Minggu, 28 Juli 2013

Tafsir Teks Ayat dan Terjemah Q.S. Al-Baqarah: 152

Pada postingan kali ini penulis akan membahas tentang tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Inilah dia teks bunyi ayat dan terjemah Al-Baqarah : 152.

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Terjemah Mufradat Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Fadzkuruunii = Maka ingatlah kepada-Ku
Adzkurkum = Aku ingat kepada kalian
Wa = Dan
Usykuruu = Bersyukurlah
Lii = Kepada-Ku
Wa = Dan
Laa = Janganlah
Takfuruun = Kalian Mengingkari-Ku
Analisis Tafsir dan Mufradat Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Fadzkuruunii (Ingatlah kalian kepada-Ku) dengan perbuatan taat karena nabi mengatakan, yang artinya:
“Barang siapa yang taat kepada Allah, sesungguhnya dia telah mengingat-Nya meskipun shalatnya, shaumnya dan membaca Al-Qur’annya itu sedikit. Dan brang siapa yang mendurhakai Allah, sesungguhnya ia telah melupakannya meskipun shalatnya dan membaca Al-Qur’annya banyak.”
Adzkurkum (Niscaya Aku ingat pada kalian) dengan memberikan pahala, kelembutan, kebaikan, penganugerahan kebaikan dan pembykaan pintu kebahagiaan. Dzikir yang dimutlakkan dengan makna tersebut adalah dzikir yang berarti mengetahui perkataan yang telah terlupakan. Allah Ta’ala Maha Suci dari terlupakan.

Berkenaan dengan Firman Allah yang artinya “Karena itu, Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan mengingatmu juga” Hasan Al-Bashri mengatakan,”Ingatlah kalian atas apa yang telah Aku (Allah) wajibkan kepada kalian, niscaya Akupun akan mengingat kalian juga atas apa yang telah aku tetapkan bagi kalian atas diri-Ku.”

Wasykuruulii (Dan bersyukurlah kepada-Ku) atas nikmat-nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian. Dzikir dengan taat adalah syukur pula. Firman Allah Swt, yang artinya:”Dan bersyukurlah kalian kepada-Ku”, merupakan perintah khusus supaya mereka bersyukur kepada Allah Ta’ala karena segala karunia-Nya atas mereka dan janganlah bersyukur kepada selain-Nya.”

Penyusun Tafsir At-Taisir menjadikan Firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka ingatlah kalian kepada-Ku”, sebagai perintah dengan perkataan.

Sedangkan Firman Allah yang Artinya: “Dan bersyukurlah kalian kepada-Ku”, sebagai perintah dengan amal perbuatan.

Ar-Raghib berkata: “Jika ditanyakan: ‘apa bedanya antara ungkapan syakartu lizaid dengan syakaru zaidan’, maka jawabnya: “syakartu lizaid mengandung makna kebaikan itu keluar dari dia (Zaid) kemudian kalian memujinya dengan ungkapan itu. Sedangkan kata syakartu zaidan mengandung makna tidak memperdulikan perbuatan Zaid akan tetapi langsung perduli kepada essensinya bukan kepada keadaan dan perilakunya.” Syakartu zaidan lebih bilaghah daripada syakartu lizaid. Dalam ayat dikatakan wasykuruulii bukannya wasykuruunii adalah untuk memberitahukan atas kekurangan mereka dalam mengetahui nikmat, bahkan juga tidak mampu memahami tanda-tandanya sebagaiman Allah Ta’ala berfirman: (Ibrahim:34)
Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka supaya mengambil I’tibar atas sebagian perbuatannya dalam bersyukur kepada Allah.

Walaa takfuruun (dan janganlah kalian kafir) dengan mengkufuri nikmat dan mendurhakai perintah-Nya.

Mungkin ada yang bertanya: ”Mengapa setelah kata wasykuruulii diteruskan dengan ungkapan walaa takfuruun, tidak cukup dengan mengatakan wasykuruulii saja?” Jawabnya adalah: ”Kalau hanya mengatakan Wasykuruulii, niscaya orang boleh beranggapan bahwa bersyukur itu hanya sekali atau atas satu nikmat saja. Dengan satu kali itu sudah berarti telah menjalankan perintah. Dan jika terbatas dengan menyebutkan kata walaa takfuruun saja, niscaya orang boleh berprasangka bahwa kata itu melarang mengerjakan kemaksiatan tanpa mendorong untuk berbuat kebaikan. Maka disatukanlah kedua kata tersebut guna menghilangkan prasangka tersebut. Dan karena pada kata walaa takfuruun mengandung pemberitahuan bahwa meninggalkan syukur berarti kufur.

Jika ditanyakan:”Mengapa Allah mengatakan: “Walaa takfuruun tidak mengatakan: Walaa takfuruulii?” maka jawabnya: “Kufur kepada Allah Ta’ala dikhususkan untuk memberitahukan bahwa kekafiran merupakan hal yang sangat buruk jika dibandingkan kepada kekufuran atas nikmat-Nya. Kufur nikmat terkadang dapat diampuni dan ini berbeda dengan kufur kepada Allah Ta’ala langsung.”
Wallohu A'llam Bishowab..

Senin, 22 Juli 2013

Penjelasan Hadits Tentang Manisnya Iman

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Dari sahabat nabi Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka" (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, An-Nasa’I, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, Redaksi hadits di atas adalah redaksi HR. Bukhori)."

Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 golongan yang akan mendapat manisnya iman, yaitu : 
pertama, golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada apapun juga.
kedua, golongan yang bila mencintai atau menyukai seseorang hanya atas dasar karena dia cinta kepada Allah SWT. 
ketiga, golongan yang sangat membenci pada kekafiran.
Demikian ulasan singkat mengenai golongan yang akan mendapat manisnya iman di dunia. 

Minggu, 14 Juli 2013

Ramadlan, Membangun Solidaritas dan Kesejahteraan Ummat

Oleh : Shiddiq Amien
Setiap Insan beriman pasti berharap ampunan Allah, sebab dengan ampunan-Nya bisa dipastikan orang itu akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi kelak di kemudian hari. Ramadlan sering disebut sebagai “Bulan Maghfirah“, bulan penuh ampunan Allah. Hampir semua amal ibadah yang kita perbuat dengan niat yang ikhlas, dan dengan kaifiyat yang benar, sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw jaminannya adalah ampunan-Nya.
        Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Nabi saw menjanjikan bahwa shalat yang limawaktu, bisa menghapus dosa-dosa yang ada diantara shalat yang lima itu, Shalat jum’at bisa menghapus dosa yang ada diantara dua jum’at dan ibadah di bulan Ramadlan bisa menghapus dosa yang ada di antara dua Ramadlan. Shalat Tarawih, menyediakan makanan buat  buka orang yang shaum, jaminanya juga ampunan Allah. Semua itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap insan yang beriman untuk menunaikannya.
        Rasa lapar  yang dirasakan selama menjalani shaum Ramadlan  mesti menumbuhkan kesadaran pada jiwa orang-orang mampu untuk semakin peduli terhadap kaum dluafa. Apalagi dalam Qur’an suratAl-Insan : 8 oleh Allah digambarkan bahwa “ Al-Abrar “ orang-orang yang shalih yang mendapat jaminan surga, adalah mereka yang suka bersedekah dengan makanan  yang masih baik kepada orang-orang miskin dan anak-anak yatim serta tawanan. Di QS. Al-Lail: 17-18 mereka yang rajin bersedekah  adalah pertanda orang yang bertakwa yang akan dijauhkan dari siksa neraka.
        Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Nabi saw menyatakan bahwa seutama-utamanya sedekah, adalah sedekah di bulan Ramadlan. Nabi menganjurkan kepada setiap muslim untuk bersedekah setiap hari. Para sahabat merasa kaget dengan perintah tersebut, karena dalam fikiran para sahabat waktu itu, yang disebut sedekah itu dengan harta saja. Mereka bertanya tentang ada tidaknya orang yang mampu bersedekah setiap hari. Nabi kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sedekah itu bisa berupa : Mengucap salam kepada sesama muslim, menengok orang yang sakit, memulasara jenazah, membantu orang-orang lemah atau invalid, menyingkirkan benda-benda yang membahayakan dari jalan, seperti : paku, duri, kaca, tali, cangkang pisang, dsb, melaksanakan amar makruf dan nahi munkar, sampai memperlihatkan wajah yang ramah, itu semua adalah sedekah. Semua itu akan menjadi semakin bernilai jika dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan di bulan Ramadlan.
       Dengan motivasi keimanan yang kuat dan obsesi untuk mendapatkan ampunan Allah, semestinyalah orang-orang yang diberi harta lebih, diberi kemampuan unggul dibanding dengan yang lainnya mampu memanfaatkan momentun Ramadlan ini untuk menunaikan kewajibannya berupa zakat, wakaf, atau infak, berbagi kebahagiaan dengan kaum du’afa baik itu : fuqara, masakin, aitam, dan korban bencana, dengan menyisihkan sebahagian harta kekayaannya menjadi sedekah. Sehingga kaum du’afa bisa merasakan betul hikmah bulan Ramadlan,  merasakan bagaimana nikmatnya menjadi seorang muslim dan mukmin yang memiliki karakteristik “ Kal-bunyan “ seperti sebuah bangunan yang satu unsur bangunan dengan unsur lainnya saling menopang. Kata “Ukhuwah Islamiyyah” tidak sebatas kata yang tanpa makna dan tanpa realita. Kehidupan mukmin dengan mukmin yang diumpamakan oleh Nabi saw “ Kal-Jasadil Wahid “  ibarat satu tubuh, yang jika salah satu anggota tubuhnya sakit, sekujur tubuh ikut merasakannya, betul-betul bisa dibangun dan dirasakan, khususnya selama bulan Ramadlan.
       Lembaga-lembaga yang selama ini berusaha memobilisasi Zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (ZISWA) baik itu LAZ maupun BAZ  semestinya menjadikan Ramadlan sebagai momentum untuk meningkatkan upaya memobilisasi ZISWA, meningkatkan kepercayaan umat untuk menyalurkan Ziswa-nya melalui lembaganya, dengan meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitasnya, baik akuntabilitas dari sudut pandang akuntan, maupun sudut pandang syar’i, kemudian mendistribusikan ZISWA itu  sesuai dengan ketentuan-ketentuan syar’i, sehingga problemtika kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sebagain masyarakat muslim  yang sering dieksploitasi oleh kaum kuffar untuk memurtadkan kaum muslimin bisa kita imbangi dan atasi.
       Kepada manusia bakhil Allah sudah mengingatkan dalam QS. Ali Imran : 180, bahwa harta yang dibakhilkan akan dikalungkan pada hari kiamat, yang oleh Nabi saw disebutkan berupa ular yang besar yang akan mematuki kedua pipinya kelak. Wallahu’alam. 

Ramadhan, Momentum Peningkatan Ukhuwah

Oleh :  Shiddiq Amien *)
Bulan Ramadan disebut bulan penuh berkah, penuh ampunan Allah. Di bulan Ramadan, ada sejumlah kegiatan ibadah yang bisa meningkatkan ta'aruf dan ukhuwah di antara sesama muslim. Di antaranya :  pertama, saum itu sendiri. Selama menunaikan saum kita bisa merasakan bagaimana haus dan dahaga selama satu bulan. Jika bukan karena dasar keimanan tentu hal itu cukup memberatkan. Perasaan lapar dan haus itu akan membangkitkan kesadaran akan kelaparan dan kehausan yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang fakir dan miskin, yang bukan hanya dalam waktu satu bulan, tapi mungkin setiap hari. Kesadaran itu akan mendorong untuk mau berbagi rizki dengan mereka dalam bentuk zakat, infak dan sedekah. Ini akan lebih memper-erat hubungan baik antara si kaya dengan si miskin., disamping tentu bersedekah di bulan Ramadan memiliki nilai istimewa, seperti dinyatakan dalam hadits riwayat at-Tirmidzi bahwa seutama-utamanya sedekah, adalah sedekah di bulan Ramadan.   Kedua,salat Tarawih . Salat Tarawih bisa dilaksanakan munfarid atau sendirian, tapi lebih utama dilaksanakan berjamaah. Imam Ahmad pernah ditanya oleh muridnya tentang mana yang lebih utama tarawih sendirian atau berjamaah. Beliau menjawab : berjamaah dengan imam lebih utama. Ketika ditanyakan dasarnya. Beliau menjelaskan bahwa  ketika Rasulullah saw mengimami salat tarawih sampai lewat tengah malam, ada sahabatnya yang usul agar diteruskan salat, mungkin tidur juga tanggung. Nabi saw menjawab tidak usah, karena barangsiapa yang salat tarawih bersama imam (berjama'ah) sampai selesai, maka sesisa malam yang tidak dipakai tarawih, akan diberi pahala salat tarawih.
Ketiga,menyediakan makanan buat berbuka orang-orang yang saum, baik untuk keluarga, atau yang lainnya, terutama bagi kaum du'afa. (fakir, miskin, aitam). Caranya bisa diantar ke rumah mereka, atau disediakan di mesjid atau diundang ke suatu tempat lainnya. Amalan ini memiliki keutamaan seperti yang dijelaskan Nabi saw dalam hadits yang diriwayatkan  oleh Ibnu Khuzaimah yang menyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka bagi orang yang saum akan mendapatkan ampunan Allah. Kemudian dalam hadits riwayat Imam Ahmad dinyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka buat orang yang saum, maka ia akan mendapatkan pahala sebesar pahala orang-orang yang saum yang disediakan buka olehnya.
Keempat, Tadarus, Selama bulan Ramadan kita dianjurkan untuk lebih memperbanyak tadarus al-Qur'an, seperti yang dilakukan oleh Nabi saw bersama malaikat Jibril. Kegiatan tadarus ini bisa dilakukan  dalam bentuk membaca dan memahami al-Qur'an baik sendiri-sendiri atau bersama-sama di mesjid atau tempat lainnya,  atau  dalam bentuk halakoh, kultum, kuliah subuh, ceramah tarawih, diskusi, dsb.
Kelima,I'tikaf. Pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan Nabi saw bersama sahabatnya biasa menjalankan I'tikaf, yakni berdiam diri di mesjid, untuk memperbanyak tadarus dan kegiatan ibadah lainnya.
Kegiatan-kegiatan ibadah yang dilakukan secara jama'i, baik itu I'tikaf, tadarus, buka saum, tarawih, ini merupakan momentum untuk lebih memperluas ta'aruf  dan lebih memperkokoh solidaritas dan ukhuwah di antara sesama muslim. Semoga.


*) Penulis : Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS.

Sabtu, 06 Juli 2013

Rahasia Sehat ala Rasulullah | Menelisik Aktifitas Keseharian Nabi Muhammad SAW

Pada postingan kali ini dimana beberapa saat lagi akan menjelang Ramadhan, penulis ingin menulis tentang "Rahasia Sehat ala Rasulullah SAW". Shaum ramadhan dan kesehatan sangat berkaitan erat, oleh karenanya bila dikaji lebih mendalam ternyata Nabi Muhammad SAW telah banyak mengajarkan kepada ummatnya bagaimana rahasia sehat yang Islami, sebab memang Rasulullah SAW diutus ke dunia ini tiada lain untuk menjadi tauladan/ contoh. Sebagaimana firman Allah SWT: dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat ke 21 yang  artinya ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab; 33 : 21).

Berdasar ayat di atas ditegaskan bahwa semua yang dicontohkan Rasulullah selama hidupnya patut dijadikan renungan dan tauladan bagi kehidupan manusia, sebab Nabi Muhammad itu adalah uswatun hasanah (contoh yang baik), dan kita yakini pula bahwa semua gerak langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tiada lain itu karena petunjuk dan bimbingan Allah SWT, bukan karena nafsu pribadi atau kehendak dirinya sendiri. Dan ini berlaku pula dalam urusan keduniaan termasuk hal makanan. 

Dengan dasar di atas barangkali inilah rahasia mengapa Rasulullah SAW tidak pernah diriwayatkan mengalami gangguan sakit perut atau pencernaan sepanjang hayatnya. Dan berikut inilah beberapa keterangan berdasar dalil yang terkait urusan kebiasaan sehari-hari yang dilakukan Rasulullah SAW, sehingga Beliau selalu tampil bugar dan fres bersama para sahabat-sahabatnya, bercahaya dan penuh wibawa, hanya beberapa kali saja Beliau pernah diriwayatkan sakit: 
  • Rasulullah SAW sangat hati-hati terhadap urusan makanan. Tidak ada makanan yang masuk kedalam mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi sayarat halal dan thayyib (baik).
  • Rasulullah SAW tidak pernah makan sebelum merasa lapar dan kebiasaan Beliau selesai makan sebelum kenyang. Dijelaskan juga dalam suatu keterangan bahwa kapasitas perut (albathnu) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara. 
Disabdakan “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain maka, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan.”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
  • Rasulullah SAW terbiasa makan dengan tenang, tidak tergesa-gesa. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan dari keselek atau tersedak, tergigit, dan telah terbukti kerja organ pencernaan pun akan lebih ringan. Makanan pun biasa dikunyah dengan lebih lama, sehingga kerja organ pencernaan dapat berjalan dengan normal. 
  • Rasulullah SAW terbiasa melakukan shalat malam / tahajud di setiap sepertiga malam. Para peneliti telah membuktikan bahwa udara di sepertiga malam terakhir setiap malam itu sangat sarat akan oksigen yang belum terkontaminasi oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal ini jelas sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh. 
  • Rasulullah SAW paling rajin menjaga kebersihat dan kesehatan lingkungan. Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari kamis atau Jum’at beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. “Mandi pada hari Jumaat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman” (HR Muslim).
  • Rasulullah SAW lebih suka berjalan kaki daripada berkendaraan terutama ketika pergi  ke masjid, pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki terbukti keringat akan mengalir, pori- pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Hal inilah yang menjadi tips para Dokter untuk mencegah penyakit jantung.
  • Rasulullah SAW sangat menjaga emosi, Beliau bukan tipe pemarah. Bahkan Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat : “Jangan Marah!” diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa.
Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :
- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring
- Membaca Ta ‘awwudz, karena marah itu dari Syaithon
- Segeralah berwudhu
- Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati.
  • Rasulullah adalah pribadi yang optimis yang tidak kenal putus asa. Sikap optimis ini akan memberikan efek psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT
  • Rasululullah SAW tidak iri hati kepada siapa pun. Kestabilan hati serta kesehatan jiwa merupakan mentalitas yang harus dijaga, dengan menjauhi sikap iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat untuk menyetabilkan hati dan menyehatikan jiwa seseorang. Bahkan Rasul pernah mengajarkan suatu do'a supaya terjauh dari sifat iri hati “Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat sifat mazmumah dan hiasilah diriku dengan sifat sifat mahmudah”.
  • Membiasakan shaum wajib dan shaum sunnah. Dalam Islam ada shaum wajib yaitu shaum di bulan Ramadhan dan ada pula beberapa shaum sunnat yang diajarkan Rasulullah SAW dan sangat dianjurkannya, seperti senin kamis, Ayyamul Bith’, shaum Dawud, Shaum 6 hari di bulan Syawwal, dan sebagainya. Terbukti dengan shaum akan menjadi penghalang terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai macam ampas makanan, menahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Shaum menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Sahum sangat ampuh utnuk detoksifikasi (pembersihan) yang sifatnya total dan meyeluruh.
Demikianlah beberapa kebiasaan Rasulullah SAW sehari-hari selama hidupnya ketika menjaga kesehatan sehingga Beliau dapat selalu tampil prima, fit dan dapat terhindar dari berbagai penyakit. 
Sebagai ummatnya sudah sepatutnya kita untuk selalu meneladani / mencontoh perilaku beliau dalam kehidupan sehari- hari, terutama dalam masalah menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. 
Semoga tulisan ini menjadi renungan dalam menjaga kebugaran dan kesehatan ala Rasulullah SAW. 

Kamis, 27 Juni 2013

Mendidik Anak Melalui Dongeng atau Cerita

“Pada ketiga kalinya anak tersebut berteriak-teriak, tak ada seorang pun yang memedulikannya. Akhirnya, anak itupun meninggal dimakan anak buas.” Itulah akibatnya kalau suka berbohong, sayang.” Kalimat penutup tersebut digunakan seorang ibu muda untuk mengakhiri dongeng untuk putranya tersayang. Namun saat ibu itu menengok ke arahnya, ternyata ia sudah pulas. Diciumilah kening anak tersebut lalu diselimuti seluruh badannya.
Suasana tersebut sudah sangat jarang ditemukan di kehidupan zaman sekarang. Mendongeng dirasa cara yang kuno oleh para orang tua. Terlindas oleh teknologi modern. Terkalahkan oleh televisi yang menayangkan acara-acara yang belum tentu manfaatnya. Apalagi tanpa bimbingan orang tua, terutama ibu.
Pendidikan yang pertama dan paling utama adalah dari lingkungan keluarga. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah atau suci. Selanjutnya terserah orang tua akan mencetak mereka seperti apa. Berikut dalilnya:
“Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah, kedua orangtualah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani ataupun Majusi” (HR. Bukhori).
Dalam firman Allah SWT di surat An-Nahl ayat 78, bahkan disebutkan bahwa seorang terlahir dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Namun Allah SWT telah membekalinya dengan tiga alat thalabul ilmi di bawah. Seperti terungkap dalam Firman Allah SWT ini:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu dengan keadaan tidak mengetahui sesuatupun; dan Dia mengkaruniakan kepada kamu pendengaran, dan penglihatan, serta hati (akal pikiran) supaya kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78).
Tiga alat thalabul ‘ilmi yang dimaksud ayat tersebut antara lain: Sama’a (pendengaran), Bashor (penglihatan), dan ‘afidah (hati/pikiran). Tugas orang tualah untuk mendampingi putra dan putrinya guna memaksimalkan bekal yang Allah karuniakan tersebut. Salah satu cara mendidiknya adalah dengan cara mendongeng. Mendongeng merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Cara tersebut paling disenangi anak-anak, terutama pada usia 3-7 tahun. Dengan mendongeng sesuatu yang berat akan terkesan lebih mudah diterima. Al-Qur’an pun banyak memuat cerita, yang biasa disebut kisah-kisah.
Bahkan, menurut Prof. Dr. Roem Rowi, MA (guru besar ilmu Al-Qur’an IAIN Sunan Ampel Surabaya) “Kisah-kisah mendominasi Al-Qur’an karena metode ini paling disenangi orang, paling mempesona dan paling mudah diterima”. Yaitu sekitar 80 persen dari Al-Qur’an.
Manfaat mendongeng yang paling penting adalah dapat mempererat hubungan orang tua dengan anak baik secara lahir maupun batin serta membantu mengoptimalkan perkembangan psikologis mereka. Selain itu masih banyak juga manfaat lainnya menurut para ahli diantaranya sebagai berikut:

Mengembangkan Daya Imajinasi dan Kreatifitas Anak
Pada masa kanak-kanak, imajinasi mereka sangat bagus. Bahkan, bisa disebut dunia mereka adalah dunia imajinasi. Oleh sebab itu, orang tua harus mengarahkannya kepada hal yang positif, yaitu dengan membawa mereka dongeng. Dengan demikian imajinasi anak akan berkembang dan kreatifitas mereka pun akan meningkat dengan sendirinya.

Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Kemampuan verbal adalah kemampuan awal anak, itulah alasannya kenapa otak kanan lebih berkembang pada masa ini. Dengeng bisa merangsang anak untuk meningkatkan keterampilan dalam berbahasa. Misal, dongeng yang mengandung cerita positif mengajarkan perilaku baik, dan sebagainya mendidik anak untuk lebih mudah menyerap tutur kata yang sopan.

Membangkitkan Minat Baca Anak
Jika anda ingin mempunyai anak yang senang membaca, maka jalan yang paling mudah ya melalui dongeng juga. Saat mereka mendengar cerita menarik yang dibacakan atau langsung didongengkan, akan timbul rasa penasaran mereka untuk membaca karena ingin tahu. Dongeng merupakan stimulus dini yang akan mengantarkan putra-putri kita untuk gemar membaca. Bukankah wahyu pertama turun memerintah Rasulullah SAW membaca? Sampai berulang kali:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah” (QS Al-Alaq 1-3)
Peritah itupun tentu saja berlaku juga untuk kita semua sebagai umatnya.
Membangun Kecerdasan Emosional Anak
Kecerdasan emosional tidak kalah pentingnya dibanding kecerdasan lainnya. Biasanya anak-anak rendah kecerdasan emosionalnya sulit mengerti terhadap nilai-nilai moral dalam kehidupannya. Melalui tokoh-tokoh dalam cerita, secara tidak langsung kita memberikan contoh dan membangun kecerdasan emosional mereka.

Membangun Rasa Empati Anak
Kepekaan pada anak akan dirangsang melalui dongeng yang diceritakan. Maka terbentuklah rasa empati anak. Mereka akan terangsang untuk berempati terhadap lingkungan sekitar mereka. Lebih penting lagi dongeng yang mengandung nilai positif akan menjadi bekal di masa depan mereka. Rasa empati tersebut akan membuat mereka berempati terhadap orang lain.

Meningkatkan Kemampuan Pendengaran dan Daya Ingat
Bagian inilah yang paling dirangsang, yaitu pendengaran. Kemampuan auditori anak akan meningkat jika terus mendengarkan dongeng. Hal tersebut mengakibatkan daya ingat anak akan tajam. Inilah yang dimaksud dengan menguatkan fungsi tholabul ‘ilmi antara lain pendengaran (sam’a), daya ingat (afidah). Sedangkan bashar dengan sendirinya akan menguat saat minat baca mereka mulai timbul. Atau saat mereka melihat langsung kejadian yang berhubungan dengan cerita yang didongengkan ada di kehidupan nyata.

Cerita yang didongengkan bisa beragam. Mulai dari cerita rakyat atau cerita anak lainnya. Ceritanya kita pilih yang sesuai dengan usia mereka. Kisah-kisah Al-Qur’an dan Haditspun bisa dijadikan referensi ibu-bapak dalam mendongeng untuk putra-putrinya tercinta. Misalnya kisah para Nabi dan Rasul, Kisah Ashabul Kahfi, Kisah Luqman, dan masih banyak lagi kisah yang lainnya yang mengandung nilai-nilai positif serta bermanfaat bagi kehidupannya sekarang dan masa yang akan datang.

Mari kita luangkan waktu untuk putra-putri kita tercinta. Dongengkan cerita bernilai positif agar anak menjadi cerdas dan soleh. Semoga Artikel tentang Mendidik Anak lewat Cerita dan Dongeng ini bermanfat. 

Sumber: Rubrik Bunaya Majalah Risalah, Ilmi Fadillah

Senin, 24 Juni 2013

Dalil Ucapan Doa Menjelang dan di Akhir Bulan Ramadhan

Postingan kali ini menguraikan selintas mengenai dalil ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan. Sebuah dalil kritis terhadap kebiasaan dan budaya di kalangan mayoritas umat Islam di Indonesia dari segi tinjauan dalil hadits Rasulullah.
Namun demikian bukan berarti dalil-dalil di bawah ini mutlak benarnya, tetapi ummat muslim sudah harus membiasakan berfikir kritis atas dalil-dalil amaliyah ibadah. Berikut dalil ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan :
Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Annasa'i Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda: 

« أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ ». رواه النسائي
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya, dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka jahim serta dibelenggu pemimpin-pemimpin setan, di dalamnya Allah mempunyai satu malam yang lebih baik dari seribu bulan siapa yang dihalangi untuk mendapatkan kebaikannya maka ia telah benar-benar dihalangi dari kebaikan“. Hadits riwayat An Nasai dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib.
Informasi yang disampaikan dari hadits di atas ialah : kabar gembira tentang akan tiba nya suatu bulan yang agung, yang penuh dengan keberkahan, yaitu Bulan Ramadhan.

Mengenai ucapan permintaan maaf menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, penulis belum mendapatkan satu riwayatpun yang sohih dari Nabi untuk meminta maaf khusus menjelang bulan Ramadhan, maka tidak didapatkan riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ataupun riwayat-riwayat dari para shahabat, jadi yang lebih baik dan seharusnya, kita mencukupkan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena itu yang paling baik dan paling sempurna.

Seseorang harus tidak berani untuk menganjurkan umat ini akan suatu perkara yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sangat mampu untuk mengerjakannya dan tidak ada penghalang untuk mengerjakan hal itu, apa lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapati bulan Ramadan selama hiduap beliau sebanyak 8/9 kali dan selama itu tidak ada riwayat beliau menganjurkan untuk meminta maaf baik antara sesama muslim atau orang tua atau suami istri menjelang bulan Ramadhan. Ini adalah jawaban untuk pertanyaan pertama.

Tapi perlu diingat baik-baik, Islam mengajarkan bahwa siapapun yang mempunyai kesalahan terhadap orang lain, pernah menyakiti atau menzhalimi orang lain, maka bersegeralah meminta halal dan maaf dan jangan menunggu nanti penyelesaiannya di hadapan Allah Ta’ala. Karena nanti di hadapan-Nya yang ada hanyalah; “Terimalah ini pahala saya”, atau “Terimalah dosa orang yang pernah kamu zhalimi”, tidak ada emas dan perak untuk menyelesaikannya!

عنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Siapa yang pernah mempunyai kezhaliman terhadap seseorang, baik terhadap kehormatannya atau apapun, maka minta halallah darinya hari ini!, sebelum tidak ada emas dan perak, (yang ada adalah) jika dia mempunyai amal shalih, maka akan diambil darinya sesuai dengan kezhalimannya, jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambilkan dosa lawannya dan ditanggungkan kepadanya”. Hadits riwayat Bukhari.

Sedangkan untuk permasalahan meminta maaf ketika ‘iedul fithri: mari kaum muslim untuk melihat beberapa riwayat dan perkataan para ulama:

Imam Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, seorang ulama hadits dan besar madzhab syafi’iyyah berkata:
وروينا في المحامليات بإسناد حسن عن جبير بن نفير قال كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك

“Diriwayatkan kepada kami di dalam kitab Al Muhamiliyat, dengan sanad yang hasan (baik) dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: “Senantiasa para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu pada hari ‘ied, sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah dari kita dan dari anda). lihat kitab Fath Al Bari 2/446

Dan Ibnu Qudamah (seorang ahli fikih dari madzhab hanbali) rahimahullah menukilkan dari Ibnu ‘Aqil tentang memberikan selamat pada hari ‘ied, bahwasanya Muhammad bin Ziyad berkata: “Aku bersama Abu Umamah Al Bahili (seorang shahabat nabi) radhiyallahu ‘anhudan selainnya dari para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka jika pulang dari shalat ‘ied berkata kepada sebagian yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka”. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahberkata: “sanad hadits Abu Umamah adalah sanad yang baik,dan Ali bin Tsabit berkata: “Amu telah bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullah akan hal ini dari semenjak 35 tahun yang lalu, beliau menjawab: “Masih saja kami mengetahui akan hal itu dilakukan di kota Madinah”. Lihat Kitab Al Mughni 3/294.

Dan Imam Ahmad rahimahullah: “Tidak mengapa seseorang mengatakan kepada orang lain pada hari ‘ied: “Taqabbaalallahu minna wa minka”.

Harb berkata: “Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang perkataan orang-orang di hari ‘ied (‘iedul fithri atau ‘iedul adhha) “Taqabbalallahu minna wa minkum, beliau menjawab: tidak mengapa akan hal tersebut orang-orang syam meriwayatkan dari shahabat nabi Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu. lihat kitab Al Mughni 3/294

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Adapun memulai mengucapkan selamat pada hari ‘ied adalah bukan merupakan sunnah yang diperintahkan dan juga bukan sesuatu yang dilarang, maka barangsiapa yang melakukannya ia mempunyai pekerjaan yang dijadikan sebagai tauladan dan kalau ada yang meninggalkan ia juga mempunyai orang yang dijadikan sebagai teladan. wallahu a’lam”. lihat kitab Majmu’ Al Fatawa 24/253

Dari penjelasan di atas semoga bisa dipahami bahwa mengkhususkan meminta maaf pada hari ‘ied bukan merupakan pekerjaan para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam radhiyallahu ‘anhum, akan tetapi yang mereka lakukan adalah mendoakan satu dengan yang lainnya sebagaimana penjelasan di atas dan ini yang paling baik dilakukan oleh kaum muslimin.

terakhir saya akan sebutkan sebuah perkataan indah dari Abdullah bin Mas’ud (seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) radhiyallahu ‘anhu:

عن ابن مسعود – رضي الله عنه – قال : «مَن كانَ مُسْتَنًّا ، فَلْيَسْتَنَّ بمن قد ماتَ ، فإنَّ الحيَّ لا تُؤمَنُ عليه الفِتْنَةُ ، أولئك أصحابُ محمد – صلى الله عليه وسلم – ، كانوا أفضلَ هذه الأمة : أبرَّها قلوبًا ، وأعمقَها علمًا ، وأقلَّها تكلُّفًا ، اختارهم الله لصحبة نبيِّه ، ولإقامة دِينه ، فاعرِفوا لهم فضلَهم ، واتبعُوهم على أثرهم ، وتمسَّكوا بما استَطَعْتُم من أخلاقِهم وسيَرِهم ، فإنهم كانوا على الهُدَى المستقيم».

”Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang bersuri tauladan maka hendaklah bersuri tauladan dengan orang yang sudah meninggal, karena sesungguhnya orang yang masih hidup tidak aman dari tertimpa fitnah atasnya, merekalah para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka adalah orang-orang yang termulia dari umat ini, yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit untuk berbuat yang mengada-ngada, Allah telah memilih mereka untuk bershahabat dengan nabiNya, untuk menegakkan agamaNya, maka ketauhilah keutamaan mereka yang mereka mililki, ikutilah jalan-jalan mereka, dan berpegang teguhlah semampu kalian akan budipekertibudi pekerti mereka dan sepak terjang mereka, karena sesungguhnya mereka diatas petunjuk yang lurus”.diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abdil Barr di dalam Kitab Jami’ bayan Al ‘Ilmi wa Ahlih (2/97) dan disebutkan oleh Ibnu Atsir di dalam Jami’ Al Ushul Fi Ahadits Ar Rasul (1/292).
Demikian mengenai dalil dan do'a ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan