Kamis, 27 Juni 2013

Mendidik Anak Melalui Dongeng atau Cerita

“Pada ketiga kalinya anak tersebut berteriak-teriak, tak ada seorang pun yang memedulikannya. Akhirnya, anak itupun meninggal dimakan anak buas.” Itulah akibatnya kalau suka berbohong, sayang.” Kalimat penutup tersebut digunakan seorang ibu muda untuk mengakhiri dongeng untuk putranya tersayang. Namun saat ibu itu menengok ke arahnya, ternyata ia sudah pulas. Diciumilah kening anak tersebut lalu diselimuti seluruh badannya.
Suasana tersebut sudah sangat jarang ditemukan di kehidupan zaman sekarang. Mendongeng dirasa cara yang kuno oleh para orang tua. Terlindas oleh teknologi modern. Terkalahkan oleh televisi yang menayangkan acara-acara yang belum tentu manfaatnya. Apalagi tanpa bimbingan orang tua, terutama ibu.
Pendidikan yang pertama dan paling utama adalah dari lingkungan keluarga. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah atau suci. Selanjutnya terserah orang tua akan mencetak mereka seperti apa. Berikut dalilnya:
“Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah, kedua orangtualah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani ataupun Majusi” (HR. Bukhori).
Dalam firman Allah SWT di surat An-Nahl ayat 78, bahkan disebutkan bahwa seorang terlahir dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Namun Allah SWT telah membekalinya dengan tiga alat thalabul ilmi di bawah. Seperti terungkap dalam Firman Allah SWT ini:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu dengan keadaan tidak mengetahui sesuatupun; dan Dia mengkaruniakan kepada kamu pendengaran, dan penglihatan, serta hati (akal pikiran) supaya kamu bersyukur” (QS. An-Nahl: 78).
Tiga alat thalabul ‘ilmi yang dimaksud ayat tersebut antara lain: Sama’a (pendengaran), Bashor (penglihatan), dan ‘afidah (hati/pikiran). Tugas orang tualah untuk mendampingi putra dan putrinya guna memaksimalkan bekal yang Allah karuniakan tersebut. Salah satu cara mendidiknya adalah dengan cara mendongeng. Mendongeng merupakan cara yang paling mudah dan sederhana. Cara tersebut paling disenangi anak-anak, terutama pada usia 3-7 tahun. Dengan mendongeng sesuatu yang berat akan terkesan lebih mudah diterima. Al-Qur’an pun banyak memuat cerita, yang biasa disebut kisah-kisah.
Bahkan, menurut Prof. Dr. Roem Rowi, MA (guru besar ilmu Al-Qur’an IAIN Sunan Ampel Surabaya) “Kisah-kisah mendominasi Al-Qur’an karena metode ini paling disenangi orang, paling mempesona dan paling mudah diterima”. Yaitu sekitar 80 persen dari Al-Qur’an.
Manfaat mendongeng yang paling penting adalah dapat mempererat hubungan orang tua dengan anak baik secara lahir maupun batin serta membantu mengoptimalkan perkembangan psikologis mereka. Selain itu masih banyak juga manfaat lainnya menurut para ahli diantaranya sebagai berikut:

Mengembangkan Daya Imajinasi dan Kreatifitas Anak
Pada masa kanak-kanak, imajinasi mereka sangat bagus. Bahkan, bisa disebut dunia mereka adalah dunia imajinasi. Oleh sebab itu, orang tua harus mengarahkannya kepada hal yang positif, yaitu dengan membawa mereka dongeng. Dengan demikian imajinasi anak akan berkembang dan kreatifitas mereka pun akan meningkat dengan sendirinya.

Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Kemampuan verbal adalah kemampuan awal anak, itulah alasannya kenapa otak kanan lebih berkembang pada masa ini. Dengeng bisa merangsang anak untuk meningkatkan keterampilan dalam berbahasa. Misal, dongeng yang mengandung cerita positif mengajarkan perilaku baik, dan sebagainya mendidik anak untuk lebih mudah menyerap tutur kata yang sopan.

Membangkitkan Minat Baca Anak
Jika anda ingin mempunyai anak yang senang membaca, maka jalan yang paling mudah ya melalui dongeng juga. Saat mereka mendengar cerita menarik yang dibacakan atau langsung didongengkan, akan timbul rasa penasaran mereka untuk membaca karena ingin tahu. Dongeng merupakan stimulus dini yang akan mengantarkan putra-putri kita untuk gemar membaca. Bukankah wahyu pertama turun memerintah Rasulullah SAW membaca? Sampai berulang kali:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah” (QS Al-Alaq 1-3)
Peritah itupun tentu saja berlaku juga untuk kita semua sebagai umatnya.
Membangun Kecerdasan Emosional Anak
Kecerdasan emosional tidak kalah pentingnya dibanding kecerdasan lainnya. Biasanya anak-anak rendah kecerdasan emosionalnya sulit mengerti terhadap nilai-nilai moral dalam kehidupannya. Melalui tokoh-tokoh dalam cerita, secara tidak langsung kita memberikan contoh dan membangun kecerdasan emosional mereka.

Membangun Rasa Empati Anak
Kepekaan pada anak akan dirangsang melalui dongeng yang diceritakan. Maka terbentuklah rasa empati anak. Mereka akan terangsang untuk berempati terhadap lingkungan sekitar mereka. Lebih penting lagi dongeng yang mengandung nilai positif akan menjadi bekal di masa depan mereka. Rasa empati tersebut akan membuat mereka berempati terhadap orang lain.

Meningkatkan Kemampuan Pendengaran dan Daya Ingat
Bagian inilah yang paling dirangsang, yaitu pendengaran. Kemampuan auditori anak akan meningkat jika terus mendengarkan dongeng. Hal tersebut mengakibatkan daya ingat anak akan tajam. Inilah yang dimaksud dengan menguatkan fungsi tholabul ‘ilmi antara lain pendengaran (sam’a), daya ingat (afidah). Sedangkan bashar dengan sendirinya akan menguat saat minat baca mereka mulai timbul. Atau saat mereka melihat langsung kejadian yang berhubungan dengan cerita yang didongengkan ada di kehidupan nyata.

Cerita yang didongengkan bisa beragam. Mulai dari cerita rakyat atau cerita anak lainnya. Ceritanya kita pilih yang sesuai dengan usia mereka. Kisah-kisah Al-Qur’an dan Haditspun bisa dijadikan referensi ibu-bapak dalam mendongeng untuk putra-putrinya tercinta. Misalnya kisah para Nabi dan Rasul, Kisah Ashabul Kahfi, Kisah Luqman, dan masih banyak lagi kisah yang lainnya yang mengandung nilai-nilai positif serta bermanfaat bagi kehidupannya sekarang dan masa yang akan datang.

Mari kita luangkan waktu untuk putra-putri kita tercinta. Dongengkan cerita bernilai positif agar anak menjadi cerdas dan soleh. Semoga Artikel tentang Mendidik Anak lewat Cerita dan Dongeng ini bermanfat. 

Sumber: Rubrik Bunaya Majalah Risalah, Ilmi Fadillah

Senin, 24 Juni 2013

Dalil Ucapan Doa Menjelang dan di Akhir Bulan Ramadhan

Postingan kali ini menguraikan selintas mengenai dalil ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan. Sebuah dalil kritis terhadap kebiasaan dan budaya di kalangan mayoritas umat Islam di Indonesia dari segi tinjauan dalil hadits Rasulullah.
Namun demikian bukan berarti dalil-dalil di bawah ini mutlak benarnya, tetapi ummat muslim sudah harus membiasakan berfikir kritis atas dalil-dalil amaliyah ibadah. Berikut dalil ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan :
Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Annasa'i Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda: 

« أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ ». رواه النسائي
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya, dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka jahim serta dibelenggu pemimpin-pemimpin setan, di dalamnya Allah mempunyai satu malam yang lebih baik dari seribu bulan siapa yang dihalangi untuk mendapatkan kebaikannya maka ia telah benar-benar dihalangi dari kebaikan“. Hadits riwayat An Nasai dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib.
Informasi yang disampaikan dari hadits di atas ialah : kabar gembira tentang akan tiba nya suatu bulan yang agung, yang penuh dengan keberkahan, yaitu Bulan Ramadhan.

Mengenai ucapan permintaan maaf menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, penulis belum mendapatkan satu riwayatpun yang sohih dari Nabi untuk meminta maaf khusus menjelang bulan Ramadhan, maka tidak didapatkan riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ataupun riwayat-riwayat dari para shahabat, jadi yang lebih baik dan seharusnya, kita mencukupkan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena itu yang paling baik dan paling sempurna.

Seseorang harus tidak berani untuk menganjurkan umat ini akan suatu perkara yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sangat mampu untuk mengerjakannya dan tidak ada penghalang untuk mengerjakan hal itu, apa lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapati bulan Ramadan selama hiduap beliau sebanyak 8/9 kali dan selama itu tidak ada riwayat beliau menganjurkan untuk meminta maaf baik antara sesama muslim atau orang tua atau suami istri menjelang bulan Ramadhan. Ini adalah jawaban untuk pertanyaan pertama.

Tapi perlu diingat baik-baik, Islam mengajarkan bahwa siapapun yang mempunyai kesalahan terhadap orang lain, pernah menyakiti atau menzhalimi orang lain, maka bersegeralah meminta halal dan maaf dan jangan menunggu nanti penyelesaiannya di hadapan Allah Ta’ala. Karena nanti di hadapan-Nya yang ada hanyalah; “Terimalah ini pahala saya”, atau “Terimalah dosa orang yang pernah kamu zhalimi”, tidak ada emas dan perak untuk menyelesaikannya!

عنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Siapa yang pernah mempunyai kezhaliman terhadap seseorang, baik terhadap kehormatannya atau apapun, maka minta halallah darinya hari ini!, sebelum tidak ada emas dan perak, (yang ada adalah) jika dia mempunyai amal shalih, maka akan diambil darinya sesuai dengan kezhalimannya, jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambilkan dosa lawannya dan ditanggungkan kepadanya”. Hadits riwayat Bukhari.

Sedangkan untuk permasalahan meminta maaf ketika ‘iedul fithri: mari kaum muslim untuk melihat beberapa riwayat dan perkataan para ulama:

Imam Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, seorang ulama hadits dan besar madzhab syafi’iyyah berkata:
وروينا في المحامليات بإسناد حسن عن جبير بن نفير قال كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك

“Diriwayatkan kepada kami di dalam kitab Al Muhamiliyat, dengan sanad yang hasan (baik) dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: “Senantiasa para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu pada hari ‘ied, sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah dari kita dan dari anda). lihat kitab Fath Al Bari 2/446

Dan Ibnu Qudamah (seorang ahli fikih dari madzhab hanbali) rahimahullah menukilkan dari Ibnu ‘Aqil tentang memberikan selamat pada hari ‘ied, bahwasanya Muhammad bin Ziyad berkata: “Aku bersama Abu Umamah Al Bahili (seorang shahabat nabi) radhiyallahu ‘anhudan selainnya dari para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka jika pulang dari shalat ‘ied berkata kepada sebagian yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka”. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahberkata: “sanad hadits Abu Umamah adalah sanad yang baik,dan Ali bin Tsabit berkata: “Amu telah bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullah akan hal ini dari semenjak 35 tahun yang lalu, beliau menjawab: “Masih saja kami mengetahui akan hal itu dilakukan di kota Madinah”. Lihat Kitab Al Mughni 3/294.

Dan Imam Ahmad rahimahullah: “Tidak mengapa seseorang mengatakan kepada orang lain pada hari ‘ied: “Taqabbaalallahu minna wa minka”.

Harb berkata: “Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang perkataan orang-orang di hari ‘ied (‘iedul fithri atau ‘iedul adhha) “Taqabbalallahu minna wa minkum, beliau menjawab: tidak mengapa akan hal tersebut orang-orang syam meriwayatkan dari shahabat nabi Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu. lihat kitab Al Mughni 3/294

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Adapun memulai mengucapkan selamat pada hari ‘ied adalah bukan merupakan sunnah yang diperintahkan dan juga bukan sesuatu yang dilarang, maka barangsiapa yang melakukannya ia mempunyai pekerjaan yang dijadikan sebagai tauladan dan kalau ada yang meninggalkan ia juga mempunyai orang yang dijadikan sebagai teladan. wallahu a’lam”. lihat kitab Majmu’ Al Fatawa 24/253

Dari penjelasan di atas semoga bisa dipahami bahwa mengkhususkan meminta maaf pada hari ‘ied bukan merupakan pekerjaan para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam radhiyallahu ‘anhum, akan tetapi yang mereka lakukan adalah mendoakan satu dengan yang lainnya sebagaimana penjelasan di atas dan ini yang paling baik dilakukan oleh kaum muslimin.

terakhir saya akan sebutkan sebuah perkataan indah dari Abdullah bin Mas’ud (seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) radhiyallahu ‘anhu:

عن ابن مسعود – رضي الله عنه – قال : «مَن كانَ مُسْتَنًّا ، فَلْيَسْتَنَّ بمن قد ماتَ ، فإنَّ الحيَّ لا تُؤمَنُ عليه الفِتْنَةُ ، أولئك أصحابُ محمد – صلى الله عليه وسلم – ، كانوا أفضلَ هذه الأمة : أبرَّها قلوبًا ، وأعمقَها علمًا ، وأقلَّها تكلُّفًا ، اختارهم الله لصحبة نبيِّه ، ولإقامة دِينه ، فاعرِفوا لهم فضلَهم ، واتبعُوهم على أثرهم ، وتمسَّكوا بما استَطَعْتُم من أخلاقِهم وسيَرِهم ، فإنهم كانوا على الهُدَى المستقيم».

”Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang bersuri tauladan maka hendaklah bersuri tauladan dengan orang yang sudah meninggal, karena sesungguhnya orang yang masih hidup tidak aman dari tertimpa fitnah atasnya, merekalah para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka adalah orang-orang yang termulia dari umat ini, yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit untuk berbuat yang mengada-ngada, Allah telah memilih mereka untuk bershahabat dengan nabiNya, untuk menegakkan agamaNya, maka ketauhilah keutamaan mereka yang mereka mililki, ikutilah jalan-jalan mereka, dan berpegang teguhlah semampu kalian akan budipekertibudi pekerti mereka dan sepak terjang mereka, karena sesungguhnya mereka diatas petunjuk yang lurus”.diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abdil Barr di dalam Kitab Jami’ bayan Al ‘Ilmi wa Ahlih (2/97) dan disebutkan oleh Ibnu Atsir di dalam Jami’ Al Ushul Fi Ahadits Ar Rasul (1/292).
Demikian mengenai dalil dan do'a ucapan menjelang dan di akhir bulan ramadhan

Kamis, 20 Juni 2013

Ketauhidan dan Pemahaman Islam yang Benar *)

Pada dasarnya setiap bayi manusia yang terlahir ke dunia ini sudah ada dalam ajaran tauhid, yakni ajaran mengesakan Allah swt. Ini didasarkan kepada Q.S Al-A'raf Ayat 172 :

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ(172)الاعراف

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS.Al-A'raf : 172)

عن أنس بن مالك ر. قال النبي ص : " كل مولود يولد من والد كافر او مسلم فانما يولد على الفطرة على الاسلام كلهم , ولكن الشياطين أتتهم فأجتالتهم عن دينهم فهودتهم ونصرتهم ومجستهم وأمرتهم ان يشركوا بالله ما لم ينزل به سلطان " ر الحكيم ( جمع الجوامع 5:ص 391 : ر 15908 )

Dari Anas bin Malik ra,  bersabda Rasulullah saw : " Semua anak yang dilahirkan baik dari orangtua kafir atau muslim, tiada lain dilahirkan dalam fithrah, dalam Islam semuanya, akan tetapi syetan telah mendatanginya, dan menggelincirkannya dari agamanya, dia meyhudikannya, mengkristenkannya, memajusikannya, dan menyuruh mereka untuk menyukutukan Allah, sesuatu yang tidak diberikan kepadanya kewenangan." (HR. Al-Hakim)

Adanya potensi orang untuk menyimpang dari ajaran/akidah tauhid juga sudah diingatkan Allah dan Rasul-Nya :

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ فَأَقُولُ إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي  – ر البخاري

Dari Sahal bin Sa'ad ra berkata, bersabda Nabi saw : Sesungguhnya aku akan mendahului kalian sampai di sebuah telaga, barangsiapa yang mendekat kepadaku akan bisa  minum, barangsiapa yang minum tidak akan haus lagi. Kemudian akan digiring kepadaku sekelompok orang yang aku mengenalinya, dan mereka mengenali aku, tapi kumudian antara aku dengan mereka dihalangi. Lalu aku berkata : Sesungguhnya mereka adalah dari umatku. Lalu dikatakan : Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan (dalam agama) sesudah engkau tiada. Maka aku menyuruh : menjauhlah, menjauhlah hai orang-orang yang merubah-rubah (agama) sesudahku.  ( HR.Al-Bukhari)

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ- فاطر : 37  

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (QS.Fathir : 37)

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَالَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا(66)وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا(67)رَبَّنَا ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا(68)- الاحزاب

Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS.Al-Ahzab : 66-68)

Kita kaji dari hal yang paling mendasar, yakni Rukun Iman dan Rukun Islam. Selama ini kita meyakini bahwa Rukun Iman ada enam dan Rukun Islam ada lima, berdasar :

قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ ... ر مسلم 

Berkata Umar Ibnul Khattab ra: Ketika kami bersama Rasulullah saw pada suatu hari, tiba-tiba muncul seorang lelaki dengan pakaian sangat putih, dengan rambut sangat hitam, tidak nampak padanya bekas menempuh perjalanan, dan tidak ada diantara kami yang mengenalinya, sampai ia duduk di depan Nabi saw, dia menempelkan kedua lututnya dengan dua lutut Nabi, dan menyimpan kedua telapak tangannya pada paha Nabi saw. Lalu bertanya : Ya Muhammad beritahu aku tentang Islam. Rasulullah saw menjelaskan : Islam itu, Engkau bersaksi tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu. Dia berkata : Engkau benar. Umar berkata : kami kaget dengannya, bertanya tapi membenarkannya.  Lalu Dia bertanya lagi : Beritahu aku tentang iman. Nabi saw menjelaskan : Iman itu engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada Hari Akhir, serta beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk. Dia berkata : Engkau benar. …. ( HR. Muslim).

Dalam keyakinan kaum Syi'ah (Rafidhah), Rukun Islam-nya sama lima, tapi tidak ada Syahadat :

عن ابي جعفر عليه السلام قال : بني الاسلام على خمسة أشياء : على الصلاة و الزكاة والحج والصوم والولاية ؛ قال زرارة : فقلت : وأي شييء من دالك افضل ؟ فقال : الولاية أفضل, لانها مفتاحهن و الوالي هو الدليل عليهن ... – أصول الكافى محمد بن يعقوب الكليني  2: 15 ر 3

Dari Abi Ja'far as. Berkata : Islam didirikan di atas lima perkara : Shalat, zakat, haji, shaum, dan Al-Wilayah. Bertanya Zurarat  : Mana di antara yang lima itu yang paling utama ? Dia menjawab : Al-Wilayah yang paling utama, sebab  Al-Wilayah pembuka atas perkara-perkara itu, dan Wali adalah dalil bagi kelima perkara itu…. ( Ushul Al-Kafi 2: 15 no. 3 )

Demikian juga Rukun Imannya, hanya ada lima, dengan istilah yang berbeda. Muhammad Al-Husein Ali Kasyiful Ghitha dalam kitabnya Ahlusy-Syi'ah wa Ushuluha:  Rukun Iman Syi'ah Rafidah : 1) At-Tauhid  2) Al-'Adlu  3) An-Nubuwah  4) Al-Imamah  5) Al-Ma'ad   ( Muhammad Al-Husein Ali Kasyiful Ghitha , Ahlusy-Syi'ah wa Ushuluha) – ( KH.Irfan Zidny,MA , Bunga Rampai Ajaran Syi'ah )

Kaum Syi’ah  tidak meyakini akan jaminan Allah tentang keotentikan dan orsinilitas Al-Qur’an yang termaktub dalam QS. Al-Hijir : 9, karena menurut keyakinan mereka Al-Qur’an yang ada sekarang bukan Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. Ini terungkap antara lain :
Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini dalam Kitabnya Al-Kafi fil Ushul, Kitab Fadhail Al-Qur’an 2 : 350  meriwayatkan dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah:

عن ابي عبد الله عليه السلام قال : أن القران الدي جاء به جبريل عليه السلام الى محمد ص سبعة عشر ألف اية – أصول الكافي 2: 350 ر 29

 “ Sesungguhnya Al-Quran yang dibawa oleh Jibril as kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat.”  Padahal Al-Qur’an yang berada di tangan kita berjumlah 6236 ayat, berarti dua pertiganya telah hilang.  Kemudian di Bab Al-Hujjah  1 :142  dijelaskan bahwa bagi kaum Syi’ah memiliki  Kitab suci sendiri yang bernama “ Mushaf Fatimah “ yaitu sebuah Mushaf di dalamnya semisal Al-Qur’an yang tebalnya tiga kali lipat, dan tidak ada satu huruf-pun yang sama dengan Al-Qur’an.

(... وان عندنا لمصحف فاطمة ع س وما يدريهم ما مصحف فاطمة ع س ؟ قال : قلت : و ما مصحف فاطمة ع س ؟ قال : مصحف فيه مثل قرانكم هدا ثلاث مرات , والله ما فيه من قرانكم حرف واحد ... أصول الكافى 1: 142)

Tapi anehnya yang disebut "Mushaf Fatimah itu sampai sekarang tidak pernah ada, tidak pernah bisa mereka tunjukkan. Sementara kepada Al-Qur'an yang ada yakni " Mushaf Utsmani " mereka meragukannya bahkan menolaknya. Lantas mereka memakai Qur'an yang mana ? Ni’matullah Al-Jazairi berkata : “Telah diriwayatkan dalam banyak hadits bahwa mereka telah memerintahkan para syi’ah mereka untuk membaca Al-Qur’an yang ada ini dalam shalat dan lainnya serta mengamalkan hukumnya hingga munculnya Maulana Shahib Az-Zaman lalu   ia mengangkat Al-Qur’an ini dari tangan-tangan manusia menuju langit dan mengeluarkan Al-Qur’an yang disusun oleh Amirul Mukminin, maka dibaca dan diamalkan hukum-hukumnya.  ( Al-An-war an-Nu’maniyyah 2: 363 )

Mirza Husain bin Muhammad Taqiy An-Nuri Ath-Thubrusi, dalam kitabnya Fashl Al-Khitab fi Tahrif Kitab Rabbi Al-Arbab hal  32menyebutkan : “ Sesungguhnya Al-Qur’an yang ada pada kita bukanlah Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, tapi telah dirubah, diganti, ditambahi dan dikurangi.”  Diantara contoh ayat-ayat yang katanya ditahrif :

-                                            إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَاهِيمَ وَءَالَ محمد عَلَى الْعَالَمِينَ ( ال عمران: 33)-فصل الخطاب : 264 
-                                            يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ لرسول الله والامام من بعده  ( ال عمران : 102) – فصل الخطاب :267
-                                            يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ من ال محمدصلوات الله عليهم ( النساء : 59)قصل الخطاب : 274
-                                            وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا بالمتعة حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ  ( النور:33) فصل الخطاب : 315
-                                            وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فى ولاية علي  فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا (الجن:23) – فصل الخطاب : 340
-                                            يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ الى محمد ووصيه والائمة من بعده(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً بولاية علي مَرْضِيَّةً بالثوب (28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي مع محمد واهل بيته (29)وَادْخُلِي جَنَّتِي  غير مشوبة (30) – فصل الخطاب : 345

Dalam keyakinan Syi’ah, disamping ada yang disebut “ Mushaf Fatimah “ ada kitab-kitab samawi lain yang diturunkan kepada Nabi saw, tapi dikhusukan buat Amirul Mukminin.

Dalam Ahmadiyyah juga telah nampak penyimpangan dalam masalah Akidah , terutama menyangkut masalah adanya lagi nabi dan rasul pasca Nabi Muhammad saw. Serta  turunnya wahyu setelah Al-Qur'an.
Klaim Mirza Gulam Ahmad dan pengikutnya, bahwa Ia seorang  nabi dan menerima wahyu, jelas sebuah penyimpangan akidah yang sangat serius, sebuah klaim yang bathal dan munkar, karena mengingkari firman Allah swt :


مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

الاحزاب : 40

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS. Al-Ahzab : 40

Pengikut nabi palsu memelintir makna “ Khatam “ bukan dalam arti penutup, melainkan dengan arti “ cingcin atau stempel “ , hal ini bisa dilihat dari pernyataan :

a.      Selanjutnya Ahmadiyyah berkata bahwa kalimat “ Khatam” dapat dibaca “ Khatim” yang berarti hiasan bagi sang pemakainya. Apabila diartikan demikian , maka Rasulullah saw itu bagaikan hiasan indah bagi nabi-nabi. Dalam Fathul Bayan juga dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah bagaikan hiasan cincin yang dipakai oleh para nabi, karena beliau nabi termulia. “  ( Saleh A. Nahdi, Selayang Pandang Ahmadiyyah, hal : 34 ).       
b.      Jadi perkataan “ Khataman nabiyyin “  berarti “ Cap atau stempel “ dari pada nabi-nabi, yakni Nabi Muhammad saw ialah kebagusan dari pada segala nabi-nabi.              ( Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jasa Imam Mahdi )

Jika para nabi diumpamakan jari-jari, dan Nabi Muhammad saw diumpamakan sebagai cincin penghias jari, kemudian dimaknai bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi termulia, ibarat cincin pada jari, pertanyaannya kemudian : “ Muliaan mana antara cincin dengan jari ? “ Kiranya semahal-mahal cincin, masih ada jualan. Tapi seborok-borok jari tidak ada jualan ! Dengan demikian mengumpamakan Nabi Muhammad saw dengn cincin dan para nabi lainnya sebagai jari, bukan merupakan sebuah penghormatan kepada Nabi Muhammad saw, melainkan sebuah  penghinaan.

Rasulullah saw. sudah menegaskan bahwa tidak ada lagi nabi sesudah beliau, dan tidak ada umat sesudah umat Muhammad ( umat Islam ), kalau ada orang mengaku atau mendakwakan dirinya sebagai nabi, dia itu adalah Dajjal. Itu diungkap dalam banyak hadits, antara lain :

كانت بنو اسرئيل تسوسهم الانبياء , كلما هلك نبي خلفه نبي , وانه لا نبي بعدي , وسيكون خلفاء فيكثرون – ر البخاري

“ Bani Israil itu terus menerus dipimpin oleh para nabi, setiap seorang nabi wafat, diganti oleh nabi lainnya, dan sesungguhnya tidak ada lagi nabi sesudahku,  dan akan ada khalifah yang jumlahnya banyak. “  HR. Al-Bukhari.

ان الرسالة والنبوة قد انقطعت فلا رسول بعدي ولا نبي – ر احمد والترمذي

“ Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah dipubngkas, maka tidak ada lagi rasul dan nabi sesudahku, “  HR. Ahmad dan At-Tirmidzi

ان الله لم يبعث نبيا الا حذر أمته الدجال , وانا اخر الانبياء و انتم اخر الامم , وهو خارج فيكم لا محالة , انه يبداء فيقول : انا نبي , ولا نبي بعدي – ر ابن ماجه

“ Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang nabipun, kecuali ia mengingatkan umatnya tentang ( bahaya ) dajjal.  Aku adalah penutup nabi dan kalian adalah umat terakhir, Dajjal itu akan muncul di tengah-tengah kalian pasti,   Sesungguhnya dia akan nampak dari perkataannya : ‘ Aku adalah nabi ‘, Padahal tidak ada lagi nabi sesudahku. “ HR. Ibnu Majah

Argumentasi lain yang dikemukakan oleh penganut agama Ahmadiyyah, bahwa Mirza adalah nabi, bahkan nabi yang sudah dijanjikan dalam al-Qur’an, dengan mengklaim bahwa Nabi Ahmad yang dijanjikan dalam QS. As-Shaf : 6 adalah Mirza Gulam Ahmad, dan bukan Nabi Muhammad saw. Dalam ayat itu dijelaskan :

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ - ألصف : 6

Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi  kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". QS. As-Shaf :6

Dalam Majalah Ahmadiyyah Suara AnsharullahNo. 3 , Juli 1955 disebutkan : “ Jika orang benar-benar  meneliti maksud al-Quran itu ( Surat 61:6 ) maka akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan nama Ahmad bukanlah Nabi Muhammad saw, tapi seorang rasul yang diturunkan Allah swt pada akhir zaman sekarang ini. Bagi kami ialah : Hazrat Ahmad  Al-Qadiani. “

Padahal tentang siapa yang dimaksud dengan Ahmad dalam ayat itu jelas bukan Mirza Gulam Ahmad, melainkan Nabi Muhammad saw.  lebih kurang dua belas abad sebelum Mirza dilahirkan. Nabi saw. bersabda :

لي خمسة أسماء : انا محمد و احمد , و انا الماحي الذي يمحوا الله بي الكفر , وانا الحاشر الذي يحشر الناس على قدمى , وانا العاقب الذى ليس بعده نبي – ر البخاري و مسلم

Aku punya lima nama : Aku adalah Muhammad, dan Ahmad, Aku Al-Mahi ( Penghapus), yang Allah menghapus dengan ( kerasulanku ) kekufuran, Aku Al-Hasyr( Penghimpun ), yang Allah kumpulkan manusia di bawah telapak kakiku ( pengaruhku), dan Aku adalah Al-‘Aqib              ( Penutup ) yang tidak ada lagi nabi sesudahnya.  HR. Al-Bukhari dan Muslim.

Selain keyakinan bahwa Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad saw , keberadaan kitab Tadzkirah  yang diklaim sebagai “ Wahyu Muqaddas “, semakin mengukuhkan Ahmadiyyah sebagai sebuah agama.  Kitab itu diyakini diturunkan pada Lailatul Qadar, kepada  Mirza Gulam Ahmad yang mendakwakan diri sebagai Al-Masih Al-Mau’ud     ( Nabi Isa yang dijanjikan turun lagi ) dengan menyebut dirinya sebagai Al-Masih Al-Muhammadi ( Al-Masih turunan Nabi Muhammad ) Sementara Nabi Isa as. Sendiri disebutnya sebagai Al-Masih Al-Israili ( Al-Masih turunan Israil ). Kitab itu katanya diturunkan di sebuah tempat dekat desa Qadian di India.  Inilah kutipan dari Kitab Tadzkirah :

1) انا انزلناه فى ليلة القدر ؛2) انا انزلناه للمسيح الموعود – تذكرة : 519
3) انا انزلناه قريبا من القاديان ؛ 4)  وبالحق انزلناه وبالحق نزل ؛5) صدق الله ورسوله ؛6) وكان امر الله مفعولا ؛ 7) الحمد لله الذي جعلك المسيح ابن مريم – تذكرة : 637

Dari tujuh ayat di atas nampak tiga ayat merupakan “ Bajakan “ dari al-Qur’an : ayat nomer satu dari QS. Al-Qadar : 1 ; ayat nomer empat  dari QS. Al-Isra : 105 ; dan ayat nomer enam dari QS An-Nisa : 46.
Yang lebih aneh tentu saja bahasa wahyu yang dipakai dalam kitab Tadzkirah adalah bahasa Arab, padahal Mirza Gulam Ahmad lahir dan mati di India, Sementara Allah tidak pernah mengutus seorang nabi atau rasul, kecuali bahasa ( wahyu ) yang dipakainya adalah bahasa kaumnya, bahasa masyarakat yang didatanginya, supaya mudah dimengerti oleh mereka.  Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, karena Nabi Muhammad saw. diturunkan di tengah bangsa Arab. Lantas wahyu yang diterima Mirza itu sebenarnya buat siapa ? Allah swt menegaskan :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ – ابرهيم : 4

Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.  QS. Ibrahim : 4

Satu lagi contoh penyimpangan dalam Akidah, Ajaran Pluralisme Agama. Nabi saw pernah mengingatkan :

عَنْ سُوَيْدِ بْنِ غَفَلَةَ قَالَ قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – ر احمد والبخاري

Dari Suwaid bin Ghaflah berkata, berkata Ali ra : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Akan datang di akhir zaman orang-orang dengan muda usia,  buruk akhlak, mereka bicara dengan ayat-ayat al-Qur’an, tapi sudah lepas jauh dari ajaran Islam, seperti lepasnya anak panah dari busurnya, imannya tidak melewati tenggorokannya ( hanya di lidah ) . Diamana saja kamu bertemu dengan mereka perangilah mereka, sesungguhnya memerangi mereka itu akan mendapat pahala pada hari kiamat. “ HR. Ahmad dan Al-Bukhari.


Pluralisme, sebuah teologi yang muncul dan didesain dalam setting sosial-politik humanisme sekuler Barat yang bermuara pada tatanan demokrasi liberal.  Pluralisme ingin tampil sebagai klaim kebenaran baru yang humanis, ramah, santun, toleran, cerdas, dan demokratis. Hal ini dikatakan oleh tokohnya, John Hick.  Semua agama, baik yang tesitik maupun non-teistik, dianggap sebagai sama, sebagi ruang atau jalan yang bisa memberikan keselamatan, kebebasan, dan pencerahan, semua agama benar. Karena pada dasarnya semua agama merupakan respon yang beragam terhadap hakikat ketuhanan yang sama.  Agama dianggap sebagai pengalaman keagamaan. Kemungkinan datangnya agama dari Tuhan atau Dzat Yang Maha Agung dinafikan dan ditolak mentah-mentah.
Tokoh seperti Joachim Wach, seorang ahli perbandingan agama kontemporer bahkan mendefinisikan bahwa pengalaman keagamaan sebagai agama itu sendiri. Lahirlah kesimpulan bahwa semua agama sama secara penuh tanpa ada yang lebih benar daripada yang lain. Sebuah kesimpulan yang menyulitkan mereka sendiri, ketika muncul pertanyaan : “ Apakah agama Kristen, dan Islam sama persis dengan agama-agama primitif dan paganis ( penyembah berhala ) yang kanibalistik ?”

Dalam wacana pemikiran Islam , Pluralisme Agama masih merupakan hal baru dan tidak memiliki akar idiologis dan teologis yang kuat. Pluralisme agama lebih merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh penetrasi kultur Barat. Malah ada yang menyebut merupakan rekayasa Freemasonry Internasional, sebuah organisasi Yahudi yang sejak awal mengusung slogan :  “ Liberty, Egality dan Fraternity”(Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan ), dan mempropagandakan persaudaraan universal tanpa memandang etnis, bangsa, dan agama. Organisasi ini muncul sebagai ‘baju’ untuk menyerukan penyatuan tiga agama ( Yahudi, Nashrani dan Islam ) dengan agama universal dan mengikis belenggu fanatisme terhadap agamanya.  Dalam IslamWacana Pluralisme ini baru muncul pasca perang Dunia II, ketika terbuka kesempatan bagi generasi muda muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat, terutama mereka yang mengambil jurusan Studi Islam dengan dosen-dosen Yahudi dan Krsiten atau Para Orientalis. Dalam waktu yang bersamaan, gagasan Pluralisme agama ini menembus dan menyusup ke dalam wacana pemikiran Islam. Antara lain melalui karya-karya pemikir-pemikir mistik Barat Muslim seperti Rene Guenon ( Abdul Wahid Yahya ) dan Frithhjof Schon ( Isa Nuruddin Ahmad ). Buku-buku mereka seperti The Transcendent Unity of Religion, sangat sarat dengan tesis-tesis  atau gagasan-gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh dan berkembanganya wacana pluralisme agama.  Sayyed Hossein Nasr, seorang tokoh  Syi’ah, termasuk yang ikut mempopulerkan teologi Pluralisme.  Nasr telah menuangkan tesisinya tentang Pluralisme agama dalam kemasan Sophia perennis atau perennial wisdom ( Al-Hikmat al-Khalidah atau kebenaran abadi ), yaitu sebuah gagasan menghidupkan kembali kesatuan metafisikal ( metaphysical unity ) yang tersembunyi di balik ajaran dan tradisi-tradisi keagamaan yang pernah dikenal sejak zaman Nabi Adam as. Menurut Nasr, memeluk atau meyakini satu agama dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan dan sungguh-sungguh, berarti juga telah memeluk seluruh agama, karena semuanya berporos kepada satu poros, yaitu kebenaran yang hakiki dan abadi. Perbedaan antar agama dan keyakinan, menurut Nasr, hanyalah pada simbol-simbol dan kulit luar. Inti dari agama tetap satu.

Budhy Munawar Rahman , dosen filsafat di Universitas Paramadina Jakarta, dalam tulisannya, di situs www.Islamlib.com 13 Januari 2002 , Ia mencoba memaksakan teologi Pluralis dengan melihat agama-agama lain sebanding dengan agama Islam. Terhadap QS. Ali Imran : 19 dan 85 dia mengajak orang-orang untuk memahaminya dengan semangat inklusivisme, semangat  “Agama Universal “ dimana Islam diberi makna sebagai agama yang penuh kepasrahan kepada Allah swt. Sehingga semua agama bisa dimasukkan ke dalamnya, asalkan berpasrah diri kepada Allah.
Muhammad Ali, Dosen UIN Jakarta dalam tulisannya di harian  Republika, tgl 14 Maret 2002  dalam judul Hermeneutika dan Pluralisme Agama, juga mengajak agar tidak memahami QS. Ali Imran : 19 dan 85 itu dalam bingkai teologi eksklusif yakni keyakinan bahwa jalan kebenaran dan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat dilalui melalui Islam. Ayat-ayat itu harus dipahami dengan teologi pluralis dan teologi Inklusif.  Nurcholis Madjid yang merupakan salah seorang tokoh pengusung telogi Pluralisme dalam kata pengantar  buku Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman menyatakan : “ Kendatipun cara, metoda atau jalan keber-agamaan menuju Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak kita tuju adalah Tuhan yang sama, Allah yang Maha Esa. “ Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa ia mengakui keberadaan dan kebenaran semua agama, dan menyejajarkan satu agama dengan agama lainnya, sehingga Islam sama dengan agama Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, Majusi, Shinto, Konghuchu, dsb ? Karena semua agama menuju tuhan yang sama dengan cara yang berbeda.  Quraisy Shihab dalam mengomentari QS. Al-Baqarah : 120 yang menyatakan : “ Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridla kepadamu sampai engkau  mengikuti agama mereka “ menyatakan bahwa ayat tersebut dikhususkan kepada orang Yahudi dan Kristen tertentu yang hidup pada zaman Nabi Muhammad saw, dan bukan kepada umat Kristen dan Yahudi secara keseluruhan. Demikian juga tetang izin Allah untuk memerangi orang kafir, itu bukan diperuntukkan terhadap Yahudi dan Kristen yang termasuk Ahlul Kitab. ( Pluralitas Agama, Kerukunan dan Keragaman : 26 ).
Para Pengusung Liberalisme dan Pluralisme ini juga sangat menentang penerapan Syari’at Islam, karena akan mendeskriditkan penganut agama lain, akan menzalimi kaum wanita, banyak syari’at Islam yang dinilainya bertentangan dengan HAM, Demokrasi, Gender Equality  (Kesetaraan Gender) dan Pluralisme. . Ulil Absar Abdalla pengerek bendera JIL pernah mengatakan :  “ Setiap doktrin yang hendak membangun tembok antara “kami “ dan “ mereka “ , antara Hizbullah ( golongan Allah ) dan Hizbus Syaithan ( golongan syetan) adalah penyakit sosial yang akan menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri, nilai tentang kesederajatan umat manusia, nilai tentang manusia sebagai warga dunia.”  Dia juga mengatakan bahwa amat konyol umat manusia bertikai karena perbedaan ‘baju’ yang dipakai, sementara mereka lupa  inti ‘memakai baju’  adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Semua agama adalah baju, sarana, wasilah, alat untuk menuju tujuan pokok : penyerahan diri kepada Yanga Maha Benar. Dengan pemikiran ini berarti dia ingin menganulir firman Allah yang membagi manusia menjadi dua golongan, Hizbullah dan Hizbus syaithan seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an :

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ – المائدة : 56

Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.  QS. Al-Maidah : 56

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ – المجادلة : 19

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.  QS. Al-Mujadilah : 19

Dengan demikian bagi kaum pluralis  dan liberalis , semua manusia sama, tidak ada mukmin tidak ada kafir, tidak ada manusia tha’at dan tidak ada manusia bejat, mereka telah mengangkat kesesatan dan kekufuran  dan kemusyrikan sejajar dengan hidayah, tauhid dan ketakwaan. Dan pada akhirnya sikap antipati terhadap segala mecam kesesatan dan kemunkaran akan sirna. Menurut slogan kaum pluralis : “ Agama-agama seperti Yahudi, Nashrani dan Islam , ibaratnya seperti keberadaan empat madzhab fiqih di tengah-tengah kaum muslimin, semuanya pada hakikatnya menuju kepada Allah. Dampaknya lainnya dari pemahaman seperti ini, ketika semua agama dianggap sama, tidak ada beda selain tata cara dan bajunya, maka umat yang “ sendiko dawuh “ dengan paham pluralisme ini tidak akan memiliki ghirah atau kecemburuan dalam beragama. Baginya tidak ada keistimewaan pada Islam jika dibanding dengan Kristen misalnya. Karena semua agama sama, dengan tuhan yang sama hanya beda cara memanggil atau menyebut dengan baju dan cara yang beda. Pada saat yang bersamaan , secara finansial para missionaris Kristen yang banyak melakukan pendekatan dakwah dengan finansial, secara logika manusia normal, ketika seseorang harus memilih antara dua agama yang sama-sama dianggap benar, tentunya variable lain yang akan dijadikan alat timbang adalah keuntungan materi. Mereka akan dengan ringan melepas ‘baju ‘ Islam untuk mendapatkan duit atau materi dengan memakai ‘ baju ‘ Kristen. Dan ini akan merupakan kontribusi atau sumbangan sangat berharga kaum pluralis dan Liberalis bagi suksesnya missi kristenisasi.

Teologi Pluralisme yang diusung kaum Liberalis ini sebenarnya telah ketinggalan zaman, kalau kita memperhatikan pernyataan para pakar sejarah dan teolog Kristen, seperti : 1) Uskup John Shelby Spong dalam bukunya Why Cristianity Must Change or Die ( 1998 )          ( mengapa agama Kristen harus berubah atau akan Mati ) menyatakan: “ Kita harus membebaskan Yesus dari kedudukannya sebagai Juru Selamat…. Ajaran ini harus dicabut dan dibuang. “   2) Reverend DR Charles Francis Potter dalam bukunya The Lost Years of Yesus Revealed ( 1992 ) menyatakan : “ Para pemuka agama Kristen tidak dapat dimaafkan untuk ( memepertuhankan Yesus ) dengan memanfaatkan keterbatasan … berfikir orang-orang palestina 2000 tahun yang lalu. “  3) John Davidson dalam bukunya The Gospel of Yesus ( 1995 ) menyatakan : “Barangkali kita ( umat Kristen ) telah tersesat selama 2000 tahun.”   Ketiga contoh di atas memperlihatkan ketiga pakar dan teolog tersebut bukannya mengatakan bahwa agama mereka, Krsiten, adalah agama yang benar, mereka malah mengakui sebaliknya, agama mereka ternyata agama yang salah dan menyesatkan.   John Shelby Spong dalam bukunya Rescuing the Bible From Fundamentalism ( 1991 ) malah menyatakan : “ Dia ( Paus Paulus ) tidak menulis firman Allah, yang dia tulis adalah kata-katanya sendiri yang khusus, penuh keterbatasan serta memiliki kelemahan sebagai ciri seorang manusia. “. Aneh bin ajaibnya  kaum Pluralis liberalis di Indonesia malah ngotot menyatakan bahwa Kristen sama dengan Islam ?

Seorang tokoh JIL dalam Jawa Pos ( 11/1-2003 ) menyatakan : “ Bagi saya All Scriptures are Miraccles “  ( Semua kitab suci adalah mukjizat ), Subhanallah ! Berarti Al-Qur’an bagi dia sejajar dengan kitab Weda dan Bagawad Gita-nya Hindu, Tripitaka-nya Budha, Su Si-nya Konghuchu, Tao The Ching-nya  Taoisme, Darmo Gandul dan Gatholoco-nya Aliran Kebatinan.  Padahal tentang Taurat  saja Allah telah berfirman :

مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ – النساء : 45

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan ( dalam Taurat ) dari tempat-tempatnya”.  QS. An-Nisa : 45

Tentang Injil yang dikarang oleh para penulisnya , Allah telah menegaskan :

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُون – البقرة : 79

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. QS. Al-Baqarah : 79

Rasulullah saw. dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no 153 yang diberi judul bab oleh Imam An-Nawawi  “ Wujubul Iman bi Risalatin Nabi saw Ila Jami’in Nasi Wa Naskhul Milali bi Millatihi “  menegaskan : “ Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah mendengar dariku seseorang dari umat ini, baik orang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dalam keadaan ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa,  pasti ia kan masuk neraka. “

Allah swt dalam banyak ayat juga telah dengan tegas menyatakan bahwa Yahudi dan Kristen itu kafir:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّة  (6)إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ(7) – البينة

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. QS. Al-Bayyinah : 6-7

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَار
ٍلَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ – المائدة : 72-73

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. QS. Al-Maidah 72-73

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ(88)وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ  عَلَى الْكَافِرِينَ(89)بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِين   ٌ(90) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ(91) – البقرة

Dan mereka ( Yahudi ) berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la`nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur'an yang diturunkan Allah", mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur'an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur'an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?" QS Al-Baqarah : 88-91

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ(51)فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ(52) – المائدة

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.  QS Al-Maidah : 51-52

Jika Allah swt dan Rasul-Nya telah menegaskan bahwa Yahudi dan Kristen itu kafir, beberapa teolog dan pakar sejarah Kristenpun telah menyatakan bahwa agama mereka salah dan menyesatkan, sementara para pengusung dan pejuang Pluralisme agama dengan mendasarkan ajarannya kepada : demokrasi, HAM, gender equality dan Pluralisme masih menganggap dan meyakini  serta mengkampanyekan bahwa semua agama sama, semua kitab suci sama sebagai mukjizat, tuhan yang disembah sama,  sehingga praktis mensejajarkan Allah dengan Yesus, Uzeir, Roh Kudus, Sang Hyang, Sang Budha dan Dewa, agama hanya dianggap baju . Pertanyaannya : “ Masih beragamakah Orang yang seperti ini? Kalau masih, agama apakah itu ?  Fa Aina Tadzhabuun ? Wallahu’alam,  Wal-‘Iyadu billahi.

Demikian artikel Ketauhidan dan Pemahaman Islam yang Benar yang ditulis oleh seorang Ulama KH. Shidiq Amien 



*) Disampaikan dalam Kegiatan Training for Trainers PB Pemuda Al-Irsyad, di Jakarta, Ahad, 8 Maret 2009 OLEH : KH. Shiddiq Amien

Meninjau Ulang Pendekatan Whole Language Pada Pengajaran Bahasa Indonesia

Penerapan pendekatan keterampilan merupakan modal utama bagi seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di Sekolah. Selain itu juga perencanaan dalam melaksanakan pembelajaran harus diperhatikan. Dengan memperhatikan perencanaan dan perkembangan perencanaan bahasa, guru dituntut untuk dapat menyusun perencanaan dan pengembangan program dalam pengajaran, yang bertolak dari berbagai pendekatan yang dapat dipergunakan.

Penolakan / Kontra Terhadap Pendekatan Whole Language.

Pendekatan Whole Language yaitu pendekatan dirancang dengan menggunakan tema atau topic-topik tertentu. Pendekatan itu menurut hemat penulis memang kurang akurat. Seperti kita ketahui bahwa pendekatan dengan menggunakan tema atau topic-topik hanya dilakukan di Kelas I sampai Kelas III. Berarti pendekatan Whole Language hanya bias digunakan untuk kelas rendah saja. Padahal pelajaran bahasa Indonesia tidak hanya dipelajari di Kelas rendah, untuk Kelas IV keatas, malah sampai perguruan tinggi pun bahasa Indonesia masih tetap dipelajari dan didalami. Dengan hanya bertilak dari tema- tema atau topic-topik tertentu berarti hasil yang diharapkan tidak akan maksimal sebab tema-tema tersebut tidak sepenuhnya mengacu pada pembelajaran bahasa Indonesia yang diharapkan, juga komponen-komponen pengembangan pendekatannya kurang sistematis.

Apalagi dalam merancang suatu pendekatan itu prosedurnya harus jelas, logis dan rasional. Jadi dalam rancangannya itu pengembangan komponen-komponennya harus berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Akan tetapi setelah dipahami komponen-komponen itu tidak tercantum dalam pendekatan Whole Language. Pendekatan Whole Language yang mengintegrasikan tema-tema dengan mata pelajaran yang lainnya.

Solusi Dari Permasalahan / Penolakan Pendekatan Whole Language.

Yang menjadi titik tolak dari permasalahan ini yaitu:

1. pendekatan Whole Language yang kurang sistematis, maksudnya karena dalam pendekatan itu harus tersusun dari mulai langkah-langkah, perumusan tujuan, dan komponen-komponen.

Seperti halnya dalam kehidupan kita, hanpir seluruh kehidupan ini mengarah kepada suatu system. Demikian pula lembaga-lembaga pendidikan, pemerintah, kemasyarakatan atau juga bahasa, merupakan senuah system. Di dalam system itu terdapat sebuah sub system yang masing-masing sub system itu saling terkait untuk menuju suatu kesatuan yang terorganisir dalam mencapai tujuan.

Seperti yang dikemukakanh oleh James Harvey “Suatu prosedur yang lodis dan rasional untuk merancang suatu pengembangan komponen-komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Metodologisnya mencakup penspesifikasian tujuan-tujuan dalam perumusan yang terukur, pengembangan dari pendekatan-pendekatan yang mungkin, seleksi sarana-sarana yang sesuai guna terciptanya tujuan-tujuan, memadukan pendekatan-pendekatan menjadi lebih terpadu dan pengevaluasian keefektifan system itu dalam mencapai tujuan”.

Selain itu juga ada metode yang mendukung terhadap ketidak setujuan dari pendekatan Whole Language yaitu pendekatan system / pendekatan structural. Berdasarkan pendekatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
  • pendekatan system mengarah pada suatu urutan langkah-langkah / tindakan-tindakan yang masuk akal (logis) dan telah diperhitungkan masak-masak (rasional) serta bertujuan.
  • Perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dinyatakan secara spesifik (khusus) atau tidak kabur dan terukur sehingga lebih mudah untuk dievaluasi apakah tujuan itu telah tercipta secara efekyif.
  • Komponen-komponen yang terlibat tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi bekerja sebagai suatu system yang tepadu.
  • Ada mekanisme kontrol yang mengevaluasi secara regular kegiatan-kegiatan dalam system itu sehingga berlangsung secara efektif dan efisien.
Inilah salah satu kebaikan pendekatan system dalam perencanaan pendidikan dan pengajaran. Pendekatan system ini terdiri atas sejumlah unsur-unsur program yang terpadu atau terintegrasi (pendekatan structural).

2. dalam pendekatan Whole Language tidak tercantum komponen-komponen atau unsure-unsur program diantaranya adalah tujuan-tujuan program, seleksi dasar, seleksi dasar kegiatan belajar mengajar, rasional dan pendekatan terhadap evaluasi, karakteristik-karakteristik siswa, klim situasi kelas, system penunjang administrasi, karakteristik-karakteristik guru dan gaya implementasi. Unsur-unsur itulah yang harus diperhatikan dalam perencanaan.

Hal ini sesuai dengan pendekatan structural yang sangat baik dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan structural untuk mengidentifikasi unsur-unsur program.

Sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia serta sesuai dengan pokok-pokok. Kebijaksanaan pendidikan dan kebudataan dalam GBHN, fungsi bahasa Indonesia dlam hubungannya dengan pendidikan nasional adalah sebagai mata pelajaran dasar pokok, sebagai bahasa pengantar disemua jenis dan jenjang pendidikan, sebagai bahasa penalaran, sebagai bahasa pengungkap pengembangan diri hasil pendidikan.

Sebagai mata pelajaran dasar pokok, bahasa Indonesia yang diajarkan adalah bahasa dengan cirri serta syarat ragan bahasa baku, baik ragam lisan maupun tulisan dan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa kebudayaan yang berfungsi sebagai bahasa moderen.

Sebagai bahasa pengantar, penalaran dan pengungkapan pengembangan diri, bahasa Indonesia yang dipakai dilembaga pendidikan mempunyai cirri-cirinya yaitu mempunyai kemampuan menjalankan tugas sebagai alat komunikasi, penyampaian informasi secara tepat dengan berbagai konotasi,juga mempunyai keluwesan sehingga dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan atau mengekspresikan makna-makna baru.

Sebagai alat pengungkap rasa dan ilmu yang tumbuh dan terus berkembang, bahasa Indonesia tentu saja tidak terhindar dari sentuhan dan pengaruh masyarakat yang memahaminya, baik yang berupa perubahan nilai dan struktur maupun berupa tingkah laku sosial lain.

Kesimpulan 
Dari pemaparan tersebut daoat disimpulkan bahwa pendekatan Whole Language masih kurang sistematis karena dalam suatu pendekatan itu semua system / komponen-komponen yang terlibat harus terorganisasi tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi bekerja sebagai suatu system yang terpadu.

DAFTAR PUSTAKA 
Hidayat, kosadi dan Rahmina, Iim. 1990. Perencanaan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Binacipta.

Yang berminat membeli busana muslim silahkan kunjungi : Baju Koko Murah.

Kamis, 13 Juni 2013

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini | Artikel

Batasan tentang masa anak bisa bervariasi, tergantung kepada dasar pembatasan yang digunakan dan atau teori yang dirujuknya. Dalam pandangan mutakhir yang lazim dianut di negara-negara maju, istilah anak usia dini (early childhood) adalah anak yang berlatar antara usia 0-8 tahun. Kalau dilihat dari fase-fase pendidikan yang ditempuh oleh anak di Indonesia, maka yang termasuk kedalam kelompok anak usia dini ini adalah anak usia SD kelas-kelas rendah (kelas 1-3), Taman Kanak-Kanak (Kindergarten), Kelompok Bermain (Play Group), dan anak masa sebelumnya (masa bayi).
Karakteristik perkembangan anak usia diniSesuai dengan topik bahasan, anak yang dimaksud disini adalah anak usia prasekolah. Secara kronologis, mereka adalah yang berusia di bawah enam tahun.

A. Pandangan Beberapa Ahli Tentang Anak

Siapakah anak itu? Pertanyaan ini sungguh menarik, khususnya bagi para ahli pendidikan. Sejak lama banyak tokoh pendidikan yang mengutarakan pendapatnya berkenaan dengan pertanyaan tersebut.

Kalau diamati, pandangan orang atau para ahli pendidikan tentang anak itu cendeung berubah dari waktu ke waktu, dan kadang berbeda satu sama lain. Kadang anak dipandang sebagai makhluk yang sudah terbentuk oleh bawaannya dan kadang pula ia dipandang sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya, kadang ia dianggap sebagai miniatur orang dewasa, tapi kadang pula ia dianggap sebagai individu yang berbeda total dari orang dewasa. Adanya perbedaan ini dapat mencerminkan bahwa para ahli hanya mencoba memahami dan merefleksikan pemahaman mereka tentang anak sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Karena itu sangatlah difahami adanya suatu pandangan yang menyatakan bahwa hakikat anak itu sebenarnya tidak pernah berubah yang berubah itu adalah perspektif atau kesan orang tentang anak.

Kalau kita, sebagai umat beragama, kembali kepada keyakinan yang kita anut, tentu kita bisa mengatakan bahwa yang tahu tentang hakikat anak itu adalah Dia Sang Maha Pencipta. Dia yang menciptakan dan Dia pula yang Maha Tahu tentang ciptaannya. Tampaknya disinilah hikmahnya hakikat anak sebagai suatu misteri. Kerahasiaan hakikat anak ini membuat para ahli terus berfikir dan mencari konsep yang benar tentang anak. Dari upaya-upaya mereka itulah lahir berbagai konsep, gagasan, dan model tentang pendidikan anak sehingga dunia pendidikan anak terus berkembang dari waktu ke waktu.

Pemikiran di atas mengimplikasikan bahwa mempelajari pandangan para ahli itu bukan menempatkan sesuatu yang sia-sia. Kita diperintahkan oleh Tuhan untuk terus memikirkan dan mempelajari berbagai hal yang menjadi ciptaan-Nya, termasuk anak. Yang terlarang adalah bila kita mencoba berpikir-pikir tentang Dzat Sang Maha Pencipta, dan memang kita tidak akan pernah mampu melakukannya. Di mata kita, umat beragama, adanya perbedaan dan perubahan itu adalah hikmah dan anugrah dari Allah SWT. Pada syariatnya, karena adanya perbedaan itulah dunia ilmu pengetahuan menjadi berkembang terus. Terjadinya perubahan pandangan juga bukan merupakan suatu dosa atau kekeliruan masa lalu, melainkan merupakan refleksi dari dinamika pemikiran yang pada gilirannya menjadi anugrah kemajuan yang diwariskan kepada manusia.

Selain itu, pandangan seseorang tentang anak akan mendasari dan mengarahkan cara yang bersangkutan dalam mendidik anak. Karena itu pemahaman terhadap pandangan beberapa tokoh pendidikan anak ini diharapkan akan membuat kita semakin menyadari dasar dan arah perlakuan kita dalam mendidik anak. Kita diharapkan akan lebih sadar tentang kemana kita akan membawa anak dan mengapa kita berbuat demikian.

Sebenarnya cukup banyak tokoh pendidikan anak di muka bumi ini. Karena itu tidaklah mungkin uraian ini dapat mengungkapkan semua pandangan mereka. Uraian ini terbatas pada mendeskripsikan pandangan beberapa tokoh yang dianggap cukup berpengaruh dalam perkembangan pendidikan prasekolah di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pandangan Pestalozzi

Nama lengkapnya adalah Johann Heinrich Pestalozzi. la adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang hidup pada tahun 1747-1827. la memberikan pengaruh cukup besar terhadap dunia pendidikan anak karena pembaharuan-pembaharuan yang dilakukannya dalam praktek pendidikan pada saat itu.

Pada sekitar pertengahan abad 18, pandangan terhadap anak di dunia barat masih didominasi oleh pengaruh faham gereja. Pada saat itu anak dipandang secara negatif, yakni berpembawaan jahat dan membawa dosa asal manusia. Untuk membebaskan anak dari dosa bawaan tersebut, anak perlu belajar membaca kitab Injil dengan disertai disiplin yang ketat (Roopnarine, J.L. & Johnson, J.E. 1993).

Bertolak belakang dengan pandangan di atas, Pestalozzi meyakini bahwa anak berpembawaan baik. la memandang bahwa eksistensi manusia terjelma da­lam suatu evolusi alam. Perkembangan manusia terjadi dalam desain alam dan terbentuk oleh kekuatan-kekuatan luar. Menurutnya, hukum-hukum fungsional menyebabkan terjadinya suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang sinambung dan bertahap.

Lebih lanjut, ia menggagaskan bahwa masing-masing tahap pertumbuhan dan perkembangan individu harus tercapai dengan sukses sebelum tahap berikutnya mulai. Ketidak berhasilan dalam menyelesaikan suatu tahap per­kembangan dapat menyebabkan hambatan dalam proses perkembangan. selanjutnya.

Dalam hal belajar bagi anak, ia sangat menekankan pengalaman belajar melalui indera pengamatan dan persepsi. Pendidikan inderawi ini bukan sekedar untuk meningkatkan pertumbuhan dan fungsi indera anak, melainkan untuk memberikan pengalaman proses mental kepada anak. Indra adalah pintu gerbang dan sekaligus s&agai sarana untuk terjadinya proses mental pada anak.

Kalau ditelusuri ke belakang, pandangan Pestalozzi di atas tampak sangat dipengaruhi oleh pemikiran Plato yang memandang anak sebagai masa elastis dan ekspresi dari kebaikan bawaan dan juga oleh Comenius yang memandang pengalaman-pengalaman sensori dapat membawa ide-ide bawaan ke permukaan kesadaran. John Locke yang memandang anak sebagai subjek bagi pengaruh-pengaruh lingkungan dan Jean Jacques Rouseau yang memfokuskan pandangannya kepada lingkungan alam sebagai sarana untuk pembebasan spirit anak juga merupakan tokoh-tokoh yang cukup berpengaruh terhadap pemikiran Pestalozzi.

Sejalan dengan pandangannya di atas, Pestalozzi mengembangkan suatu sistem pendidikan yang dikenal dengan pendidikan dasar (elementary education), yakni suatu sistem pendidikan yang dirancang untuk mengintegrasikan perkembangan fisik, mental, dan moral melalui latihan pengamatan indra dan refleksi.
Pandangan Froebel

Friendrich Froebel (1782-1852) adalah salah satu tokoh pendidikan anak usia dini Eropa (Jerman) yang sangat berpengaruh. Pengaruhnya tidak saja terbatas di negara-negara barat, melainkan juga di negara-negara lain di dunia, termasuk di Indonesia.

Berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang lajim pada saat itu menekankan kepada perawatan anak, lembaga pendidikan Froebel lebih terfokus kepada pendidikan anak sebagai alat reformasi sosial. Froebel menyediakan pelayanan pendidikan anak usia dini tidak sekedar untuk membantu merawat anak-anak dari keluarga yang tidak mampu dan atau yang ibunya bekerja, tetapi ia jauh memandang ke depan. la menyiapkan program pendidikan pra­sekolah itu sebagai sarana untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang lebih baik di masa mendatang.

Pandangannya tentang anak atau manusia banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi dan para Filosuf Yunani pada saat itu la sangat dipengaruhi oleh faham transcendentalism yang memandang adanya sifat ketuhanan pada diri manusia. Menurutnya, baik manusia dan alam merefleksikan suatu unitas dengan Tuhan. Ini dikenal dengan prinsip unitas (the principle of unity) dalam pandangan Froebel.

Selanjutnya, Froebel memandang anak secara positif. Menurutnya, anak itu pada dasarnya berpembawaan baik (innate goodness) dan berpotensi kreatif (creative potential). Ini berarti bahwa secara bawaan, kecenderungan perkembangan anak itu akan mengarah kepada suatu kehidupan yang baik. Begitu pula anak sebenarnya memiliki kemampuan untuk mencipta dan berkreasi.

Persoalannya adalah terletak pada perlakuan lingkungan, apakah lingkungan cukup memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya tersebut atau sebaliknya. Dalam soal ini Froebel berkeyakinan bahwa potensi-potensi-anak tersebut secara alami akan berkembang kalau kita orang dewasa mampu menyediakan suatu lingkungan yang dikreasi untuk tujuan tersebut.

Menurut Froebel (Roognaire & Johnson, 1993), masa anak itu merupakan suatu fase yang sangat berharga dan dapat dibentuk dalam periode kehidupan manusia ( a noble and malleable phase of human life). Karenanya masa anak adalah masa emas bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.

Sesuai dengan pandangannya di atas, Froebel berkeyakinan bahwa jika orang dewasa mampu menyediakan suatu "taman" yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak tersebut, maka anak akan berkembangan secara wajar. Dari keyakinan ini dirancanglah suatu taman pendidikan bagi anak yang ia sebut Kindergarten (Taman Kanak-kanak). Sesuai dengan prinsip unitasnya, Taman Kanak-kanak Froebel sangat menekankan ikatan atau keterpaduan antara rumah dan sekolah. Begitu pula kepercayaannya akan potensi anak untuk berkreasi, pendidikan ala Froebel sangat menekankan segi self activity dan free play pada anak.

Pandangan Montessori

Maria Montessori (1870-1952) dikenal sebagai tokoh inovasi pendidikan Eropa abad 20. la adalah seorang dokter yang sangat peduli terhadap Ketertarikannya terhadap dunia anak membuat dirinya tidak sekedar memperhatikan aspek pertumbuhan dan kesehatan fisik anak, tetapi juga lebih menekuni dunia pendidikan anak. Dari pengamatan intuitifnya terhadap anak, ia memunculkan ide-ide tentang filsafat dan pendidikan anak.

Pandangan Montessori tentang anak juga tidak lepas dari pengaruh tradisi pemikiran Rouseau. Pestalozzi, dan Froebel yang menekankan pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan penuh kasih sayang untuk dapat berkembangnya potensi bawaan anak. Dengan pandangan John Dewey, filsafatnya juga banyak mengandung kesamaan. Namun, ia menambahkan gagasan-gagasan baru dalam pemikiranya. la sangat menekankan eksistensi anak sebagai suatu entitas tersendiri yang sangat esensial bagi keseluruhan kehidupan manusia. Selain itu, ia juga menggagaskan konsep tentang self-construction dalam perkembangan anak.

Bagi Montessori, anak bukan sekedar suatu fase kehidupan yang dilalui oleh seseorang untuk mencapai kedewasaan. Lebih dari itu, ia memandang anak sebagai kutub tersendiri dari dunia kehidupan manusia. Kehidupan anak dan orang dewasa dianggap sebagai dua kutub yang saling berpengaruh satu sama lain. Kualitas pengalaman kehidupan anak akan mempengaruhi pola prilaku dan kehidupannya di masa dewasa sebaliknya, pola kehidupan dan perlakuan orang dewasa terhadap anak akan mempengaruhi pola perkembangan yang dialami oleh anak la menegaskan (Lillard, 1972: 29),

We ought not to consider the child and the adult merely as successive phases in the individuals life. We ought rather to look upon them as two different forms of human life, going on at the same time, and exerting upon one another a reciprocal influence.

Relevan dengan pandangannya tentang anak, Montessori menganggap pendidikan sebagai upaya membantu perkembangan anak secara menyeluruh, dan bukan sekedar mengajar. Menurutnya, spirit kemanusiaan itu berkembang melalui interaksi dengan lingkungannya.

Secara lebih lengkap pandangan Montessori tentang anak dapat difahami melalui konsep-konsepnya tentang anak yang mengkonstruksi sendiri per­kembangan jiwanya (child's self-construction), masa-masa sensitif (sensitive periods), jiwa penyerap (absorbent mind), dan hukum-hukum perkembangan (the natural laws governing the child's psychic growth).

Montessori meyakini bahwa secara bawaan anak sudah memiliki suatu pola perkembangan psikis. Pola perkembangan psikis ini merupakan suatu embrio spiritual yang akan mengarahkan perkembangan psikis anak. Pola perkembangan psikis ini tidak teramati pada saat lahir, namun akan terungkap melalui proses perkembangan yang dijalani oleh anak. Selain itu, anak juga memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self-construction). Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungannya.

Meskipun anak sudah memiliki pola psikis bawaan dan dorongan vital untuk mencapainya, tidak berarti bahwa ia membawa model-model prilakunya yang sudah jadi. Dengan demikian anak harus mengembangkan pola-pola perkembangan dan kekuatannya itu sejak lahir melalui pengalaman-pengalaman interaksional pendidikan. Untuk keperluan ini, ada dua kondisi yang diperlukan dalam perkembangan anak (Lillard, 1972) yakni pertama adalah adanya suatu interaksi yang terpadu antara anak dengan lingkungannya (baik benda maupun orang), dan kedua adalah adanya kebebasan bagi anak.

Berdasarkan pengamatannya, Montessori menemukan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa-masa sensitif. Masa-masa sensitif tersebut ditandai dengan begitu tertariknya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu dan ceaderung mengabaikan objek-objek yang lain. Hal demikian menyebabkan anak memiliki minat yang kuat untuk mengulangi tindakannya secara relatif lama berkenaan dengan objek-objek yang diminatinya tersebut tanpa adanya alasan yang jelas. Terjadinya pengulangan prilaku yang cukup intens ini akhirnya memunculkan suatu fungsi baru. Masa-masa sensitif tersebut mencakup sensitivitas terhadap keteraturan lingkungan, sensitivitas untuk mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitivitas untuk berjalan, sensitivitas terhadap objek-objek kecil dan detail, serta sensitivitas terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.

Berbeda dengan orang dewasa, jiwa anak itu masih belum terbentuk. Dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, orang dewasa dapat membangun pengetahuan-pengetahuan lainnya. Sebaliknya, anak harus mulai dari nol untuk membangun pengetahuannya. Gejalan psikis yang memungkinkan anak untuk membangun pengetahuannya itu dikenal dengan konsep absorbent mind. Dengan gejala psikis ini anak dapat melakukan penyerapan tak sadar terhadap lingkungan Kemudian anak menggabungkan pengetahuan secara langsung kedalam kehidupan psikisnya. Kesan-kesan yang diperoleh melalui proses ini tidak semata-mata memasuki jiwa anak, tetapi juga membentuknya. Proses tak sadar tersebut selanjutnya diganti secara berangsur oleh proses atau aktivitas jiwa yang disadari. Terakhir Montessori menggeneralisasikan beberapa hukum yang mengatur proses perkembangan psikis anak Hukum-hukum yang diinaksud adalah :

(1) Hukum kerja (the law of work) menjelaskan bahwa anak mencapai integrasi self melalui kegiatan atau karya mereka

(2) Hukum kebebasan (the law of independence) menerangkan bahwa pada dasarnya perkembangan anak itu secara langsung dan energetik bertujuan ke arah kebebasan fungsional

(3) Hukum kekuatan atensi (the power of attention) mendeskripsikan bahwa pada tahap tertentu anak akan mengarahkan perhatiannya terhadap objek-objek tertentu

(4) Hukum kemauan (the will) menjelaskan bahwa perkembangan kemauan anak terjadi secara lamban melalui aktivitas anak yang sinambung dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang mencakup kemauan untuk mengulang aktivitas kemauan untuk mendisiplin diri sebagai cara hidupnya, dan kemauan untuk mentaati

(5) Hukum perkembangan intelligensi (the intelligence) mendeskripsikan bahwa perkembangan intelligensi anak diawali dengan kesadaran anak terhadap adanya perbedaan-perbedaan dalam lingkungan, membuat persepsi-persepsi melalui kegiatan indrawi, dan kemudian mengorganisasikan persepsi-persepsi tersebut menjadi suatu tatanan yang teratur dalam jiwanya

(6) Hukum perkembangan imajinasi dan kreativitas (the imagination and creativity) mengungkapkan bahwa imajinasi dan kreativitas merupakan kekuatan yang dibawa sejak lahir dan kemudian berkembang di saat kapasitas-kapasitas mental anak dibangun melalui interaksinya dengan lingkungan

(7) Hukum perkembangan kehidupan emosional dan spiritual (the spiritual and emotional life) menyatakan bahwa sejak lahir anak telah memiliki indra-indra yang merespons lingkungan emosional dan spiritual anak dan melalui pengalaman merespons tersebut anak mengembangkan kemampuan untuk mencintai dan memahami respon-responnya terhadap orang lain dan terhadap Tuhan; dan

(8) Hukum tentang tahap-tahap perkembangan anak (the stages of development) menjelaskan bahwa tahap-tahap perkembangan individu dapat dikelompokkan

(9) Sebagai berikut Usia 0-3 tahun (dikarakterisasikan dengan adarrya

(10) Pertumbuhan tak sadar dan penyerapan-penyerapan struktur internal), usia 3-6

(11) Tahun (anak mengalami pergeseran proses perolehan pengetahuan dari ketaksadaran ke proses sadar), usia 6-9 tahun (anak membangun keterampilan-keterampilan akademik dan artistik yang esensial bagi pemenuhan kebutuhan-nya), usia 9-12 tahun (anak siap membuka dMnya untuk pengetahuan alam semesta), dan usia 12-18 tahun (anak mengeksplorasi bidang-bidang minat yang lebih dikonsentrasikan secara mendalam).
Pandangan Ki Hadjar Dewantara

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara (1889-1959) tentunya bukan merupakan nama yang asing. la adalah tokoh dan sekaligus sebagai "Bapak" Pendidikan Nasional. Konsep-konsep dan upaya-upaya pendidikannya telah menjadi dasar bagi perkembangan proses pendidikan di Indonesia.

Dewantara adalah sosok tokoh pendidikan yang berwawasan nasional. Dengan berbekal pendidikan ketimuran yang dilengkapi dengan pendidikan barat. ia menjadikan dirinya sebagai pakar pendidikan modern yang berwawasan sangat luas pada jamannya. Meskipun ia banyak belajar dari Froebel dan Montessori sewaktu di Belanda, faham ketimurannya tetap lengket dan tak pernah luntur. Sikap nasionalismenya yang sangat kokoh tidak membuat ia hanyut dalam budaya barat. Sebaliknya, ia bahkan berupaya memadukan nilai-nilai modernisasi pendidikan yang dibawanya dari Eropa dengan nilai-nilai luhur yang ada di tanah air. Pendiriannya yang demikian itu tercermin dalam ungkapannya sebagai berikut (Ki Hajar Dewantara, 1962: 242-243):

Nyatalah tidak usah kita mengadakan barang tiruan kalau memang kita sudah mempunyainya sendiri. Sebab barang tiruan itu tidak akan dapat menyamai barang jang murni seperti kepunjaan sendiri. Kain tjap meskipun indah rupanja, deradjatnja tentu di bawah kain batik

Jang boleh kita pakai sebagai alat penghidupan jaitu barang-barang jang tidak kita punjai. Tetapi: awaslah (waspada) ! Tjarilah barang-barang jang berfaedah untuk kita, jang dapat menambah kekajaan kita dalam kultur lahir atau batin! Lagi pula: djangan meniru belaka, tetapi barang baru jang hendak kita pakai itu haras dilaraskan lebih dahulu, disesuaikan dengan rasa kita dan dengan keadaan hidup kita. Ini jang kita namakan menasionalisasikan.

Dengan berlatar belakang pemikiran seperti di atas, Dewantara memiliki pandangan tersendiri tentang anak. Menurutnya, anak (manusia) adalah titah Tuhan yang terdiri atas unsur badan kasar (jasmani) dan badan halus (rohani). Dua unsur ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kodratnya yang demikian, maka kebutuhan manusia pada dasarnya mencakup dua hal tersebut, yakni kebutuhan lahir dan kebutuhan bathin.

Satu hal yang perlu dicatat dalam pandangannya di atas adalah tentang manusia sebagai titah Tuhan. Pandangan ini mencerminkan perbedaan Dewantara, sebagai orang timur yang religius, dari para pemikir barat yang lajimnya sekuler. Dalam hal ini, Dewantara secara eksplisit memandang hakikat manusia itu tidak lepas dari eksistensi Tuhannya, Sang Maha Pencipta.

Lebih eksplisit lagi, faham keagamaannya itu tercermin dalam praktek pendidikannya yang menerapkan nilai-nilai keagamaan yang dianutnya. Misalnya saja, salah satu peraturan pendidikannya melarang anak perempuan yang sudah baligh (kira-kira berusia 14 tahun) bepergian sendirian dengan laki-laki, kecuali kalau disertai oleh orang ketiga. Sebab, menurutnya, kalau anak perempuan pergi berdua dengan anak laki-laki, maka yang ketiganya adalah syaitan.

Selanjutnya, Dewantara menjelaskan bahwa anak lahir dengan kodrat atau pembawaannya masing-masing. Kekuatan kodrati yang ada pada anak ini tiada lain adalah segala kekuatan dalam kehidupan bathin dan lahir anak yang ada karena kekuasaan kodrat (karena faktor pembawaan atau keturunan yang ditakdirkan secara ajali). Kodrat anak bisa baik dan bisa pula sebaliknya. Dan kodrat itulah yang akan memberikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dengan faham seperti di atas, Dewantara memandang bahwa pendidikan itu sifatnya hanya menuntun bertumbuh kembangnya kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat bawaan anak itu bertumbuh kembang ke arah yang lebih baik. Pendidikan berfungsi menuntun anak yang berpembawaan tidak baik menjadi berbudi pekerti baik, dari menuntun yang sudah berpembawaan baik menjadi lebih berkualitas lagi disamping untuk mencegahnya dari segala macam pengaruh jahat. Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada agar anak ia sebagai indvidu manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya dalam hidupnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tabiat manusia itu ada yang dapat diubah dan ada yang tidak dapat. Watak manusia dikelompokkan kedalam dua bagian, yakni bagian yang bersifat intelligible (yang berhubungan dengan kecerdasan fikiran dan yang dapat berubah karena pengaruh pendidikan atau lingkungan) dan bagian yang bersifat biologis (yang berhubungan dengan dasar hidup manusia dan tidak akan berubah selama hidup). Yang termasuk bagian pertama adalah berkenaan dengan keadaan fikiran, kecakapan untuk menimbang, dan kuat-lemahnya kemauan. Contoh dari tabiat jenis ini adalah kelemahan berfikir, kebodohan, kurang baiknya pemandangan, kurang cepatnya berfikir, dan sejenisnya. Bagian biologis (yang tidak dapat berubah) adalah bagian-bagian psikis yang berkenaan dengan perasaan seperti rasa takut, malu, kecewa, egois, sosial, keagamaan, dan rasa berani. Perasaan-perasaan itu tetap ada di dalam jiwa manusia sejak kecil sampai menjadi orang dewasa. Berkenaan dengan tabiat yang tidak berubah ini, Dewantara (1962) memberikan ilustrasi sebagai berikut:

Seringkali anak jang 'penakut' itu sesudah mendapat didikan yang baik, lalu hilang rasa-takutnja. Ini sebenarnja bukanlah anak itu lalu mendjadi orang jang berwatak pemberani, hanja saja rasa-takutnya (jang asli) itu tidak nampak, oleh karena ia sudah mendapat ketjerdasan fikiran, hingga pandai menimbang-nimbang dan memikir-mikir, kemudian dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut ....... Itulah semuanja jang dapat menutup rasa takutnja jang asli tadi. Oleh karena ketakutannja itu hanja 'tertutup' sadja oleh fikirannja, maka anak tersebut ada kalanja diserang rasa-takut dengan sekonjong-konjong, jaitu djika fikirannja sedang tak bergerak. Kalau fikirannja tidak djalan sebentar sadja, ia seketika itu akan takut iagi menurut dasar biologisnja sendiri.

Terhadap tabiat-tabiat biologis manusia yang jelek, pendidikan tidak dapat mengubah atau melenyapkannya. Namun pendidikan dapat meningkatkan kemampuan penguasaan diri. Dengan penguasaan diri secara konsisten, manusia akan dapat mengendalikan dan mengalahkan tabiat-tabiat yang tidak baik tersebut. Karena itu yang menjadi sasaran pendidikan adalah bukan menghilangkan tabiat-tabiat yang jelek, melainkan meningkatkan kemampuan penguasaan diri sehingga dapat mengalahkan tabiat-tabiat yang jelek tersebut.

Berkenaan dengan cara atau instrumen pendidikan, Dewantara mengemukakan 6 cara pokok yang penerapannya perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada, khususnya dengan usia anak didik. Alat-alat pendidikan yang dimaksud adalah: (1) memberi contoh; (2) pembiasaan; (3) pengajaran; (4) perintah, paksaan, dan hukuman; (5) laku atau disiplin diri sendiri; serta (6) pengalaman lahir dan bathin (melakukan langsung). Penggunaan cara-cara itu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, khususnya diselaraskan dengan usia anak-anak. Berkenaan dengan fase perkembangan manusia, Dewantara membaginya dengan menggunakan interval tujuh tahun usia kronologis; yakni usia 1-7 tahun dipandang sebagai masa kanak-kanak; 7-14 tahun adalah masa pertumbuhan jiwa-fikiran, dan usia 14-21 tahun adalah masa terbentuknya budi pekerti atau periode sosial. Untuk masa kanak-kanak, cara pendidikan yang cocok adalah umumnya dengan cara pemberian contoh dan pembiasaan, untuk masa kedua adalah dengan cara pengajaran dan perintah atau hukuman, sedangkan untuk anak usia ketiga adalah dengan cara mendisiplin diri sendiri dan melakukan atau merasakannya secara langsung.
Pandangan Konstruktivis

Faham konstruktivis dimotori oleh Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Vygotsky (1896-1934). Masing-masing adalah pakar psikologi perkembangan dari Swiss dan Uni Sovyet. Karya dua pakar ini sangat mencuat pengaruhnya dalam dunia pendidikan anak, terutama pada tahun 1970-1980-an. Banyaknya pakar-pakar psikologi dan/atau tokoh pendidikan yang tertarik dan turut mengembalikan aliran konstruktivis membuat aliran ini semakin menyebarluas dan mewarnai konsep dan praktek pendidikait anak. khususnya di Eropa dan Amerika Serikat.

Pada prinsipnya fahami konstruktivis berpegang pada asumsi bahwa anak itu bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya: Secara mental anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui refleksi terhadap pengalamannya, anak memperoleh pengetahuan bukan dengan cara menerima secara pasif dari orang lain, melainkan dengan cara membangunnya sendiri secara aktif melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak adalah makhluk belajar aktif yang dapat mengkreasi dan membangun pengetahuannya.

Berkenaan dengan proses perkembangan. Piaget (Roopnaire, J.L. & Johnson. J.L. 1993) menjelaskan bahwa perkembangan anak belangsung melalui suatu urutan yang bersifat universal dan sama. Masing-masing tahap perkembangan ditandai oleh karakteristik tertentu dalam cara berfikir dari berbuat. Pada intinya, proses perkembangan berfikir itu bergeser dan cara berflkir konkrit ke arah berfikir abstrak.

Vygotsky (Berk, L.E. & Winder, A.. 1995) menekankan pentingnya konteks sosial untuk proses belajar anak. Pengalaman interaksi sosial ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berfikir anak. Lebih lanjut, bahkan ia menjelaskan bahwa bentuk-bentuk aktifitas mental yang tinggi diperoleh dari konteks sosial dan budaya tempat anak berinteraksi dengan teman-temannya atau orang lain. Mengingat betapa pentingnya peran konteks sosial ini, Vygotsky berpendapal bahwa untuk memahami perkembangan individu anak kita dituntut untuk memahami relasi-relasi sosia! yang terjadi pada lingkungan tempat si anak itu bergaul.

Baik Piaget maupun Vygotsky sangat menekankan pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikan anak terutama untuk kepentingan pengembangan kapasitas berfikir lebih lanjut, bahkan mereka berpendapat bahwa perkembangan prilaku moral juga berakar dari akutivitas bermain anak yakni pada saal anak mengembangkan empati serta memahami peraturan dan peran kemasyarakatan. Aktiviitas-aktivitas bermain anak yang benuansakan dua hal tersebut empati serta pemahaman peraturan dan peran kemasyarakatan memfasilitasi proses berkembangnya perilakiu moral pada diri anak.

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Untuk melengkapi uraian tentang pandangan para ahli yang lebih bersifat filosofis di atas, uraian berikut mengetengahkan bahasan tentang karakteristik anak dari perspektif psikologis. Sesuai dengan keperluan, isi bahasannya dibatasi pada hal-hal yang sifatnya menonjol dan lebih terkait dengan proses pembelajaran anak.

Anak usia prasekolah adalah individu yang sedang menjalani suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat dan sangat fundamental bagi proses perkembangan selanjutnya. Usia prasekolah merupakan fase kehidupan manusia yang mempunyai keunikan dan dunia tersendiri. Anak seusia ini berbeda dari orang dewasa tidak hanya secara fisik, melainkan secara menyeluruh.

1. Perkembangan Anak Usia 0-2 Tahun

Pada masa bayi (0 sampai dengan 1,5 atau 2 tahun), secara umur anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat bila dibanding dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kernampuan dan keterampilan dasar baik yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk, berdiri, merangkak, dan berjalan), keterampilan memegang benda, pengindraan (melihat, mencium, mendengar, dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan orang tua, pengasuh, dan orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk mengarungi dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.

Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori itu sangat vital. Pengalaman-pengalaman demikian, di samping dapat merangsang pertumbuhan fisik, juga sekaligus meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik; tersebut. Dengan demikian, .bayi yang memiliki kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan motorik akan terdorong untuk mengalami pertumbuhan fisik yang sehat dengan penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang cepat. Sebaliknya, bayi yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.

Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas respons-respons verbal dan nonverbal bayi. Bayi mulai belajar tentang soso dan ekspresi-ekspresi perasaan meskipun ia belum memahami kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman menarik seperti bercermin di depan kaca atau menyediakan objek-abjek mainan yang menarik merupakan hal yang bisa berpengaruh positif terhadap perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan keterampilan-keterampilan sensor lainnya. Menurut Bredekamp (1987), jika bayi terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja perkembangan emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan kognitifnya.

Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak sosial. Selama 9 bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk membedakan antara orang-orang yang dikenalnya dengan orang-orang yang tak dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar melafalkan suara-suara dan gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti senang, terkejut, marah, tidak setuju, cemas, dan perasaan-perasaan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan harapan-harapan tentang prilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua dan pengasuh lainnya memperlakukannya. Misalnya, jika bayi diharapkan untuk mempercayai orang tua, maka orang tua harus dengan tanggap merespons tangisan-tangisan bayi yang mengindikasikan dialaminya ketidaknyamanan oleh bayi tersebut. Melalui interaksi-interaksi sosial yang penuh kehangatan dan kasih sayang ini, bayi mulai mengembangkan hubungan cinta Lasih yang positif.

Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih tergantung kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustrasi karena belum mampu mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif. Hal ini diakibatkan oleh karena belum dikuasainya keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk itu. la mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkannya melalui bahasanya sendiri seperti menangis, tertawa, terkejut, dan sejenisnya. Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus memahami dan memberikan respons secara tepat, namun tidak perlu berlebihan.

2. Perkembangan Anak Usia 2-3 Tahun

Di samping masih memiliki beberapa kesamaan kararakteristik.: dengan usia masa sebelumnya. anak pada usia 2-3 tahun memiliki karakteristik-karakteristik khusus. Dalam segi fisik, pada fase ini anak masih tetap mengalami pertumbuhan yang pesat, khususnya berkenaan dengan pertumbuhan otot-otot besar. Anak pada usia ini sudah tahu bagimana bentuk ujiannya mulai senang memanjat dan menaiki sesuatu, membuka pintu, serta mencoba berdiri di atas satu kaki dan berloncat. la senang mencoba sesesuatu sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas untuk itu. Pendeknya, dengan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar yang diperoleh pada masa bayi. anak seusia ini tampak senang melakukan banyak aktivitas ke sana ke mari.

Anak usia 2-3 tahun juga lajimnya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. la memiliki kekuatan observasi yang tajam. Ia menyerap dan membuat perbendaharaan bahasa baru, belajar tentang jumlah membedakan antara konsep "satu" dengan "banyak", mulai senang mendengarkan cerita-cerita sederhana. dan gemar melihat-lihat buku. Semua itu diwujudkan oleh anak dalam bentuk aktivitas. Melalui berbagai aktivitas itulah. menurut pengamatan Piaget (Brenner, 1990). anak pada usia ini berfikir. Artinya, pada saat anak aktif melakukan aktivitas-aktivitas fisik, secara simultan aktivitas mentalnya juga terlibat. Meskipun hanya dengan beberapa patah kata, anak seusia ini juga mulai berbicara satu sama lain. la mulai senang melakukan percakapan walau dalam bentuk perbendaharaan kata dan kalimat yang terbatas. Namun simultan dengan iiu. sikap dan prilaku egosentrik anak pada usia ini sangat menonjol. Anak pada usia ini memandang peristiwa-peristiwa yang dihadapinya hanya dari kacamata dan kepentingannya sendiri. la belum bisa memahami persoalan-persoalan itu dari sudut pandang orang lain. la cenderung melakukan sesuatu itu hanya menurut kemauannya sendiri tanpa mempedulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Karena itu, terjadinya perselisihan, berebut mainan, dan prilaku-prilaku sejenis lainnya sangat dimungkinkan untuk sering dialami oleli anak-anak seusia ini.

Hal lain yang perlu difahami adalah bahwa anak usia ini lajimnya memiliki kemampuan untuk memperhatikan sesuatu hanya dalam jangka yang sangat pendek. Ii belum bisa mengikuti suatu pembicaraan orang lain secara lara. Ia cenderung beralih-alih perhatian dari suatu benda ke benda lainnya, dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya, dan/atau dari suatu pembicaraan ke pembicaraan lainnya.

Belum memiliki pertimbangan yang sehat dan rasa bahaya baik bagi dirinya maupun bagi orang lain adalah ciri lain yang secara menonjol juga dimiliki anak seusia ini. la cenderung melakukan segala sesuatu hanya didasarkan atas keinginannya, tanpa mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensinya. Mungkin ia bisa bermain-main dengan api, mempermainkan pisau atau benda-benda tajam lainnya, dan/atau bermain di tengah jalan tanpa merasa takut.

3. Perkembangan Anak Usia 3-4 Tahun

Pada usia 3-4 tahun, anak juga masih mengalami perkembangan pesat dalam banyak hal. la mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dalam perkembangan prilaku motorik, sosial, berfikir fantasi, maupun dalam kemampuan mengatasi frustrasi.

Normalnya, anak usia sekitar 4 tahun dapat menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil. la dapat memungut benda-benda kecil (seperti kacang-kacangan), dapat memegang pensil, dan dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil. la juga memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih sempurna.

Meskipun sifat egosentriknya masih melekat pada anak seusia ini, ia lajimnya sudah bisa bekerja dalam suatu aktivitas tertentu dengan cara-cara yang lebih kooperatif. la bisa bermain dengan cara-cara yang lebih dapat diterima secara sosial daripada sebelumnya. Aktivitas-aktivitas bermain bersama sudah dapat dilakukan secara lebih lama oleh anak seusia ini.

Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak kemandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinva ini. ia memperlihatkan kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama ia menyenangi dan menghargai sajak-sajak sederhana, beberapa anak bahkan dapat mengingatnya. Begitupun kemandirian yang dituntutnya membuat ia tidak mau banyak diatur dalam kegiatan-kegiatannya.

Tingkat frustasi anak usia ini cenderung menurun bila dibanding dengan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara lebih aktif, di samping juga karena peningkatan kemampuan dalam mengekspresikan keinginan-keinginannya kepada orang lain.

Berkenaan dengan aspek akademik, anak usia ini sudah dapat menghitung jumlah-jumlah yang sedikit. Beberapa dari mereka juga ada yang sudah mulai mengenal hurup, khususnya yang berhubungan dengan namanya atau objek-objek menarik lainnya.

4. Perkembangan Anak Usia 4-5 tahun

Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun la memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang begitu kuat. la akan banyak meperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri. la senang dengan nyanyian, permainan, dan/atau rekaman yang membantunya untuk lebih mengenal tubuhnya itu.

Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak usia 4-5 tahun senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar. la akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu. Karenanya pengemilan terhadap binatang-binatang piaraan dan lingkungan di sekitarnya dapat merupakan pengalaman yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak usia ini.

Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti untuk belajar menggambar dan menulis.

Anak seusia ini masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri. Menurut Berg 1988) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia sekitar 5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Bila guru berupaya untuk menahan anak lebih lama dari itu. maka hal demikian bisa membuatnya merasa tersiksa dan "terpenjara".

Bagi anak usia ini, gerakan-gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap penumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi (Bredekamp, 1987). Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat membuat yang bersangkutan bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak; sama halnya dengan orang dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep-konsep yang abstrak tersebut. Namun berbeda dengan orang dewasa, pemahaman anak terhadap suatu konsep hampir sepenuhnya tergantung kepada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hands-on experiences).

Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak usia sekitar lima tahun ini semakin berminat pada teman-temannya. Ia mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya. la lajimnya memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Namun tak perlu heran kalau di antara anak seusia ini masih sering terjadi konflik atau berebut sesuatu karena sifat egosentriknya yang masih melekat.

Kualitas lain dari anak usia ini adalah abilitas untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan akan keterampilan komunikasi ini membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain.

Hal yang perlu diingat adalah bahwa sampai dengan usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan kesadarannya akan bahan-bahan tertulis. Bagi yang tidak mengerti, hal ini bisa menimbulkan kesan negatif tentang anak. Anak dinilainya tidak mau belajar dengan baik dan tertib sebagimana yang dituntutkan kepada orang dewasa.

Apa yang diungkapkan di atas adalah yang lajimnya dialami oleh anak usia prasekolah. Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam perkembangan anak merupakan hal yang normal terjadi. Kadang-kadang anak yang satu lebih cepat berkembang daripada anak-anak lainaya. Begitupun dalam hal perbedaan minat dan kecakapan, sementara sebagian anak lebih senang belajar matematika dan sain, misalnya, sebagian anak lain malah lebih senang membaca dan beryanyi. Singkatnya, anak usia prasekolah adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. la memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. la sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, serta seolah-olah tak pernah berhenti belajar.

Akhirnya, hal lain yang perlu difahami dan disadari adalah bahwa perkembangan anak itu bersifat terpadu. Aspek-aspek perkembangan itu tidak berkembang secara sendiri-sendiri, melainkan saling berinterelasi dan saling terjalin satu sama lain. Kalaupun dalam tulisan-tulisan sering dijelaskan secara peraspek perkembangan, namun sesungguhnya perkembangan anak itu bersifat integratif yang tidak bisa dipisah-pisah satu sama lain.

Cara Belajar Anak Secara Bermakna

Penjelasan tentang bagaimana cara anak belajar sebenarnya tergantung kepada perspektif teoritis yang dirujuk. Sebagai misal, perspektif behavioristik menjelaskan bahwa belajar terjadi melalui proses operant conditioning lingkungan memiliki peran yang sangat dominan. Sebaliknya, perspektif marurational memandang belajar sebagai masalah kematangan (a matter of maturation) yang dikendalikan oleh perkembangan genetik individu.

Berbeda dengan dua perspektif di atas, perspektif konstruktivistik memandang baik kematangan maupun pengalaman-pengalaman environmental memainkan peran penting dalam proses belajar. Menurut pandangani ini, pengetahuan pada dasarnya dibangun. Pengetahuan itu tidak terletak di manapun, melainkan dibangun oleh anak melalui interaksi dengan lingkungannya (Schickedanz, at al, 1990).

Mengingat banyak sisi positifnya dari pandangan ini serta relevansinya dengan kurikulum lembaga-lembaga pendidikan anak usia prasekolah di Indonesia, uraian selanjutnya tentang cara anak belajar ini lebih banyak didasarkan pada pandangan konstruktivistik. Dewasa ini pandangan konstruktivistik merupakan suatu aliran yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan anak usia prasekolah di negara-negara maju, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat. Kurikulum serta model, buku, dan bahan pembelajaran dalam berbagai bidang studi dikembangkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pandangan ini. National Association for The Education of Young Children di Amerika serikat bahkan menerbitkan suatu panduan tentang bagaimana praktek pendidikan anak yang tepat secara perkembangan yang pada dasarnya merupakan terjemahan dari konsep-konsep pandangan konstruktivistik.

Dengan asumsi bahwa anak pada dasarnya memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan, pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar dibuat secara natural, hangat, dan menyenangkan melalui bermain dan berinteraksi dengan teman dan lingkungan sekitar. Unsur variasi individual dan minat anak juga sangat diperhatikan sehingga motivasi belajar anak diharapkan muncul secara intrinsik.

Asumsi di atas mengandung arti bahwa proses belajar yang bermakna terjadi kalau anak berbuat atas lingkungannya Kesempatan anak untuk mengkreasi atau memanipulasi objek atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Anak lebih banyak belajar dengan cara berbuat dan mencoba langsung daripada dengan cara mendengarkan orang dewasa yang memberi penjelasan kepadanya.

Mendasari pandangan di atas, Piaget (Brenner, 1990: 30) menjelaskan sebagai berikut: "...young children learn not so much through being 'taught' as by playing and experimenting with actual objects and by having concrete experiences." Penjelasan Piaget ini secara jelas menunjukkan bahwa pengalaman belajar anak lebih banyak didapat melalui cara bermain, melakukan percobaan dengan objek-objek nyata, dan dengan melalui pengalaman-pengalaman konloit daripada dengan cara "diajari" oleh guru.

Lebih lanjut, Brenner (1990) memberikan contoh bagaimana belajar tentang konsep lingkaran. Meunurutnya, konsep bilangan itu tidak dipelajari anak dengan cara meminta seseorang menceritakan kepadanya apa lingkaran itu atau seperti apa lingkaran itu akan tetapi dengan cara memegang dan menyentuh, bermain dengan dan membandingkan, menggambar dan membuat potongan-potongan bentuk lingkaran.

Relevan dengan pandangan Piaget di atas, Greenberg (1994) menjelaskan bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun sesuatu dari pada sekedar melakukan atau menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Secara lebih jauh, ia melukiskan suasana belajar untuk yang bemakna itu sebagai berikut:

Children learn as they live, work, play, and converse with peers. As they exchange ideas, they challenge each other every bit as much as many adults challenge them-to think, to reconstnict their ideas because they have new information and viewpoints (p.88). Piaget (Schickedanz, at al, 1990) memberikan suatu ilustrasi berikut tentang bagaimana suatu pengetahuan baru diperoleh anak. Pada suatu waktu seorang anak duduk di halaman rumah dan menghitung kerikil. Anak itu meletakkan kerikilnya secara lurus dan menghitungnya dari kanan ke kiri hingga mendapatkan jumlah sepuluh. Kemudian ia menghitungnya lagi dari kiri ke kanan. dan ia mendapatkan angka sepuluh juga. Selanjutnya ia menyusun letak kerikil itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi dengan arah jarum jam dan sebaliknya. la tetap masih mendapatkan jumlah sepuluh. Dari pengalaman ini si anak akhirnya menyimpulkan bahwa terlepas dari cara menyimpan dan arah menghitung kerikil, jumlah kerikil itu tetap sama.

Dari contoh di atas Piaget kemudian menyimpulkan bahwa anak itu telah membangun persesuaian konsep antara kerikil dengan jumlah 10 pertama melalui interaksi fisik dengan kerikil dan pengetahuan terdahulunya. Dengan kata lain pengetahuan baru itu dibangun anak melalui interaksi antara pengalaman-pengalaman eksternal dan struktur mental internal.

Memperkaya pandangan konstruktivistik, Vygotsky ;Berk. 1944) iiienekankan pentingnya pengalaman inlcraksi sosial bagi perkembangan proses berfikir anak. la meyakini bahwa aktivitas mental yang tinggi pada anak terbentuk melalui dialog dengan orang lain. Kesimpulan ini tercermin dari ungkapannya sebagai beriukut:
... mind extends beyond the skin and inseparably joined with other minds. Social exj srience shapes the ways of thinking and interpreting the world available to individuals. ... higher forms of mental activity are jointly constructed and transferred to children through dialogues other people
Berkenaan dengan konsep motivasi, perspektif konstruktivistik menjelaskan bahwa motivasi itu muncul dari interaksi individu dengan pengalaman eksternal. Sebagai hasil pengalaman terdahulu. setiap anak membawa segala pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman barunya. Jika suatu pengalaman belajar tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengkreasi suatu pengetahuan baru semuanya sudah familier atau terlalu mudah, maka pengalaman itu akan membosankan. Sebaliknya. bilamana pengalaman belajar itu terlalu asing bagi anak tak ada sedikitpun bekal pengetahuan anak yang berkaitan dengan pengalaman barunya itu atau terlalu sukar, maka pengalaman itu akan mencemaskan dan anak akan menarik diri atau menolak berhubungan dengan pengalaman baru itu. Yang paling tepat adalah apabila pengalaman belajar itu mengandung sebagian unsur yang sudah familier bagi anak dan sebagian lainnya masih baru. Dalam situasi seperti ini anak bisa tertarik untuk berinteraksi dengan pengalaman barunya itu dan bisa memiliki kesempatan untuk memanipulasi atau mengkreasikan sesuatu (Schickedanz. at al. 1990).

Dengan berpijak pada pandangan konstrukvistik. Bredekamp dan Rosegrant (1991/92) akhirnya menyimpulkan bahwa anak akan belajar dengan baik dan bermakna bila: (1) anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi; (2) anak mengkonstruksi pengetahuan; (3) anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya; (4) anak belajar melalui bermain; (5) minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan (6) unsur variasi individual anak diperhatikan.

Rasa aman secara psikologis merupakan suatu prasyarat untuk dapat membuat anak mau dan mampu mengekspresikan dirinya secara optimal. Kondisi demikian akan mendorong anak untuk berani mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya dan berani melakukan sesuatu. Sebaliknya, suasana yang bersifat "mengancam" bisa menjadi suatu hambatan bagi anak untuk berkreasi dan melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk kepentingan belajar. Begitu pula, kebutuhan fisik anak menimpakan suatu hal yang esensial untuk diperhatikan. Bergerak, misalnya, adalah kebutuhan dasar fisik anak yang cukup menonjol. Sekarang. bagaimana anak bisa belajar dengan bermakna kalau ia dipaksa harus duduk berdiam diri di atas bangku selama berjam-jam.

Kesempatan anak untuk berinisiasi dan berkreasi juga menimpakan hal yang akan membuat pengalaman belajarnya semakin bermakna. Meskipun hampir semua karya anak itu tak sebagus yang dibuatkan oleh orang tua, namun yang penting di sini adalah proses atau pengalaman melakukannya. Jika guru atau orang dewasa lainnya memberikan contoh atau membuatkan sesuatu untuk ditiru oleh anak. maka proses mental yang terjadi pada anak itu terbatas pada meniru apa yang sudah dibuatkan tersebut. Berbeda dengan kalau anak diberi kesempatan sendiri untuk mencari, menemukan. dan mencipta sesuatu yang hilang. atau sekurang-kurangnya berkurang, pada cara yang pertama adalah kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitasnya secara optimal. Jadi, walaupun cara belajar dengan melihat contoh itu sangat dimungkinkan untuk menghasilkan produk atau karya anak secara lebih bagus, namun intensitas keterlibatan anak dalam proses belajar bisa berkurang, terlebih dalam kondisi terpaksa.

Pengalaman interaksi sosial anak dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya tidak saja memfasilitasi keterampilan komunikasi dan senilainya, tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya, seperti perkembangan kognisi. emosi, dan moralnya. Pergaulan sosial ilu memberikan suatu latar belakang pengalaman hidup yang kaya dan alami bagi anak sehingga dapat mendorong segenap aspek perkembangan anak secara lebih terintegrasi dan menyeluruh. Melalui interaksi sosial, anak dapat berlatih mengekspresikan emosinya dan menguji prilaku-prilaku moralnya secara tepat. Begitu pula pengenalan anak terhadap pola pikir orang lain dapat memperkaya pengalaman kognisinya.

Bermain adalah dunia anak dan sekaligus sebagai sarana belajar anak. Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain berarti dengan sendirinya memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar. Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar dengan cara-cara yang bersifat bermain berarti telah berusaha membuat pengalaman belajar itu dirasakan dan dipersepsi secara alami oleh anak yang bersangkutan sehingga menjadi bermakna baginya.

Anak itu lajimnya memiliki minat dan kebutuhan yang kuat untuk mengetaliui berbagai hal yang dilihat dan didengarnya. Untuk membuat kegiatan belajar anak itu bemakna, faktor dorongan ini jelas harus diperhatikan. Artinya anak perlu diberi kesempatan yang cukup untuk melakukan hal-hal yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan untuk mengetahui ini.

Meskipun ada pola-pola perkembangan umum yang lajim dilalui oleh anak, variasi individual antara anak yang satu dengan anak yang lainnya tetap ada. Sementara ada beberapa anak yang senang bermain sepak bola, misalnya. beberapa anak lainnya malah suka kesenian. Dalam hal ini, anak akan belajar secara bemakna kalau ia diberi kesempatan untuk mendapat pelayanan sesuai dengan gaya belajar, minat, dan keunikannya masing-masing.

Sejalan dengan uraian di atas, pada kesempatan lain Brenner (1990) memberikan kesimpulan berikut ini.

· Masing-masing anak merupakan pribadi yang unik. Artinya, pola dan per­kembangan belajar anak bisa berbeda satu sama lain, meskipun masih mengikuti suatu urutan umum yang dapat diprediksi.

· Anak tidak belajar dari simbol sebanyak ia belajar dari pengalaman-pengalaman konkrit. Artinya anak belajar lebih banyak dengan cara menyentuh, menggerakkan, dan bermain-main dengan objek yang dipelajarinya daripada dengan cara didesaknya untuk menguasai keterampilan-kelerampilan akademik dalam arti sempit.

· Anak perlu belajar untuk menggunakan tubuhnya. Anak perlu merasa senang atau enak dengan tubuh dan kapabilitas fisiknya. Aktivitas mengontrol tubuh mempengaruhi dengan kuat bidang-bidang belajar lainnya. Anak yang mempraktekkan gerakan-gerakan akan cenderung untuk memperoleh kepercayaan diri dan kemandirian.

· Anak belajar dari anak lain dan juga dari orang tua dan guru. Keterampilan-keterampilan sosial merupakan keuntungan yang besar dari pengalaman beiajar prasekolah. Belajar untuk bergaul bersama dengan orang lain, memiliki suatu efek yang menentukan terhadap perilaku di rumah, perkembangan kepribadian, dan keberhasilan sekolah selanjutnya.

· Anak belajar secara bertahap. Lembaga pendidikan prasekolah yang baik akan menciptakan suatu lingkungan yang dalam lingkungan itu anak dapat melalui semua tahap-tahap belajar dan tidak tergesa-gesa ke keterampilan-keterampilan akademik tanpa suatu fondasi yang tepat.

Demikian artikel tentang Karakteristik perkembangan anak usia dini. semoga bermanfaat untuk dijadikan referensi pendidikan di Indonesia.