rahman (surat ke-55), Al-Quran membicarakan aneka nikmat Allah dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan. Al-Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama yaitu,

    Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?
    Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya untuk sampai pada suatu kesimpulan.
    Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan dalam kehidupan di dunia ini. antara lain nikmat pengajaran Al-Quran. Pengajaran berekspresi langit, bumi. matahari, lautan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
    Tujuh pertanyaan berkaitan dengan ancaman siksa neraka di akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian dari pemeliharaan dan pendidikan, serta merupakan salah satu nikmat Tuhan.
    Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Tuhan yang diperoleh dalam surga pertama.
    Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat-Nya pada surga kedua.
    Dari hasil pengelompokan demikian, para ulama menyusun semacam "rumus", yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang disebutkan dalarn rangkaian delapan pertanyaan pertarna-syukur seperti makna yang dikemukakan di atas'-maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalarn ancarnan dalarn tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedela- pan pintu surga, baik surga pertarna maupun surga kedua. baik surga (kenikmatan duniawi) maupun kenikmatan ukhrawi.

    Waktu dan Tempat Bersyukur
    Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS Saba' [34]: 1).
    Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. harus disyukuri baik dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk surga yang berkata,

    Al-hamdulillah -segala puji bagi Allah -yang memberi petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak memberikan kami petunjuk [QS Al-A'raf [7]: 43).
    Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan di mana saja di dunia dan di akhirat.
    Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, Al- Quran menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan malam silih berganti dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan malam dan siang saih berganti, bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS Al- Furqan [25]: 62).
    Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

    Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi, dan di waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu berada di Waktu zuhur
    Segala aktivitas manusia-siang dan malam-hendaknya merupakan manifestasi dari syukurnya. Syukur dengan lidah dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu sebabnya Nabi Saw. Tidak jemu-jemunya mengucapkan. "Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi.
    Saat bangun tidur beliau mengucapkan.

    Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan.
    Atau membaca,

    Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku mengingat-Nya.
    Ketika bangun untuk bertahajjud beliau membaca,

    Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan bumi dan segala isinya…
    Ketika berpakaian beliau membaca

    Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim
    Sesudah makan beliau mengucapkan

    segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa kemampuan dan kekuatan (dari diriku ).
    Ketika akan tidur beliau berdoa

    Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah, bagi-Mu seqala puji, Enqkau Pemelihara langit dan bumi.
    Demikian seterusnya pada setiap saat. dalam berbagai situasi dan kondisi.
    Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya. maka seandainya pada suatu saat ia mendapat cobaan atau merasakan kepahitan. dia pun akan mengucapkan.

    Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata
    Kalimat semacam ini terlontar , karena ketika itu dia sadar bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar merupakan malapetaka, namun limpahan karunia-Nya sudah sedemikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini.
    Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena semua perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji

    Siapa yang Disyukuri Allah ?
    Al-Quran juga berbicara menyangkut siapa dan bagaimana upaya yang harus dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata masykur dalam arti yang disyukuri terulang dalam Al- Quran. Pertama adalah.

    Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki. dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya disyukuri (dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yang itu (yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami berikan bantuan dari kemurahan Kami Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi (QS Al-Isra' [17]: 18-20).
    Kedua adalah :

    Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (QS Al-Insan [76l: 22l.
    Isyarat "ini" dalam ayat di atas adalah berbagai kenikrnatan surgawi yang dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat 12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (Al-Insan).
    Surat Al-Isra' ayat 17-20 berbicara tentang dua macam usaha yang lahir dari dua macam visi manusia. Ada yang visinya terbatas pada "kehidupan sekarang". yakni selama hidup di dunia ini. tidak memandang jauh ke depan. "Kehidupan sekarang" diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya. boleh jadi juga "sekarang" berarti "masa hidupnya di dunia yang mengantarkannya bervisi hanya puluhan tahun. Ayat di atas menjanjikan bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi setelah itu mereka akan merasa jenuh dan mandek, karena atau masyarakat. Kejenuhan dengan segala dampak negatif yang dialami oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme- setelah mereka mencapai sukses duniawi-merupakan bukti nyata dari keterbatasan visi tidak lagi mendorongnya untuk berkreasi. Nah, ketika itulah lahir rutinitas yang pada akhirnya melahirkan kehancuran. Hakikat ini bisa terjadi pada tingkat perorangan kebenaran hakikat yang diungkapkan Al- Quran di atas. Tetapi jika pandangan kita jauh ke depan, visi seseorang atau masyarakat melampaui kehidupan dunianya, maka ia tidak pernah akan berhenti -bagai seseorang yang menggantungkan cita-citanya melampaui ketinggian bintang. Ketlka itu dia akan terus berusaha dan berkreasi. sehingga tidak pernah merasakan kejenuhan. karena di batik satu sukses masih dapat diraih sukses berikutnya. Memang Allah menjanjikan untuk terus-menerus dan sementara menambah petunjuk- Nya bagi mereka yang telah mendapat petunjuk.

    Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi orang. orang yang mendapat petunjuk (QSMaryam [19]: 76).
    Orang yang demikian itulah yang semua usahanya disyukuri Allah. Mereka yang disyukuri itu akan memperoleh surga sebagaimana dilukiskan oleh kata masykur pada ayat kedua yang menggunakan kata ini, yakni surat Al-Insan ayat 22.
    Demikian sekelumit uraian Al-Quran tentang syukur. Kalaulah kita tidak mampu untuk masuk dalam kelompok minoritas-orang-orang yang pandai bersyukur (atau dalam istilah Al-Quran asy-syakirun. yakni orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya: hati, lidah, dan perbuatan)-maka paling tidak kita tetap harus berusaha sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang melakukan syukur-atau dalam istilah Al-Quran yasykurun-betapapun kecilnya syukur itu. Karena seperti bunyi sebuah kaidah keagamaan,

    Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan sama sekali.
    Baca Juga : 
    - Cara Bersyukur