Minggu, 28 Juli 2013

Tafsir Teks Ayat dan Terjemah Q.S. Al-Baqarah: 152

Pada postingan kali ini penulis akan membahas tentang tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Inilah dia teks bunyi ayat dan terjemah Al-Baqarah : 152.

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Terjemah Mufradat Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Fadzkuruunii = Maka ingatlah kepada-Ku
Adzkurkum = Aku ingat kepada kalian
Wa = Dan
Usykuruu = Bersyukurlah
Lii = Kepada-Ku
Wa = Dan
Laa = Janganlah
Takfuruun = Kalian Mengingkari-Ku
Analisis Tafsir dan Mufradat Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 152
Fadzkuruunii (Ingatlah kalian kepada-Ku) dengan perbuatan taat karena nabi mengatakan, yang artinya:
“Barang siapa yang taat kepada Allah, sesungguhnya dia telah mengingat-Nya meskipun shalatnya, shaumnya dan membaca Al-Qur’annya itu sedikit. Dan brang siapa yang mendurhakai Allah, sesungguhnya ia telah melupakannya meskipun shalatnya dan membaca Al-Qur’annya banyak.”
Adzkurkum (Niscaya Aku ingat pada kalian) dengan memberikan pahala, kelembutan, kebaikan, penganugerahan kebaikan dan pembykaan pintu kebahagiaan. Dzikir yang dimutlakkan dengan makna tersebut adalah dzikir yang berarti mengetahui perkataan yang telah terlupakan. Allah Ta’ala Maha Suci dari terlupakan.

Berkenaan dengan Firman Allah yang artinya “Karena itu, Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan mengingatmu juga” Hasan Al-Bashri mengatakan,”Ingatlah kalian atas apa yang telah Aku (Allah) wajibkan kepada kalian, niscaya Akupun akan mengingat kalian juga atas apa yang telah aku tetapkan bagi kalian atas diri-Ku.”

Wasykuruulii (Dan bersyukurlah kepada-Ku) atas nikmat-nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian. Dzikir dengan taat adalah syukur pula. Firman Allah Swt, yang artinya:”Dan bersyukurlah kalian kepada-Ku”, merupakan perintah khusus supaya mereka bersyukur kepada Allah Ta’ala karena segala karunia-Nya atas mereka dan janganlah bersyukur kepada selain-Nya.”

Penyusun Tafsir At-Taisir menjadikan Firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka ingatlah kalian kepada-Ku”, sebagai perintah dengan perkataan.

Sedangkan Firman Allah yang Artinya: “Dan bersyukurlah kalian kepada-Ku”, sebagai perintah dengan amal perbuatan.

Ar-Raghib berkata: “Jika ditanyakan: ‘apa bedanya antara ungkapan syakartu lizaid dengan syakaru zaidan’, maka jawabnya: “syakartu lizaid mengandung makna kebaikan itu keluar dari dia (Zaid) kemudian kalian memujinya dengan ungkapan itu. Sedangkan kata syakartu zaidan mengandung makna tidak memperdulikan perbuatan Zaid akan tetapi langsung perduli kepada essensinya bukan kepada keadaan dan perilakunya.” Syakartu zaidan lebih bilaghah daripada syakartu lizaid. Dalam ayat dikatakan wasykuruulii bukannya wasykuruunii adalah untuk memberitahukan atas kekurangan mereka dalam mengetahui nikmat, bahkan juga tidak mampu memahami tanda-tandanya sebagaiman Allah Ta’ala berfirman: (Ibrahim:34)
Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka supaya mengambil I’tibar atas sebagian perbuatannya dalam bersyukur kepada Allah.

Walaa takfuruun (dan janganlah kalian kafir) dengan mengkufuri nikmat dan mendurhakai perintah-Nya.

Mungkin ada yang bertanya: ”Mengapa setelah kata wasykuruulii diteruskan dengan ungkapan walaa takfuruun, tidak cukup dengan mengatakan wasykuruulii saja?” Jawabnya adalah: ”Kalau hanya mengatakan Wasykuruulii, niscaya orang boleh beranggapan bahwa bersyukur itu hanya sekali atau atas satu nikmat saja. Dengan satu kali itu sudah berarti telah menjalankan perintah. Dan jika terbatas dengan menyebutkan kata walaa takfuruun saja, niscaya orang boleh berprasangka bahwa kata itu melarang mengerjakan kemaksiatan tanpa mendorong untuk berbuat kebaikan. Maka disatukanlah kedua kata tersebut guna menghilangkan prasangka tersebut. Dan karena pada kata walaa takfuruun mengandung pemberitahuan bahwa meninggalkan syukur berarti kufur.

Jika ditanyakan:”Mengapa Allah mengatakan: “Walaa takfuruun tidak mengatakan: Walaa takfuruulii?” maka jawabnya: “Kufur kepada Allah Ta’ala dikhususkan untuk memberitahukan bahwa kekafiran merupakan hal yang sangat buruk jika dibandingkan kepada kekufuran atas nikmat-Nya. Kufur nikmat terkadang dapat diampuni dan ini berbeda dengan kufur kepada Allah Ta’ala langsung.”
Wallohu A'llam Bishowab..

Senin, 22 Juli 2013

Penjelasan Hadits Tentang Manisnya Iman

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Dari sahabat nabi Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka" (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, An-Nasa’I, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, Redaksi hadits di atas adalah redaksi HR. Bukhori)."

Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 golongan yang akan mendapat manisnya iman, yaitu : 
pertama, golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada apapun juga.
kedua, golongan yang bila mencintai atau menyukai seseorang hanya atas dasar karena dia cinta kepada Allah SWT. 
ketiga, golongan yang sangat membenci pada kekafiran.
Demikian ulasan singkat mengenai golongan yang akan mendapat manisnya iman di dunia. 

Minggu, 14 Juli 2013

Ramadlan, Membangun Solidaritas dan Kesejahteraan Ummat

Oleh : Shiddiq Amien
Setiap Insan beriman pasti berharap ampunan Allah, sebab dengan ampunan-Nya bisa dipastikan orang itu akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi kelak di kemudian hari. Ramadlan sering disebut sebagai “Bulan Maghfirah“, bulan penuh ampunan Allah. Hampir semua amal ibadah yang kita perbuat dengan niat yang ikhlas, dan dengan kaifiyat yang benar, sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw jaminannya adalah ampunan-Nya.
        Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Nabi saw menjanjikan bahwa shalat yang limawaktu, bisa menghapus dosa-dosa yang ada diantara shalat yang lima itu, Shalat jum’at bisa menghapus dosa yang ada diantara dua jum’at dan ibadah di bulan Ramadlan bisa menghapus dosa yang ada di antara dua Ramadlan. Shalat Tarawih, menyediakan makanan buat  buka orang yang shaum, jaminanya juga ampunan Allah. Semua itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap insan yang beriman untuk menunaikannya.
        Rasa lapar  yang dirasakan selama menjalani shaum Ramadlan  mesti menumbuhkan kesadaran pada jiwa orang-orang mampu untuk semakin peduli terhadap kaum dluafa. Apalagi dalam Qur’an suratAl-Insan : 8 oleh Allah digambarkan bahwa “ Al-Abrar “ orang-orang yang shalih yang mendapat jaminan surga, adalah mereka yang suka bersedekah dengan makanan  yang masih baik kepada orang-orang miskin dan anak-anak yatim serta tawanan. Di QS. Al-Lail: 17-18 mereka yang rajin bersedekah  adalah pertanda orang yang bertakwa yang akan dijauhkan dari siksa neraka.
        Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Nabi saw menyatakan bahwa seutama-utamanya sedekah, adalah sedekah di bulan Ramadlan. Nabi menganjurkan kepada setiap muslim untuk bersedekah setiap hari. Para sahabat merasa kaget dengan perintah tersebut, karena dalam fikiran para sahabat waktu itu, yang disebut sedekah itu dengan harta saja. Mereka bertanya tentang ada tidaknya orang yang mampu bersedekah setiap hari. Nabi kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sedekah itu bisa berupa : Mengucap salam kepada sesama muslim, menengok orang yang sakit, memulasara jenazah, membantu orang-orang lemah atau invalid, menyingkirkan benda-benda yang membahayakan dari jalan, seperti : paku, duri, kaca, tali, cangkang pisang, dsb, melaksanakan amar makruf dan nahi munkar, sampai memperlihatkan wajah yang ramah, itu semua adalah sedekah. Semua itu akan menjadi semakin bernilai jika dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan di bulan Ramadlan.
       Dengan motivasi keimanan yang kuat dan obsesi untuk mendapatkan ampunan Allah, semestinyalah orang-orang yang diberi harta lebih, diberi kemampuan unggul dibanding dengan yang lainnya mampu memanfaatkan momentun Ramadlan ini untuk menunaikan kewajibannya berupa zakat, wakaf, atau infak, berbagi kebahagiaan dengan kaum du’afa baik itu : fuqara, masakin, aitam, dan korban bencana, dengan menyisihkan sebahagian harta kekayaannya menjadi sedekah. Sehingga kaum du’afa bisa merasakan betul hikmah bulan Ramadlan,  merasakan bagaimana nikmatnya menjadi seorang muslim dan mukmin yang memiliki karakteristik “ Kal-bunyan “ seperti sebuah bangunan yang satu unsur bangunan dengan unsur lainnya saling menopang. Kata “Ukhuwah Islamiyyah” tidak sebatas kata yang tanpa makna dan tanpa realita. Kehidupan mukmin dengan mukmin yang diumpamakan oleh Nabi saw “ Kal-Jasadil Wahid “  ibarat satu tubuh, yang jika salah satu anggota tubuhnya sakit, sekujur tubuh ikut merasakannya, betul-betul bisa dibangun dan dirasakan, khususnya selama bulan Ramadlan.
       Lembaga-lembaga yang selama ini berusaha memobilisasi Zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (ZISWA) baik itu LAZ maupun BAZ  semestinya menjadikan Ramadlan sebagai momentum untuk meningkatkan upaya memobilisasi ZISWA, meningkatkan kepercayaan umat untuk menyalurkan Ziswa-nya melalui lembaganya, dengan meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitasnya, baik akuntabilitas dari sudut pandang akuntan, maupun sudut pandang syar’i, kemudian mendistribusikan ZISWA itu  sesuai dengan ketentuan-ketentuan syar’i, sehingga problemtika kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sebagain masyarakat muslim  yang sering dieksploitasi oleh kaum kuffar untuk memurtadkan kaum muslimin bisa kita imbangi dan atasi.
       Kepada manusia bakhil Allah sudah mengingatkan dalam QS. Ali Imran : 180, bahwa harta yang dibakhilkan akan dikalungkan pada hari kiamat, yang oleh Nabi saw disebutkan berupa ular yang besar yang akan mematuki kedua pipinya kelak. Wallahu’alam. 

Ramadhan, Momentum Peningkatan Ukhuwah

Oleh :  Shiddiq Amien *)
Bulan Ramadan disebut bulan penuh berkah, penuh ampunan Allah. Di bulan Ramadan, ada sejumlah kegiatan ibadah yang bisa meningkatkan ta'aruf dan ukhuwah di antara sesama muslim. Di antaranya :  pertama, saum itu sendiri. Selama menunaikan saum kita bisa merasakan bagaimana haus dan dahaga selama satu bulan. Jika bukan karena dasar keimanan tentu hal itu cukup memberatkan. Perasaan lapar dan haus itu akan membangkitkan kesadaran akan kelaparan dan kehausan yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang fakir dan miskin, yang bukan hanya dalam waktu satu bulan, tapi mungkin setiap hari. Kesadaran itu akan mendorong untuk mau berbagi rizki dengan mereka dalam bentuk zakat, infak dan sedekah. Ini akan lebih memper-erat hubungan baik antara si kaya dengan si miskin., disamping tentu bersedekah di bulan Ramadan memiliki nilai istimewa, seperti dinyatakan dalam hadits riwayat at-Tirmidzi bahwa seutama-utamanya sedekah, adalah sedekah di bulan Ramadan.   Kedua,salat Tarawih . Salat Tarawih bisa dilaksanakan munfarid atau sendirian, tapi lebih utama dilaksanakan berjamaah. Imam Ahmad pernah ditanya oleh muridnya tentang mana yang lebih utama tarawih sendirian atau berjamaah. Beliau menjawab : berjamaah dengan imam lebih utama. Ketika ditanyakan dasarnya. Beliau menjelaskan bahwa  ketika Rasulullah saw mengimami salat tarawih sampai lewat tengah malam, ada sahabatnya yang usul agar diteruskan salat, mungkin tidur juga tanggung. Nabi saw menjawab tidak usah, karena barangsiapa yang salat tarawih bersama imam (berjama'ah) sampai selesai, maka sesisa malam yang tidak dipakai tarawih, akan diberi pahala salat tarawih.
Ketiga,menyediakan makanan buat berbuka orang-orang yang saum, baik untuk keluarga, atau yang lainnya, terutama bagi kaum du'afa. (fakir, miskin, aitam). Caranya bisa diantar ke rumah mereka, atau disediakan di mesjid atau diundang ke suatu tempat lainnya. Amalan ini memiliki keutamaan seperti yang dijelaskan Nabi saw dalam hadits yang diriwayatkan  oleh Ibnu Khuzaimah yang menyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka bagi orang yang saum akan mendapatkan ampunan Allah. Kemudian dalam hadits riwayat Imam Ahmad dinyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka buat orang yang saum, maka ia akan mendapatkan pahala sebesar pahala orang-orang yang saum yang disediakan buka olehnya.
Keempat, Tadarus, Selama bulan Ramadan kita dianjurkan untuk lebih memperbanyak tadarus al-Qur'an, seperti yang dilakukan oleh Nabi saw bersama malaikat Jibril. Kegiatan tadarus ini bisa dilakukan  dalam bentuk membaca dan memahami al-Qur'an baik sendiri-sendiri atau bersama-sama di mesjid atau tempat lainnya,  atau  dalam bentuk halakoh, kultum, kuliah subuh, ceramah tarawih, diskusi, dsb.
Kelima,I'tikaf. Pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan Nabi saw bersama sahabatnya biasa menjalankan I'tikaf, yakni berdiam diri di mesjid, untuk memperbanyak tadarus dan kegiatan ibadah lainnya.
Kegiatan-kegiatan ibadah yang dilakukan secara jama'i, baik itu I'tikaf, tadarus, buka saum, tarawih, ini merupakan momentum untuk lebih memperluas ta'aruf  dan lebih memperkokoh solidaritas dan ukhuwah di antara sesama muslim. Semoga.


*) Penulis : Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS.

Sabtu, 06 Juli 2013

Rahasia Sehat ala Rasulullah | Menelisik Aktifitas Keseharian Nabi Muhammad SAW

Pada postingan kali ini dimana beberapa saat lagi akan menjelang Ramadhan, penulis ingin menulis tentang "Rahasia Sehat ala Rasulullah SAW". Shaum ramadhan dan kesehatan sangat berkaitan erat, oleh karenanya bila dikaji lebih mendalam ternyata Nabi Muhammad SAW telah banyak mengajarkan kepada ummatnya bagaimana rahasia sehat yang Islami, sebab memang Rasulullah SAW diutus ke dunia ini tiada lain untuk menjadi tauladan/ contoh. Sebagaimana firman Allah SWT: dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat ke 21 yang  artinya ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab; 33 : 21).

Berdasar ayat di atas ditegaskan bahwa semua yang dicontohkan Rasulullah selama hidupnya patut dijadikan renungan dan tauladan bagi kehidupan manusia, sebab Nabi Muhammad itu adalah uswatun hasanah (contoh yang baik), dan kita yakini pula bahwa semua gerak langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tiada lain itu karena petunjuk dan bimbingan Allah SWT, bukan karena nafsu pribadi atau kehendak dirinya sendiri. Dan ini berlaku pula dalam urusan keduniaan termasuk hal makanan. 

Dengan dasar di atas barangkali inilah rahasia mengapa Rasulullah SAW tidak pernah diriwayatkan mengalami gangguan sakit perut atau pencernaan sepanjang hayatnya. Dan berikut inilah beberapa keterangan berdasar dalil yang terkait urusan kebiasaan sehari-hari yang dilakukan Rasulullah SAW, sehingga Beliau selalu tampil bugar dan fres bersama para sahabat-sahabatnya, bercahaya dan penuh wibawa, hanya beberapa kali saja Beliau pernah diriwayatkan sakit: 
  • Rasulullah SAW sangat hati-hati terhadap urusan makanan. Tidak ada makanan yang masuk kedalam mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi sayarat halal dan thayyib (baik).
  • Rasulullah SAW tidak pernah makan sebelum merasa lapar dan kebiasaan Beliau selesai makan sebelum kenyang. Dijelaskan juga dalam suatu keterangan bahwa kapasitas perut (albathnu) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara. 
Disabdakan “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain maka, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan.”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
  • Rasulullah SAW terbiasa makan dengan tenang, tidak tergesa-gesa. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan dari keselek atau tersedak, tergigit, dan telah terbukti kerja organ pencernaan pun akan lebih ringan. Makanan pun biasa dikunyah dengan lebih lama, sehingga kerja organ pencernaan dapat berjalan dengan normal. 
  • Rasulullah SAW terbiasa melakukan shalat malam / tahajud di setiap sepertiga malam. Para peneliti telah membuktikan bahwa udara di sepertiga malam terakhir setiap malam itu sangat sarat akan oksigen yang belum terkontaminasi oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal ini jelas sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh. 
  • Rasulullah SAW paling rajin menjaga kebersihat dan kesehatan lingkungan. Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari kamis atau Jum’at beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. “Mandi pada hari Jumaat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman” (HR Muslim).
  • Rasulullah SAW lebih suka berjalan kaki daripada berkendaraan terutama ketika pergi  ke masjid, pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki terbukti keringat akan mengalir, pori- pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Hal inilah yang menjadi tips para Dokter untuk mencegah penyakit jantung.
  • Rasulullah SAW sangat menjaga emosi, Beliau bukan tipe pemarah. Bahkan Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat : “Jangan Marah!” diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa.
Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :
- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring
- Membaca Ta ‘awwudz, karena marah itu dari Syaithon
- Segeralah berwudhu
- Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati.
  • Rasulullah adalah pribadi yang optimis yang tidak kenal putus asa. Sikap optimis ini akan memberikan efek psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT
  • Rasululullah SAW tidak iri hati kepada siapa pun. Kestabilan hati serta kesehatan jiwa merupakan mentalitas yang harus dijaga, dengan menjauhi sikap iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat untuk menyetabilkan hati dan menyehatikan jiwa seseorang. Bahkan Rasul pernah mengajarkan suatu do'a supaya terjauh dari sifat iri hati “Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat sifat mazmumah dan hiasilah diriku dengan sifat sifat mahmudah”.
  • Membiasakan shaum wajib dan shaum sunnah. Dalam Islam ada shaum wajib yaitu shaum di bulan Ramadhan dan ada pula beberapa shaum sunnat yang diajarkan Rasulullah SAW dan sangat dianjurkannya, seperti senin kamis, Ayyamul Bith’, shaum Dawud, Shaum 6 hari di bulan Syawwal, dan sebagainya. Terbukti dengan shaum akan menjadi penghalang terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai macam ampas makanan, menahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Shaum menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Sahum sangat ampuh utnuk detoksifikasi (pembersihan) yang sifatnya total dan meyeluruh.
Demikianlah beberapa kebiasaan Rasulullah SAW sehari-hari selama hidupnya ketika menjaga kesehatan sehingga Beliau dapat selalu tampil prima, fit dan dapat terhindar dari berbagai penyakit. 
Sebagai ummatnya sudah sepatutnya kita untuk selalu meneladani / mencontoh perilaku beliau dalam kehidupan sehari- hari, terutama dalam masalah menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. 
Semoga tulisan ini menjadi renungan dalam menjaga kebugaran dan kesehatan ala Rasulullah SAW.